Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Cuma Kasih Rp9,5 Juta buat Uang Kompensasi Kematian Covid-19, India Dihujam Kritikan: Lelucon!

        Cuma Kasih Rp9,5 Juta buat Uang Kompensasi Kematian Covid-19, India Dihujam Kritikan: Lelucon! Kredit Foto: Antara/REUTERS/Adnan Abidi
        Warta Ekonomi, New Delhi -

        Rencana pemerintah India untuk memberi kompensasi 50 ribu Rupee (Rp9,5 juta) untuk setiap kematian Covid-19 menuai banjiran kritikan. Seperti diwartakan Arab News, kritikan itu ramai muncul hanya selang sehari setelah pada Senin (4/10/2021), Mahkamah Agung India menyetujui rencana pemberian kompensasi.

        Dalam kritikannya, aktivis menyebut pembayaran kompensasi sebagai 'lelucon dan penghinaan' bagi keluarga korban Covid-19. Para ahli hingga keluarga korban juga sampai terang-terangan mengatakan bahwa kompensasi yang ditawarkan pemerintah India 'terlalu sedikit' untuk meredakan penderitaan warga.

        Baca Juga: India Mulai Vaksinasi Anak 12 Tahun ke Atas dengan Vaksin ZyCoV-D

        Menurut data resmi, India telah mencatat hampir 447 ribu kematian akibat Covid-19. Ini berarti total kompensasi berdasarkan pembayaran Rp9,5 juta mencapai lebih dari Rp4,2 triliun.

        Namun, para ahli mengatakan jumlah kematian setidaknya 10 kali lebih tinggi, dengan kebanyakan orang kehilangan nyawa mereka selama gelombang kedua wabah antara Maret hingga Mei tahun ini.

        Nitish Kumar, 15 tahun, adalah salah satu yang ikut mengkritisi putusan kompensasi Rp9,5 juta. Kumar yang berasal dari negara bagian Bihar di timur, kehilangan kedua orang tuanya karena Covid-19 pada Mei.

        Kumar mengatakan bahwa meskipun dia 'bersyukur' atas dukungan negara, tetapi kompensasi tidak bisa langsung mengurangi beban hidup baginya dan dua saudara kandungnya, yang berusia 17 dan 13 tahun.

        "Kami tidak memiliki wali, dan saya satu-satunya pencari nafkah yang tersisa. Kami membutuhkan setidaknya 15-20 ribu Rupee (Rp2,8-3,8 juta) per bulan untuk memberi makan diri sendiri dan membayar pendidikan kami dan biaya lainnya. Berapa lama kompensasi ini akan bertahan untuk mengatasi tantangan-tantangan itu?" kata Kumar.

        Kepada Arab News, Kumar juga mengaku khawatir lantaran uang yang mereka terima dari departemen kesejahteraan anak negara bagian dan tabungan orang tua mereka yang sedikit akan segera habis.

        "Bagi kami, tantangan utama tidak hanya untuk bertahan hidup tetapi untuk membangun diri kita sendiri dan membuat masa depan kita. Sepertinya itu sangat sulit sekarang," tambah Kumar yang bercita-cita menjadi dokter.

        Dalam perintahnya pada hari Senin, pengadilan tinggi mengarahkan pemerintah untuk mencairkan jumlah kompensasi melalui dana bantuan bencana negara dalam waktu 30 hari setelah keluarga mengajukan permohonan.

        Perintah itu juga memperingatkan pihak berwenang untuk tidak menolak klaim jika sertifikat kematian gagal menyebutkan Covid-19 sebagai penyebabnya. Akan tetapi, pengadilan juga menetapkan bahwa 'kematian yang terjadi karena keracunan, bunuh diri, pembunuhan, atau kecelakaan tidak akan dianggap sebagai kematian Covid-19, meski saat meninggal, individu memiliki kondisi penyakit tersebut.

        Dikatakan pula bahwa kompensasi adalah bagian dari 'skema kebaikan' dan akan dibayarkan dengan jumlah di atas nilai yang diberikan oleh pusat dan negara bagian.

        Putusan dari pengadilan itu kemudian langsung ditentang oleh Gaurav Kumar Bansal. Bansal sendiri adalah salah satu pengacara yang mengajukan petisi meminta pembayaran kompensasi 400 ribu Rupee (Rp76,4 juta) kepada masing-masing keluarga korban Covid-19. 

        Dalam pernyataannya, Bansal pun tegas mengatakan kompensasi Rp9,5 juta yang dikucurkan pemerintah tidak akan bertahan lama.

        Sebaliknya, dia menyarankan agar kompensasi didasarkan pada kebutuhan.

        "Jumlah itu akan sangat berarti bagi masyarakat yang terpinggirkan, tetapi itu tidak akan cukup untuk kalangan yang mampu. Dengan keluarga yang terdiri dari tiga orang, kami selalu membutuhkan uang untuk bertahan hidup," ucap Bansal.

        Dalam petisi Juni ke pengadilan, Bansal mengatakan bahwa sejak pandemi Covid-19 dinyatakan sebagai bencana nasional, pemerintah secara hukum terikat untuk membayar USD5.500 (Rp78 juta) kepada keluarga terdekat, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Penanggulangan Bencana 2005.

        Pemerintah India menolak itu dan mengatakan pembayaran dengan jumlah itu adalah 'di luar jangkauan finansial'  negara. Pemerintah juga beralasan bahwa negara masih membutuhkan dana untuk biaya terkait pandemi lainnya. 

        Alasan pemerintah itu juga dianggap tidak masuk akal oleh Anand Chourasia dari kota timur Dhanbad. Chourasia yang seorang dokter, telah kehilangan istrinya karena Covid-19 pada bulan April. Sama seperti Kumar dan Bansal, Chourasia ikut mempertanyakan nilai kompensasi Rp9,5 juta di era saat ini. Apalagi menurut Chourasia, untuk mengklaim kompensasi, warga dituntut untuk melakukan prosedur rumit.

        "Untuk mengklaim jumlah ini, Anda harus melakukan begitu banyak dokumen sehingga banyak yang tidak mau repot-repot mengklaimnya. Saya merasa mereka hanya sedang bermain dengan emosi kami," ujar Chourasia. 

        Para ekonom juga berpendapat sama dan menyebut bahwa pemerintah harusnya bisa 'menghormati komitmen hukum' dengan membayar USD 5.500 kepada setiap korban Covid-19.

        "Total biaya pemberian USD 5.500 kepada setidaknya 450 ribu orang tidak akan lebih dari USD 2.250 juta, yang kurang dari 0,5 persen dari anggaran nasional dan sangat terjangkau.

        "Kompensasi sebesar 50 ribu Rupee terlalu kecil untuk sebuah keluarga, dan pemerintah seharusnya mempertimbangkan kerugian yang diderita keluarga tersebut," kata ekonom yang berbasis di Delhi, Prof. Arun Kumar.

        Sementara, aktivis sosial dan pendiri LSM Jaringan Kebebasan Manusia, Suresh Kumar, menyebut kompensasi Rp9,5 juta sebagai 'lelucon' dan 'penghinaan' bagi anak-anak dan keluarga yang membutuhkan dukungan pemerintah.

        "India adalah negara kesejahteraan, dan pemerintah harus melakukan segala cara yang memungkinkan untuk mendukung keluarga dan anak-anak yang membutuhkan," katanya.

        Di sisi lain, otoritas pemerintah pada Selasa belum segera menanggapi komentar dari Arab News.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: