Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Berkali-kali Surati ICW, Tapi Gak Direspons, Sikap Moeldoko Benar-Benar Utamakan Kekeluargaan

        Berkali-kali Surati ICW, Tapi Gak Direspons, Sikap Moeldoko Benar-Benar Utamakan Kekeluargaan Kredit Foto: Instagram/Moeldoko
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita, ikut menyoroti sikap kekeluargaan yang diutamakan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

        Hal tersebut terkait surat somasi ketiga dari Moeldoko kepada Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk mendapat klarifikasi atas tuduhan keterlibatan mengambil keuntungan dari peredaran obat Ivermectin dan ekspor beras.  Baca Juga: Sabar Kasih Waktu ICW, Mahasiswa dan Milenial Puji-Puji Sikap Pak Moeldoko

        "Langkah Moeldoko terhadap ICW harus dilihat dari sudut penyelenggara negara dan lembaga civil society yang memliki tugas sebagai watcdog anti korupsi. Sikap Moeldoko melakukan Somasi lazim sampai tiga kali merupakan langkah pro justitia," ujarnya, kepada Media, Rabu (25/8/2021).  Baca Juga: Dianggap Jadi yang Paling Pas Gantikan Jokowi, Ini Sederet Kelebihan Moeldoko

        Menurut dia, somasi yang dilayangkan Moeldoko berkenaan dengan upaya hukum karena tuduhan ICW berdampak negatif terhadap nama baik dan karir Moeldoko. Maka perlu diklarifikasi oleh ICW sesuai dengan norma kebiasaan dan hak yang berlaku.

        Ia pun menilai ICW perlu menjawab seluruh klarifikasi yang diminta pihak Moeldoko dengan penuh tanggung jawab. "ICW harus bertanggung jawab atas tuduhan terhadap Moeldoko sebagai asas hukum," tegas Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran ini.

        Romli mengatakan warga negara Indonesia harus menjunjung tinggi hukum. Tidak boleh ada pihak yang kebal hukum. 

        "Siapa yang menuduh harus membuktikan dengan sikap ksatria dan tidak lari bermain, hit and run (pengecut)," pungkasnya.

        Penasihat hukum Moeldoko, Otto Hasibuan melayangkan somasi kali ketiga bagi ICW. Tenggat waktu yang diberikan kepada ICW untuk memberi klarifikasi 5x24 jam sejak Jumat, (20/8).

        "Kami berunding dengan Pak Moeldoko, ya, sudah kalau orang salah siapa tahu mau berubah. Kami berikan kesempatan sekali lagi, kesempatan terakhir kepada saudara Egi, surat teguran ketiga dan terakhir. Kami tegas katakan kami berikan 5 x 24 jam untuk mencabut pernyataan dan minta maaf kepada Pak Moeldoko," katanya. 

        Somasi pertama Moeldoko dilayangkan pada tanggal 30 Juli 2021, kemudian somasi kedua pada tanggal 6 Agustus 2021. Dalam kedua somasi tersebut, Otto meminta peneliti ICW Egi Primayogha memberikan bukti-bukti dari mengenai pernyataan soal Moeldoko mengambil rente dari peredaran Ivermectin serta menggunakan jabatannya untuk melakukan ekspor beras.

        "Apabila tidak mencabut dan meminta maaf, saya nyatakan dengan tegas bahwa kami sebagai penasihat hukum akan melapor ke polisi," kata Otto.

        Otto menyebut Moeldoko sudah memberikan waktu yang cukup kepada ICW untuk menjawab somasi pertama dan kedua. Akan tetapi, dia merasa tidak puas dengan surat jawaban ICW.

        Ia menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk berlindung di balik demokrasi tetapi mencemarkan nama orang lain.

        "Jadi, kalau sampai tidak minta maaf, kami akan lapor kepada yang berwajib, ke kepolisian. Mudah-mudahan Pak Moeldoko sendiri yang akan melapor ke kepolisian," kata Otto.

        Menurut Otto, Egi Primayogha tidak membalas somasi Moeldoko, tetapi yang membalas somasi adalah Koordinator ICW Adnan Topan Husodo.

        "Di surat dia disebut sebagai Koordinator ICW saja, bukan kuasa hukum saudara Egi, padahal yang tegas yang memberikan menyampaikan siaran pers dan diskusi publik adalah Egi sendiri dan temannya, jadi perbuatan pidana itu tidak bisa dipindahkan kepada orang lain," ujar Otto.

        Dalam surat balasan ICW tersebut, Otto menilai ICW tidak dapat membuktikan analisis mengenai dugaan keterlibatan Moeldoko dalam peredaran Ivermectin dan ekspor beras.

        "Balasan mereka benar-benar melakukan fitnah dan pencemaran nama baik karena mereka mengatakan melakukan penelitian sebelum mengungkap ke media," katanya.

        Dalam balasan surat, lanjut dia, ternyata bila dilihat metodologinya tidak ada interview, hanya mengumpulkan data sekunder. Dengan demikian, ini bukan penelitian karena ICW hanya membuat analisis dengan menggabung-gabungkan cerita yang ada di media.

        Isi lain surat balasan ICW itu, ungkap Otto, adalah ICW mengakui adanya misinformasi.

        "Kalau mereka misinformasi, lalu melontarkan di media massa, sepatutnya mereka meralat atau mencabut pernyataan semula karena sudah merugikan Pak Moel, nama baik sudah telanjur tercemar, tidak bisa entengnya mengatakan misinformasi lalu selesai, harus tegas mencabut dan memulihkan nama Pak Moeldoko," kata Otto.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: