Dahlan Iskan Takjub! Tanaman Porang Ternyata Tak Hanya untuk Shirataki!
Generasi ketiga pemilik pabrik porang pertama di Indonesia, PT Ambico, Johan Soedjatmiko Ishii membagikan kiat berbisnis porang dengan Dahlan Iskan dalam video YouTube bertajuk "Belajar Bisnis dari Generasi Ketiga Pemilik Pabrik Porang PT Ambico - Energi DI's Way Podcast #31". Perusahaan tersebut telah didirikan oleh sang kakek sejak 50 tahun lalu.
Saat itu, mencari porang masih sangat sulit. Tetapi kakeknya, Masharu Ishii merupakan tentara Jepang yang membelot memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sehingga menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) dan diberikan langsung oleh Presiden RI Soekarno serta berganti nama menjadi Muhammad Amin. Kemudian, pada tahun 1970, kakek Johan mendirikan pabrik porang di Pasuruan, Jawa Timur.
Baca Juga: Bisnis Porang Menggiurkan, Dahlan Iskan Berguru Langsung dengan Petaninya!
Johan bercerita bahwa kakeknya meninggal pada tahun 2002. Johan yang berkuliah di Waseda University, Jepang sering dikunjungi oleh kakeknya ke Jepang. Dan ternyata, konsumen dari PT Ambico ini juga sudah sampai ke Jepang.
Saat masih di tentara, kakeknya bertugas di bagian supply bahan baku, dan lain-lain. Terkait tanaman porang, kakeknya pertama kali tahu dari seorang peneliti pertama porang di Universitas Tokyo yang berkunjung ke Indonesia. Kakeknya dan peneliti itu terkagum-kagum karena ada tipe porang Amorphophallus muelleri di Indonesia. Dari situlah terus dipelajari sampai bisa membuat tepung dan lain sebagainya.
Dahlan Iskan sendiri tertarik dengan beras shirataki yang bahan dasarnya merupakan tanaman porang. Ini karena beras shirataki sangat baik untuk kesehatan. Awalnya, Dahlan Iskan mengira beras shirataki merupakan beras Jepang, ternyata beras shirataki diproduksi dari PT Ambico milik keluarga Johan. PT Ambico merupakan singkatan dari Ambitious Trading Company yang berasal dari moto "Boys, be ambitious!". Ini agar perusahaan terus berambisi ke arah positif.
Dan ternyata, ayah dari kakek Johan merupakan murid dari peneliti pertama tanaman porang. Peneliti itu ditugaskan untuk belajar tanaman ke Amerika. Dan profesor-profesor di Amerika selalu menanamkan agar menjadi orang yang ambisius.
Kiat-kiat ini pun terus ditanamkan ke anak-cucunya. Bahkan, Johan juga mengajarkan ke karyawan agar berani 'beda dari yang lain' agar menjadi trademark baru di dunia.
Lebih lanjut, Johan bercerita bahwa ia bergabung dengan perusahaan pada tahun 2002, setelah kembali dari kuliah di Jepang. Saat itu, Johan mengambil bahan baku dari petani dan pengepul tanaman porang.
Saat itu, tanaman masih semi-liar, misalnya muncul di hutan lalu diambil, dan dikumpulkan. Hingga 3-4 tahun lalu, belum ada petani yang membudidayakan tanaman porang.
Terlebih, pada saat perusahaan baru didirikan oleh kakek Johan. Kakeknya mengumpulkan tanaman dari seluruh pulau jawa yang kemudian dipilih kembali.
Untuk diketahui, tanaman porang ini mirip dengan tanaman iles-iles dan suwek. Namun, tanaman porang apabila dimakan langsung dapat menyebabkan gatal.
Karena itulah, Johan mengungkap bahwa jenis tanaman porang di China, Jepang dan Indonesia berbeda. Namun, penelitian terkait tanaman porang di Jepang sudah ada sejak 300 tahun lalu.
Zaman dahulu di Jepang, memakan porang sangat simpel yakni dengan mengasah porang, lalu dikasih abu dari pembakaran kayu, kemudian diaduk sampai agak mengental, barulah diberi garam dan dimakan. Abu yang digunakan bermanfaat untuk menghilangkan efek gatal dari porang. Dan makanan ini digunakan sebagai pencuci perut setiap kali orang Jepang usai berpesta.
Tetapi, Johan mengatakan bahwa makan porang secara langsung bisa berbahaya karena masih ada zat racun yang bisa merusak ginjal. Karena itu, Johan mengungkap butuh 15 tahun lamanya untuk memastikan tepung porang buatan pabriknya berkualitas baik. Bahkan, dengan kualitas untuk diekspor ke Eropa, baru berhasil dibuat dalam empat tahun terakhir ini.
Untuk memurnikan tepung porang menjadi glukomanan, Johan menggunakan teknologi dari perusahaannya sendiri. Ini karena tidak ada teknologi paten untuk berbisnis porang. Bahkan, pabrik di China atau Jepang, memiliki teknologinya sendiri.
Meski Johan sudah berhasil mengekspor produknya ke Jepang, tetapi Johan merasa masih belum begitu unggul dibandingkan dengan pabrik porang di Jepang.
Untuk diketahui, setiap perusahaan yang memurnikan porang, memiliki teknologi hingga metodenya sendiri. Karena itu, Johan mengatakan, bahan setengah jadi yang sudah dibuat Johan belum tentu cocok dengan pabrik lain di Jepang. Karena itu, selain Indonesia, top satunya yaitu China, baru kemudian Jepang, Myanmar, Vietnam, dan yang paling besar di Asia Tenggara yaitu Myanmar. Sementara Indonesia hanya sedikit di bawah Myanmar, dan sangat bisa mengalahkan Myanmar.
Meski China dan Jepang negara empat musim, tetapi porang bisa tumbuh di daratan China yang tidak ke arah utara. Lalu di Jepang, ketika musim dingin tiba, tanaman porang yang membeku disimpan di gudang terlebih dahulu.
"Indonesia sebetulnya sangat diberkati untuk iklim dan sebagainya," ujar Johan.
Namun, saat masih berbentuk keripik yakni irisan porang yang dikeringkan, proses pengeringannya sangat penting. Karena, ketika pengeringan tidak sempurna dan produk diekspor, itu bisa mencoreng nama baik Indonesia.
"Kerja perlu moral dan dilihat jauh lebih ke depan lagi, bukan keuntungan sementara," ujar Johan. "Karena kalau dilihat jauh ke depan lagi, setiap keuntungan sementara justru bisa menghancurkan keuntungan di masa depan," lanjutnya.
Dahulu, PT Ambico hanya ekspor chip keripik porang kering, lalu tepung dan glukomanan, namun sayangnya terganjal masalah dan kini memproduksi shirataki untuk dalam negeri.
Namun, Johan bercerita bahwa pada tahun 1990, perusahaannya sudah mengekspor shirataki basah yang hari ini dikonsumsi banyak orang. Sementara zaman dahulu, orang Indonesia mengonsumsi banyak kalori sehingga tidak cocok momennya untuk di Indonesia. Sejak itulah, PT Ambico fokus pada ekspor hingga sekarang.
"Baru tiga tahun terakhir, ekspor dibalap oleh konsumsi lokal," cerita Johan.
Lebih lanjut, Johan bercerita, setelah lulus kuliah di Waseda University, selama satu setengah tahun Johan berkeliling pabrik makanan di Jepang dengan bekerja kasar. Johan terus mendalami disiplinnya pabrik Jepang, hingga teknoloi, metode kerja, dan lain sebagainya. Namun, menurut Johan, dari sejak ia bergabung pada tahun 2002 hingga tahun 2021 ini, penerapannya baru 80 persen.
Sebagai generasi ketiga, Johan mengaku bahwa perjalanan masih panjang. Bisnisnya baru berkembang belakangan ini. Bahkan, selama 20 tahun pertama, pabrik porang ini terus merugi sampai karyawannya bingung bekerja memproduksi apa. Tetapi, kakek Johan memiliki misi dan visi jangka panjang, yang baru dirasakan di era Johan. Kakeknya juga yakin bahwa produk ini akan bisa membantu orang.
Johan sendiri termasuk orang yang mengonsumsi shirataki dicampur beras merah. Hal ini karena shirataki tinggi akan serat sehingga ia bisa mengontrol berat badan. Dan glukomanan dari porang sendiri bisa digunakan untuk berbagai hal bagi masyarakat Eropa dan Amerika. Karena itu, Johan melihat pasar porang di jagat internasional sangat besar.
Terlebih, konsumsi shirataki di Indonesia telah bergeliat karena masyarakat sudah mulai peduli terhadap kesehatan. Ini karena shirataki memiliki serat yang tinggi, menambah daya tahan tubuh, bahkan untuk orang-orang pengidap autisme bisa membuat mereka lebih stabil. Selain makanan, porang juga bisa digunakan untuk kosmetik dan lain sebagainya.
Johan bercerita bahwa dahulu mereka 90 persen ekspor, tetapi kini sudah seimbang antara ekspor dan untuk dalam negeri, bahkan permintaan lokal bisa melebihi ekspor. Karena itulah, Johan mengambil porang dari seluruh Indonesia untuk memenuhi permintaan. Dan Johan bisa mengumpulkan sampai 1.000 ton dengan standar bahan baku yang tinggi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: