Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kunjungan Besar Paus Fransiskus, Mulai Sambangi Benteng ISIS hingga Temui Ulama Syiah

        Kunjungan Besar Paus Fransiskus, Mulai Sambangi Benteng ISIS hingga Temui Ulama Syiah Kredit Foto: Reuters
        Warta Ekonomi, Baghdad -

        Paus Fransiskus mengunjungi beberapa daerah di Irak utara yang sebelumnya dikuasai oleh kelompok yang menamai diri mereka Negara Islam (ISIS) pada hari ketiga perjalanan bersejarahnya ke negara itu.

        Diketahui, militan ISIS menyerbu wilayah itu pada tahun 2014, menghancurkan gereja-gereja bersejarah dan melakukan penjarahan. Umat Kristen telah kembali ke sana sejak ISIS dikalahkan pada 2017.

        Baca Juga: Paus Fransiskus Tiba di Benteng ISIS

        Pada hari Minggu (7/3/2021), Paus mengunjungi Mosul - bekas benteng ISIS selama tiga tahun. Di sana, dia berdoa di Church Square untuk para korban perang yang menewaskan puluhan ribu warga sipil.

        Dikelilingi oleh reruntuhan empat gereja, dia mengatakan eksodus umat Kristen dari Irak dan Timur Tengah telah menyebabkan "kerugian yang tak terhitung, tidak hanya bagi individu dan komunitas terkait, tetapi juga terhadap masyarakat yang mereka tinggalkan".

        Merujuk pada kawasan bersejarah Mesopotamia, yang meliputi sebagian besar Irak modern termasuk Mosul, Paus Fransiskus berkata: "Betapa kejamnya bahwa di negara ini, tempat lahir peradaban, harus dilanda pukulan yang begitu barbar, dengan tempat-tempat ibadah kuno hancur dan ribuan orang - Muslim, Kristen, Yazidi dan lainnya - terpaksa mengungsi atau dibunuh.”

        "Hari ini, bagaimanapun, kami menegaskan kembali keyakinan kami bahwa persaudaraan lebih kuat dibandingkan pembunuhan saudara, bahwa harapan lebih kuat daripada kebencian, dan bahwa perdamaian lebih kuat daripada peperangan,” terangnya.

        Sebuah salib didirikan di Alun-alun Gereja untuk mengbadikan kunjungan Paus. Salib itu dibuat dari kursi kayu yang diselamatkan dari gereja-gereja di seluruh wilayah, sebagaimana diberitakan outlet berita Timur Tengah The National.

        Dia kemudian akan mengunjungi gereja terbesar Irak, yang sebagian dihancurkan oleh ISIS, di dekat Qaraqosh.

        Paus juga akan merayakan Misa di sebuah stadion sepak bola di kota Erbil, acara yang diperkirakan akan dihadiri 10.000 orang.

        Sementara itu di sisi lain, ada kekhawatiran acara itu bisa menyebarkan virus corona.

        Kasus Covid-19 di negara itu telah mengalami peningkatan tajam selama sebulan terakhir, membuat perjalanan Paus sangat berisiko.

        Pemimpin Gereja Katolik berusia 84 tahun itu dan rombongannya telah divaksinasi, tetapi Irak baru menerima dosis pertama minggu lalu.

        Perjalanan selama empat hari, yang dimulai pada hari Jumat, adalah perjalanan internasional pertama Paus sejak dimulainya pandemi lebih dari setahun yang lalu, dan kunjungan Paus yang pertama ke negara itu.

        Tak lama setelah disambut oleh Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi di bandara Baghdad pada hari Jumat, Paus menyerukan "akhir bagi tindakan kekerasan dan ekstremisme, faksi dan intoleransi".

        "Irak telah merasakan dampak merusak dari peperangan, bencana terorisme dan konflik sektarian," ujarnya dalam sebuah pidato.

        "Keberadaan kaum Kristen yang sudah lama di tanah ini, dan kontribusi mereka pada kehidupan bangsa, merupakan warisan kaya yang mereka harap dapat diteruskan untuk melayani semua," imbuh Paus.

        Ia berkata komunitas Kristen yang terus berkurang di Irak harus memiliki peran yang lebih penting sebagai warga negara dengan hak, kebebasan, dan tanggung jawab penuh.

        Sekitar 10.000 personel Pasukan Keamanan Irak dikerahkan untuk melindungi Paus selama kunjungannya, selain itu jam malam juga diberlakukan untuk membatasi penyebaran Covid-19.

        Pemimpin gereja Katolik berusia 84 tahun itu sebelumnya berkata kepada wartawan bahwa ia merasa "terikat oleh tugas" untuk melakukan perjalanan "simbolik" ke berbagai situs di Irak.

        Bagi Vatikan, lawatan ke Irak menjadi kesempatan yang sangat berharga bagi Paus Fransiskus untuk menemui langsung komunitas Kristen, berada di tengah-tengah mereka dan memberikan dukungan penuh.

        Sebelumnya, di dalam pesawat menuju Irak, Paus mengatakan dirinya senang bisa melakukan perjalanan lagi, dan menambahkan, "Ini adalah perjalanan simbolik dan ini adalah tugas menuju tanah yang menjadi martir selama bertahun-tahun."

        Temui Ulama Syiah

        Kelompok minoritas Kristen Irak telah dilanda gelombang kekerasan sejak invasi yang dipimpin AS ke negara itu pada tahun 2003.

        Paus Fransiskus membahas keselamatan kelompok itu dengan seorang ulama Islam Syiah terkemuka, Ayatollah Agung Ali al-Sistani, pada hari kedua lawatan bersejarahnya ke Irak.

        Kantor Ayatollah Agung Ali al-Sistani, pemimpin spiritual jutaan Muslim Syiah, mengatakan pembicaraan tersebut menekankan perdamaian.

        Sang Ayatollah menerima Paus di rumahnya di kota suci Najaf.

        Audiensi dengan sang ayatollah yang dikenal sebagai penyendiri jarang terjadi, tetapi dia menerima Paus selama sekitar 50 menit. Keduanya terlihat berbicara tanpa mengenakan masker.

        Ayatollah Agung al-Sistani "menegaskan kepeduliannya bahwa warga Kristen harus hidup dalam perdamaian dan keamanan seperti semua warga Irak dan dengan hak konstitusional mereka secara penuh".

        Paus Fransiskus berterima kasih kepada Ayatollah karena telah "bersuara untuk membela mereka yang paling lemah dan paling teraniaya" selama masa-masa paling kejam dalam riwayat Irak, sebagaimana dilansir kantor berita Associated Press.

        Pesan perdamaian pemimpin Syiah itu, menegaskan "kesucian hidup manusia dan pentingnya persatuan rakyat Irak".

        Inilah pertemuan yang sudah ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun: pertemuan antara pemimpin Gereja Katolik dan salah satu ulama paling tersohor dalam Islam Syiah, Ayatollah Agung Ali al-Sistani.

        Bagi seorang Paus yang bersemangat untuk merangkul agama lain, pertemuan tersebut bisa dibilang sebagai momen paling simbolis dari kunjungannya ke Irak.

        Beberapa kelompok militan Syiah smepat dilaporkan menentang kunjungan tersebut. Mereka menyatakan tur tersebut merupakan campur tangan Barat dalam urusan negara.

        Diketahui, komunitas Kristen di Irak, salah satu yang tertua di dunia, jumlahnya merosot dalam dua dekade terakhir dari 1,4 juta hingga sekitar 250.000, kurang dari 1% populasi.

        Banyak yang melarikan diri ke luar negeri dari kekerasan yang telah melanda negeri itu sejak invasi yang dipimpin AS pada 2003, yang menggulingkan Saddam Hussein.

        Puluhan ribu orang Kristen juga terusir dari rumah mereka ketika kelompok militan yang ISIS menyerbu Irak utara pada 2014, menghancurkan gereja bersejarah, merampas properti mereka, dan memberi mereka pilihan untuk membayar pajak, masuk Islam, pergi, atau dihukum mati.

        Gabungan berbagai faktor ini membuat para pejabat gereja meyakini "ada kemungkinan Kristen akan hilang dari Irak".

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: