Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Garuda Indonesia Dihantam Bangkrut, Ini Kata Dahlan Iskan

        Garuda Indonesia Dihantam Bangkrut, Ini Kata Dahlan Iskan Kredit Foto: Instagram Dahlan Iskan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan membeberkan perbedaan Garuda Indonesia dengan Thai Airways. Meskipun, dua perusahaan ini sama-sama memiliki persoalan keuangan.

        "Ini bukan Garuda Indonesia, tapi ya sama saja: megap-megap. Itulah Thai Airways. TG. Milik Thailand. Bedanya, Thai Airways sudah membuat keputusan membawa masalahnya ke PKPU-nya Thailand," kata Dahlan di laman disway.id, Senin (7/6/2021).

        Baca Juga: 'Garuda Indonesia Harus Fokus pada Posisi Pure Airline Industry'

        Dahlan mengatakan, sidang PKPU untuk Thai Airways sudah berlangsung dan siap diputuskan. Tapi, ujar dia, para kreditor masih menyusulkan pendapat dan pengadilan setuju untuk mendengar pendapat susulan itu. Sehingga putusan PKPU dari perusahaan Maskapai asal Negeri Gajah itu pun dimundurkan ke 15 Juni 2021.

        "Garuda masih melayang-layang dengan benang putusnya. Thai Airways tinggal tunggu sepuluh hari lagi," katanya.

        Perbedaan lainnya, kata Dahlan, pemerintah Thailand sudah memutuskan tidak akan menginjeksi lagi Thai Airways. Bahkan pemerintah setempat sudah tidak lagi menjadi pemegang saham mayoritas sejak tiga tahun lalu. Sehingga pemerintah Thailand melakukan divestasi saham dari 51 persen menjadi 47,8 persen.

        "Dengan divestasi itu pemerintah mengeluarkan Thai Airways dari daftar BUMN-nya. Divestasi itu dilakukan dengan cepat. Saat itu status TG sudah seperti GA sudah melantai di pasar modal. Tidak rumit mendivestasi saham di pasar modal," kata Dahlan.

        Menurut Dahlan, utang Thai Airways sangat besar, bahkan lebih dari Rp 100 triliun. Artinya, besar utang dari maskapai negara tetangga itu melampaui utang Garuda yang Rp 70 triliun. Berbagai upaya untuk menyelamatkan perusahaan. Misalnya dengan menghapus jalur yang rugi, hingga memotong gaji dan jumlah pegawai.

        "TG sudah tidak punya lagi rute penerbangan ke Amerika. Padahal, dulu, TG itu gagah sekali. Jauh lebih gagah dari GA. Sang TG pernah punya penerbangan nonstop jarak jauh dari Bangkok ke New York. Juga dari Bangkok ke Los Angeles," kata dia.



        Thai Airways, kata Dahlan, sebenarnya sudah berupaya menyelesaikan utangnya di luar pengadilan. Kreditor juga setuju bahwa utang harus direstrukturisasi, bunga harus dipangkas, jangka pengembalian harus diperpanjang, serta beberapa aset harus dijual.

        Untuk merestrukturisasi utang itu, tutur Dahlan, para kreditor sudah menunjuk wakil yang bisa diterima semua pihak, yakni seorang mantan menteri dan seorang mantan Dirut yang pernah membawa maskapai itu memperoleh laba. Bangkok Bank juga telah mengirim wakil ke tim negosiasi itu.

        "Tapi persoalan TG sudah terlalu berat. Maka direksi TG membawanya ke PKPU-nya Thailand. Momentum Covid ini dimanfaatkan untuk melakukan penyelesaian tuntas. Padahal sebelum Covid pun TG sudah sempoyongan," ujar Dahlan.

        Ia mengatakan Thai Airways belakangan terus merugi dan kerugiannya terus membesar hingga sekitar Rp 7 triliun pada tahun lalu. Karena itu, perseroan pun melakukan langkah penghematan seperti mengurangi jumlah pesawat sewa dan jumlah karyawan. Di saat yang sama, mereka juga diberi misi untuk mendukung pariwisata di sana dengan menerbangi berbagai rute di Thailand.

        Namun demikian, Dahlan mengatakan besarnya misi maskapai tersebut tidak membuat pemerintah setempat mau menyelamatkan perseroan melalui suntikan dana.

        "Direksi GA sebaiknya juga jangan memimpikan keindahan uang pemerintah. Biar pun masih mayoritas, tetap saja pemerintah hanya mayoritas tipis di Garuda," ujar Dahlan Iskan. "Jadi, kapan soal GA diputuskan: harus lewat jalan yang mana?"


        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: