Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        'Perintah 'Bunuh, Bunuh, Bunuh Komunis' Terus Nyaring Dipekikkan Presiden'

        'Perintah 'Bunuh, Bunuh, Bunuh Komunis' Terus Nyaring Dipekikkan Presiden' Kredit Foto: Getty Images
        Warta Ekonomi, Manila -

        Presiden Filipina Rodrigo Duterte bertindak secara legal ketika dia memerintahkan lembaga penegak hukum untuk membunuh pemberontak komunis "bersenjata", hal itu dikatakan Juru Bicara Harry Roque.

        Selama akhir pekan lalu, polisi Filipina, yang didukung oleh pasukan militer, menewaskan setidaknya sembilan orang dalam serangkaian penggerebekan terhadap tersangka pemberontak komunis.

        Baca Juga: Tunjukkan Mental Baja, Duterte Ancam Usir Tentara AS Jika...

        Tindakan polisi itu memicu kemarahan di antara kelompok hak asasi manusia (HAM) dan organisasi Katolik, yang mengutuk pembunuhan terhadap orang-orang yang mereka anggap sebagai aktivis sayap kiri, bukan pemberontak.

        Roque mengatakan bahwa penyelidikan akan dilakukan terkait insiden ini, tetapi menegaskan bahwa perintah Duterte untuk menumpas pemberontak sesuai dengan hukum.

        "Perintah 'bunuh, bunuh, bunuh' presiden adalah legal karena ditujukan kepada pemberontak bersenjata," kata Roque sebagaimana dilansir Sputnik. Dia menambahkan bahwa penyelidikan akan dilakukan.

        Pemberontakan komunis di Filipina telah berlangsung sejak 1960-an ketika Partai Komunis Filipina bermaksud untuk menggulingkan pemerintahan resmi dan mengambil alih kekuasaan di negara tersebut.

        Sayap bersenjata partai komunis, Tentara Rakyat Baru, telah melakukan banyak serangan terhadap polisi dan terlibat dalam bentrokan dengan pasukan pemerintah. Kaum komunis terus menerus menyebut pemerintah pusat sebagai musuh rakyat.

        Pada 2016, Duterte memulai negosiasi damai dengan Tentara Rakyat Baru tak lama setelah menjabat.

        Selama pembicaraan, yang ditengahi oleh Norwegia, Duterte menawarkan beberapa posisi di kabinet kepada komunis. Namun, para pihak gagal menghentikan konflik karena masing-masing pihak menuduh pihak lain telah meningkatkan kekerasan.

        Sejak memenangkan pemilihan presiden 2016, Duterte juga melakukan apa yang disebut "perang melawan narkoba" yang mengakibatkan kematian ribuan orang Filipina dan menimbulkan tuduhan eksekusi di luar hukum oleh polisi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: