Manajemen krisis adalah proses mengidentifikasi ancaman yang dapat merugikan organisasi atau perusahaan dari sebuah peristiwa besar yang sedang terjadi. Ada tiga elemen yang paling umum untuk mendefinisi krisis: ancaman bagi organisasi, unsur kejutan, dan keputusan waktu singkat
Manajemen krisis berurusan dengan ancaman yang telah terjadi sehingga dibutuhkan sebuah keterampilan teknis untuk mengidentifikasi, menilai, memahami, dan mengatasi situasi yang serius, terutama dari saat pertama kali terjadi sampai ke titik pemulihan kembali. Manajemen krisis diperlukan untuk menekan faktor ketidakpastian dan faktor risiko hingga tingkat serendah mungkin.
Baca Juga: Apa Itu Manajemen?
Sebagai contoh krisis COVID-19 yang dimulai pada awal tahun 2020 membuat bisnis di seluruh dunia terpaksa tutup. Jutaan karyawan dipulangkan. Layanan penting berjuang untuk berfungsi. Sejarah akan menilai manajemen mereka pada akhirnya sesuai dengan keterampilan manajemen krisis mereka. Bisnis apa pun, besar atau kecil, dapat mengalami masalah yang berdampak negatif pada operasi normalnya.
Meskipun bisnis mungkin melambat untuk waktu yang singkat, operasi tidak akan sepenuhnya dihentikan. Dengan memiliki resolusi krisis, perusahaan dan pemangku kepentingannya dapat mempersiapkan dan beradaptasi dengan perkembangan yang tidak terduga dan merugikan.
Tujuan dari manajemen krisis adalah untuk mempersiapkan diri dengan baik menghadapi krisis, memastikan respon yang cepat dan memadai terhadap krisis, menjaga jalur pelaporan dan komunikasi yang jelas jika terjadi krisis dan menyetujui aturan untuk penghentian krisis.
Teknik manajemen krisis mencakup sejumlah langkah konsekuen dari pemahaman pengaruh krisis pada korporasi untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi berbagai jenis krisis.
Pola pikir krisis membutuhkan kemampuan untuk memikirkan skenario terburuk sekaligus menyarankan berbagai solusi. Organisasi dan individu harus selalu siap dengan rencana respons cepat terhadap keadaan darurat yang memerlukan analisis, latihan, dan latihan. Kredibilitas dan reputasi organisasi sangat dipengaruhi oleh persepsi tanggapan mereka selama situasi krisis.
Krisis dapat terjadi karena bencana alam, kemunculan teknologi baru, kesalahan organisasi, kekerasan di tempat kerja, rumor dan serangan teroris atau masalah yang disebabkan manusia.
Ada empat tahapan krisis, yang pertama yaitu tahap prodromal, tahap di mana gejala krisis mulai muncul tetapi sering tidak dianggap karena perusahaan masih beroperasi secara normal.
Tahap berikutnya adalah tahap akut, yakni keadaan di mana krisis dirasakan sehingga dianggap sebagai krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas. Di titik ini, masa depan perusahaan serasa buntu karena gejala awal di prodormal tidak diindahkan.
Lalu, ada krisis tahap kronis, yaitu saat organisasi atau perusahaan sudah merasakan dampak atau akibat dari krisis tahap akut, bahkan dampak dari segi waktu tidak dapat diprediksi kapan berakhirnya. Organisasi mulai melakukan intropeksi diri besar-besaran, sehingga biasanya dilakukan analisis internal secara mendalam untuk ditemukan benang merah permasalahan.
Setelah itu, akan dilakukan resolusi atau tahap penyembuhan. Masa ini adalah masa perusahaan sehat kembali seperti keadaan sediakala. Pada fase ini perusahaan akan semakin sadar bahwa krisis dapat terjadi sewaktu-waktu dan lebih mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Sebuah krisis juga dapat terjadi ketika lawan bisnis atau pesaing mulai menggunakan cara-cara kotor. Namanya adalah krisis kedengkian yakni saat saingan menggunakan cara-cara kriminal atau tindakan-tindakan ekstrem lainnya seperti berbuat represif dan mengancam untuk mengekspresikan permusuhan, kemarahan dan ketidaksukaan dengan tujuan membuat situasi menjadi tidak stabil baik kepada negara, organisasi, perusahaan, atau sistem ekonomi supaya sistem tidak berjalan. Contoh krisis yang termasuk dalam kategori ini adalah tindakan terorisme, premanisme, perusakan produk, penculikan, menyebarkan rumor, dan aksi spionase.
Di era informasi, peran media akan muncul ketika terjadinya krisis. Karena sebagai satu-satunya sumber, media bebas mengarahkan informasi ini ingin dibentuk; apakah untuk membangun solidaritas, simpati, membangun kesadaran bersama (being together), atau mereduksi ketidaktentuan (uncertainity) dan ketakutan (fear) masyarakat. Hal itu tergantung pada jenis dan macam krisis yang terjadi. Namun, informasi yang berkaitan dengan krisis media mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk opini dan simpati publik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: