Dengar! Dubes Israel Tutupi Fakta Historis Penjajahan atas Palestina
Berbagai elemen di Indonesia menolak langkah-langkah Israel untuk menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Indonesia. Kelompok muslim dan organisasi nonpemerintah menilai Indonesia memiliki amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang menolak penjajahan.
Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, kepada Anadolu Agency pada Selasa (22/6/2021) mengatakan Israel berusaha memecah kekuatan negara pendukung Palestina, terutama di Asia Tenggara. Khusus bagi Indonesia, kata Sudarnoto, sikap mendukung kemerdekaan Palestina adalah amanah konstitusi UUD 1945.
Baca Juga: Bekas Bos Intelijen Pekikkan Kalimat Ini, Israel Harus Segera Tendang Hamas dari Gaza
“Jadi sangat tidak mungkin Indonesia melakukan perubahan pandangan dan mengikuti ajakan Israel,” ucap dia.
Kamis lalu, Duta Besar Israel untuk Singapura Sagi Karni mengatakan pemerintahnya ingin menjalin hubungan dengan negara-negara muslim di ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Karni mengatakan ada kesalahpahaman di antara ketiga negara itu dalam melihat masalah Palestina. Israel menurut dia selama ini memerangi Hamas, bukan bangsa Palestina.
Menanggapi hal itu, Sudarnoto menilai narasi yang dikembangkan Israel adalah upaya melokalisasi isu Palestina, seolah-olah masalah ini hanya isu hubungan Israel dan Hamas, padahal sebenarnya mereka tetap melakukan penjajahan terhadap bangsa Palestina.
“Memang tiga negara muslim di Asia Tenggara ini termasuk negara yang tidak pernah mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel,” kata Sudarnoto.
Faktanya Palestina dijajah
Menurut Sudarnoto, pernyataan Dubes Sagi Karni itu adalah bentuk pengalihan narasi yang sangat menyesatkan. Selain itu, menutup fakta historis soal aneksasi, penggusuran, dan genosida yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
“Isu utamanya adalah penjajahan dan imperialisme Israel. Bukan konflik Hamas dengan Israel,” ungkap Sudarnoto yang juga Guru Besar Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Selain itu, MUI juga menyoroti terpilihnya Perdana Menteri Israel Naftali Bennett yang dikenal brutal.
Sudarnoto mengatakan MUI akan tetap istiqamah dan situasi ini justru akan memperkuat sikap teguh membela Palestina.
Muhendri Muchtar, Ketua Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (KISPA), mengatakan tidak ada kesalahpahaman dari sikap bangsa Indonesia mendukung Palestina.
Menurut dia, Dubes Sagi Karni mencoba melakukan pemutarbalikkan fakta terhadap situasi di Palestina.
Hal ini menurut dia adalah bentuk penipuan Israel atas penjajahan Palestina.
“Dari segi kemanusiaan, manusia mana pun pasti tidak setuju dengan penjajahan,” ucap dia kepada Anadolu Agency.
Muhendri juga menolak pandangan Israel yang menganggap bahwa negara zionis itu hanya memerangi Hamas, bukan bangsa Palestina.
Kalaupun memang yang terjadi di Palestina adalah perang Israel melawan Hamas, lanjut Muhendri, mengapa yang melakukan pembalasan adalah faksi-faksi perlawanan lainnya, termasuk Fatah.
“Ini menjadi pembantah. Bahwa yang diperangi Israel adalah rakyat Palestina,” kata Muhendri.
Israel mencari legitimasi
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Agung Nurwijoyo mengatakan pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel tidak menjadi prioritas bagi kebijakan luar negeri Indonesia saat ini.
“Kita belajar juga, sebenarnya dari normalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab yang terjadi selama ini, tidak menjadi jaminan terciptanya perdamaian,” kata Agung kepada Anadolu Agency.
Agung pun mengatakan, Israel berusaha menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia karena bobot legitimasi dari negara-negara mayoritas Muslim sangat besar jika mengakui kedaulatan Israel.
Di samping itu, Agung melihat pembukaan hubungan diplomatik menjadi pintu masuk bagi kerja sama formal Indonesia dan Israel secara lebih luas, termasuk perdagangan, investasi, pertahanan dan sebagainya.
Agung mengusulkan agar Indonesia fokus mendorong langkah-langkah untuk menghadirkan kehadiran pihak-pihak internasional, baik di kota Yerusalem, wilayah Tepi Barat ataupun Jalur Gaza sebagai langkah preventif eskalasi konflik yang kapan pun mungkin terjadi.
Selain itu, Indonesia perlu membuat langkah strategis membuat Peta Jalan Damai yang dimulai dari unifikasi Palestina khususnya faksi Hamas dan Fatah. Indonesia, terang Agung, juga harus tetap konsisten untuk terus melakukan langkah konkret bagi Palestina khususnya terhadap capacity building masyarakat Palestina yang selama ini juga terus dilakukan.
“Alangkah lebih baiknya, langkah konkret ini juga dibangun dengan kelompok civil society di Indonesia yang memang punya simpati besar terhadap isu ini,” ucap Agung.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: