Kisah Perusahaan Raksasa: Walt Disney, Konglomerat Hiburan yang Terhibur karena Ketajirannya
The Walt Disney Company atau populer sebagai Disney adalah konglomerat media massa dan hiburan multinasional asal Amerika Serikat (AS). Rumah dari berbagai karakter kartun hingga film ini menjadi salah satu perusahaan raksasa peringkat ke-150, menurut Fortune Global 500 tahun 2020.
Kondisi keuangan Disney cukup sehat. The Mouse House mencatatkan pertumbuhan yang mengesankan pada tahun fiskal 2019. Dengan pendapatannya yang meningkat 17 persen dari 59,43 miliar dolar AS menjadi 69,57 miliar dolar.
Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: MetLife, Korporasi Berumur 156 Tahun yang Asyik Berbisnis Asuransi
Namun demikian, laba perusahaan dilaporkan turun 12 persen menjadi 11,05 miliar dolar. Sebagian karena biaya konsolidasi yang dikeluarkan oleh akuisisi Disney atas 21st Century Fox dan investasi dalam layanan streamingnya, yakni Disney+.
Nilai Disney di pasar mencapai 315,02 miliar dolar. Sementara asetnya di tahun tersebut tercatat mencapai 193,98 miliar dolar. Untuk yang terakhir, total ekuitasnya pada pemegang saham di angka 88,87 miliar dolar.
Lebih lanjut, artikel Warta Ekonomi pada Senin (22/3/2021) berikut ini akan menjabarkan perjalanan Walt Disney, dari lahir hingga menjadi salah satu konglomerat dunia.
Disney memulai langkahnya saat Walt Disney dan saudaranya, Roy, memulai perusahaannya yang disebut Disney Brothers Cartoon Studio. Korporasi muda itu baru dibentuk pada 16 Oktober 1923.
Disney sendiri lahir tanggal 5 Desember 1901 di Hermosa, Chicago, Illinois. Namun, ia menjalani sebagian besar masa kecilnya di Marceline, Missouri, tempat dia mulai menggambar, melukis, dan menjual gambar kepada tetangga dan teman keluarga.
Selama bisnisnya berjalan di belakang sebuah kantor kecil yang ditempati oleh Holly-Vermont Realty di Los Angeles, Disney bekerja keras. Tempat itu disewanya seharga 10 dolar per bulan.
Dalam waktu tiga tahun, Disney telah memproduksi dua film dan membeli sebuah studio di Hollywood, tetapi kesulitan dalam hak distribusi hampir menenggelamkan perusahaan. Namun semenjak Mickey Mouse diciptakan pada 1928, semua berubah.
Sekitar waktu itu, Disney meluncurkan banyak karakter terkenal lainnya, seperti Minnie Mouse dan Donald Duck, yang bersama-sama menjadi fondasi perusahaan yang kini telah berkembang jauh melampaui animasi.
Memasuki dekade 1930-an, langkah Disney semakin baik. Pada tahun 1932, Perusahaan Disney memenangkan Academy Award pertamanya untuk Kartun Terbaik (Best Cartoon), berkat "Silly Symphony," dan serangkaian film pendek animasi.
Sementara itu, tahun 1934, Disney memulai produksi film fitur panjang pertamanya, "Putri Salju dan Tujuh Kurcaci". Film ini dirilis tahun 1937 dan menjadi film berpenghasilan kotor tertinggi pada masanya. Namun, biaya produksi yang besar membuat kesulitan untuk beberapa film animasi Disney berikutnya.
Sayangnya, hal besar terjadi. Perang Dunia II menghentikan produksi film Disney sama sekali karena perusahaan menyumbangkan kemampuannya pada upaya perang dengan memproduksi film propaganda untuk pemerintah AS.
Disney mengalami kemunduran besar sejak 1941. Bukan hanya karena perang, tapi dilatarbelakangi oleh pemogokan animator selama tiga bulan. Mereka gagal memproduksi karya panjang. Sebagai gantinya, Disney berkonsentrasi pada kartun pendek, dokumenter alam, dan fitur yang menggabungkan aksi langsung dan animasi seperti "The Three Caballeros" (1945) dan "Song of the South" (1946).
Namun begitu, setelah perang, perusahaan mengalami kesulitan untuk melanjutkan dari bagian yang ditinggalkannya Tetapi tahun 1950 terbukti menjadi titik balik, berkat produksi film live-action pertama Disney, "Treasure Island," dan film animasi lainnya, "Cinderella."
Disney juga meluncurkan beberapa serial televisi selama dekade ini. Pada tahun 1955, "The Mickey Mouse Club" memulai debutnya di hadapan pemirsa TV nasional.
Pada tahun yang sama menandai momen penting lainnya bagi Disney. Tahun 1955, dilakukan pembukaan taman hiburan Disney pertama, Disneyland, di California.
Popularitas perusahaan terus meningkat dan selamat dari kematian pendiri ikoniknya, Walt Disney, pada 1966. Setelah Walt wafat, Roy Disney mengambil alih pengawasan perusahaan dan digantikan oleh tim eksekutif pada 1971.
Dalam dekade berikutnya, perusahaan mengambil keuntungan dari peluang merchandising, terus memproduksi film layar lebar, dan membangun taman hiburan tambahan di seluruh dunia, termasuk taman hiburan internasional pertama Disney, Tokyo Disneyland tahun 1983. Selama waktu ini, perusahaan mengalami upaya pengambilalihan, tetapi akhirnya pulih dan kembali ke jalur yang sukses ketika Michael D. Eisner menjadi ketuanya pada 1984.
Sejak 1980-an, Disney telah memperluas pengaruhnya ke pasar yang lebih luas, dimulai dengan debut Disney Channel di TV kabel. Perusahaan ini mendirikan beberapa subdivisi dan studio, seperti Touchstone Pictures, untuk memproduksi film di luar tarif standar yang berorientasi keluarga dan mendapatkan pijakan yang lebih luas dalam industri hiburan. Eisner dan mitra eksekutif Frank Wells terbukti menjadi tim yang sukses untuk memimpin Disney ke abad baru.
Di abad baru, pada 2005, Bob Iger mengambil alih peran CEO dari Eisner. Setahun kemudian, Disney membeli Pixar karena mulai fokus pada animasi digital.
Pixar sebelumnya memproduksi film-film hits seperti "Toy Story", "Finding Nemo," dan "The Incredibles." Di bawah payung Disney, Pixar Animation Studios terus mendapatkan penghargaan bergengsi untuk film-film seperti "Moana" dan "Coco."
Setelah menjadi ketua di 2009, Iger mengarahkan fokus perusahaan kembali ke produk yang lebih berorientasi keluarga saat menjual Miramax Studios dan memperkecil ukuran Touchstone Pictures. Roy Disney, anggota terakhir keluarga Disney yang aktif di perusahaan, meninggal 16 Desember 2009.
Juga pada tahun 2009, perusahaan mengakuisisi Marvel Entertainment, yang memberi Disney hak atas lusinan waralaba pahlawan super seperti "Iron Man" dan "Deadpool". Pada akhir 2012, Disney mulai mengakuisisi Lucasfilm, yang termasuk hak atas waralaba "Star Wars".
Era Digital, Disney melanjutkan ekspansi digitalnya pada 2014 dengan mengakuisisi produser konten YouTube Maker Studios, yang menjadi Disney Digital Network pada 2017.
Disney berencana meluncurkan jaringan streaming digitalnya sendiri pada akhir 2019. Jaringan ini akan memungkinkan pelanggan untuk menonton film dan acara kapan pun mereka mau, mirip dengan Netflix dan Hulu.
Kepemimpinan Iger diambil alih oleh Bob Chapek sebagai CEO. Iger berperan sebagai Ketua Eksekutif, di mana ia akan mengawasi sisi kreatif perusahaan, sambil terus menjabat sebagai Ketua Dewan selama periode transisi hingga 2021.
Sementara itu Chapek akan melanjutkan tren gemilang yang telah dicatatkan Disney sebelumnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: