Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sikap Moeldoko Tepat, Jangan Seret-Seret Presiden Jokowi ke Masalah KPK, Jangan!

        Sikap Moeldoko Tepat, Jangan Seret-Seret Presiden Jokowi ke Masalah KPK, Jangan! Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi UU KPK soal alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN), Selasa (31/8), pakar hukum Prof. Dr Agus Surono menyatakan bahwa Putusan MK membuktikan bahwa Pimpinan KPK dalam kebijakannya terkait masalah alih status pegawai KPK yang tidak lolos TWK adalah benar secara hukum.

        Karena itu, janganlah publik mempunyai opini untuk menyelesaikan persoalan itu kepada Presiden, sehingga Presiden tidak perlu dibawa-bawa untuk ikut menyelesaikan persoalan status pegawai KPK. Baca Juga: Datangkan 50 Juta Vaksin Covid-19, Bos Indofarma: Pengadaan Vaksin Covovax Dikawal KPK

        Prof Agus, yang merupakan guru besar ilmu hukum pada Universitas Pancasila tersebut, mengatakan bahwa sikap Presiden selama ini juga nampak sejalan sebagaimana pernyataan dan sikap Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko selama ini.

        "Saya menyetujui dan menilai tepat sikap Moeldoko yang selama ini meminta para pihak serta kalangan masyarakat berhenti menarik-narik Presiden Jokowi masuk dalam kasus tersebut," ujar Prof. Agus, Kamis (2/9/2021). Baca Juga: Jadi Tersangka Suap Lelang Jabatan Kades, KPK Tahan Bupati Probolinggo dan Suaminya Yang Anggota DPR

        Lanjutnya, ia mengatakan persolan yang harus diselesaikan oleh Presiden saat ini, hendaklah lebih baik masyarakat mendorong agar diprioritaskan pada persoalan mengatasi masalah faksinasi Covid-19 dan juga bagaimana mengembalikan ekonomi masyarakat. 

        Menurutnya, permasalahan permintaan pegawai KPK yang gagal dalam tahapan TWK untuk diangkat langsung menjadi ASN yang telah sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan juga peraturan perundang-undangan yang terkait merupakan perbuatan yang sah dan mempunyai dasar hukum yang benar secara hukum.

        "Apalagi setelah adanya putusan MK yang menolak seluruh permohonan pemohon terkait judicial review Pasal 68B Ayat 1 dan Pasal 69C  UU KPK yang mengatur soal peralihan pegawai KPK menjadi ASN, membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh Pimpinan KPK sah dan dapat dibenarkan secara hukum," jelasnya.

        Selanjutnya ia menjelaskan bahwa dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, hendaknya harus dipedomani oleh semua pihak karena putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang sifatnya final and binding, sehingga tidak boleh ditafsirkan lain lagi dan oleh karenanya semua pihak harus menghormati putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, termasuk masyarakat atau bahkan Presiden sekalipun.

        "Karena sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945: Indonesia adalah negara hukum. Artinya setiap tindakan dari segenap elemen masyarakat harus sesuai dan berdasarkan hukum, dalam hal ini putusan Mahkamah Konstitusi salah satunya," katanya.

        Prof Agus, menghimbau kepada semua masyarakat dan juga penyelenggara negara tanpa kecuali, harus konsisten melaksanakan putusan MK tersebut. Hal itu juga membuktikan bahwa KPK, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) telah menjalankan tugas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai amanah tindak lanjut UU KPK terkait alih status pegawai KPK.

        "Justru sebaliknya apabila Presiden ikut campur ke dalam masalah tersebut dengan mengangkat langsung pegawai KPK yang tidak lulus itu menjadi ASN, maka justru Presiden dapat dikualifikasi abuse of power, antara lain melanggar UU ASN, UU KPK dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Alih Pegawai KPK menjadi ASN,” ujar Prof Agus. 

        Ia juga sebenarnya merasa aneh dengan Novel Baswedan cs yang gagal dalam TWK,  manakala mendengar mereka meminta diangkat langsung menjadi ASN. “Bila benar minta diangkat langsung, itu juga sikap inkonsisten, karena mereka sempat menolak revisi UU KPK dan alih fungsi status pegawai,” katanya. 

        Sebelumnya, pada saat polemik tentang penonaktifan 75 pegawai KPK karena tidak lulus TWK merebak di media massa, Prof. Agus Surono senantiasa konsisten menyebut bahwa apa yang dilakukan KPK adalah benar dan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

        "Keputusan Pimpinan KPK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab 75 pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) pada Tes Wawasan Kebangsaan itu sudah berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) dan aturan perundang-undangan yang berlaku," katanya pada Mei lalu.

        Menurut dia, hal itu selaras dengan prinsip Presumptio Iustae Causa, yakni  bahwa keputusan pimpinan KPK yang dikeluarkan tersebut harus atau selayaknya dianggap benar menurut hukum. "Dan oleh karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya," ujar Prof Agus. 

        Saat itu Prof. Agus sependapat dengan Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri  yang menyatakan bahwa keputusan saat itu bukan penonaktifan, namun penyerahan tugas dan tanggung jawab berdasarkan arahan langsung dari atasan.

        Penyerahan tugas itu, menurut dia, tentunya dilakukan untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di KPK untuk melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi agar tidak terkendala, serta menghindari adanya permasalahan hukum berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan.

        Ia bahkan menegaskan, karena dalam pengambilan keputusan tersebut juga dihadiri Dewan Pengawas KPK dan bahkan sudah ada putusan Dewan Pengawas KPK yang menyatakan tidak ada pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK terkait keputusan pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial terkait 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. 

        "Apa yang sudah dilakukan oleh Pimpinan KPK telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang revisi UU KPK yang mengatur status pegawai KPK adalah ASN, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), dan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN),” kata Prof. Agus saat itu.

        Prof. Agus saat itu juga menyebut tiga peraturan hukum yang menjadi landasan hukum keputusan Pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial, yakni UU No 19/ 2019, PP No 41/ 2020 dan Perkom No 1/2021, yang membuat keputusan tersebut dapat dikualifikasi sebagai beskhiking yang bersifat mengikat dan sah secara hukum. 

        Sebagaimana diketahui, pada Selasa (31/8) MK mengeluarkan keputusan yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring. 

        "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar. Anwar mengatakan, seluruh permohonan yang didalilkan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Oleh karena itu, permohonan tersebut harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya. 

        Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak seluruh permohonan pemohon (Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia yakni Yusuf Sahide) terhadap uji materi ketentuan Pasal 68B Ayat 1 dan Pasal 69C yang mengatur soal peralihan pegawai KPK menjadi ASN, membuktikan bahwa “Kebijakan Pimpinan KPK soal alih status pegawai KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan sah serta mengikat secara hukum.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: