Pelaku industri optimistis permintaan pulp dan turunannya, seperti kertas dan serat viscose-rayon masih prospektif dalam beberapa tahun ke depan kendati pandemi covid-19 masih melanda.
Menyikapi tren permintaan pulp yang positif tersebut, pelaku industri meyakini bisnis yang berkelanjutan akan menjadi praktek yang semakin penting untuk diterapkan untuk semakin bersaing di pasar global.
Baca Juga: APRIL Dukung Pemanfaatan Hutan dengan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Hal tersebut disampaikan oleh Sihol Aritonang, Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), unit operasi produsen pulp dan kertas APRIL Group secara virtual dalam bisnis forum yang diadakan di Paviliun Indonesia, Expo 2020 Dubai, Senin (11/10/2021).
Berdasarkan data Hawkins Wright Outlook, Sihol menerangkan bahwa ada potensi kenaikan permintaan pulp dunia sebesar 2% per tahun hingga 2025. Tak hanya itu, permintaan bisnis kertas dan kemasan juga diproyeksikan meningkat dari 410 juta ton pada 2019 menjadi 488 juta ton pada 2035.
Tren yang sama berlaku untuk permintaan serat viscose atau rayon yang diprediksi meningkat menjadi 7,66% pada 2030 dari sebelumnya 6,56% pada 2020. Serat viscose merupakan salah satu industri turunan kayu berupa dissolving pulp yang menjadi bahan baku kain untuk kebutuhan industry tekstil.
Sihol juga menekankan bahwa permintaan global saat ini sangat bergantung pada ekspektasi pasar terhadap aspek keberlanjutan atau sustainability.
“Tuntutan ini datang dari pelanggan, pemberi modal dan pemangku kepentingan. Dan kami sangat mengapresiasi komitmen KLHK dalam mendukung pertumbuhan produk kehutanan yang legal dan lestari lewat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK),” ujar Sihol secara virtual dalam bisnis forum yang diadakan di Paviliun Indonesia, Expo 2020 Dubai, Senin (11/10/2021).
Adanya sertifikasi kayu tersebut, lanjut Sihol, telah membantu industri pulp dan kertas nasional untuk memasuki pasar dunia yang semakin mengedepankan pembelian produk yang dikelola secara lestari bersumber dari bahan baku yang dikelola secara bertanggung jawab.
Di APRIL, lanjut Sihol, perusahaan berkomitmen untuk terus mendukung aspek keberlanjutan tidak hanya dalam kegiatan operasional yang berdampak pada lingkungan saja, namun juga dari sisi sosial dengan memperkuat pemeberdayaan masyarakat.
Semangat tersebut dituangkan dalam visi “APRIL 2030”, yakni serangkaian komitmen dan inisiatif yang bertujuan memberikan dampak positif terhadap iklim, alam dan masyarakat hingga 2030 nanti sembari tetap tumbuh menjadi perusahaan yang terus mengedepankan berkelanjutan.
Dalam APRIL2030, APRIL berupaya mencapai net zero emission dari penggunaan lahan (Climate Positive), memajukan lanskap yang berkembang lewat pendekatan produksi-proteksi (Thriving Landscape), pemberdayaan masyarakat dengan salah satunya mengurangi kemiskinan ekstrem di sekitar wilayah operasional (Inclusive Progress) dan terus mengedepankan diversifikasi dan sirkularitas dalam operasional pabrik (Sustainable Growth).
“Komitmen ini tidak semata-mata demi memenuhi permintaan pemangku kepentingan tapi juga jawaban akan permintaan pasar akan produk berkelanjutan.”
APRIL Group dikenal sebagai perusahaan pulp dan kertas yang mengedepankan prinsip keberlanjutan sesuai dengan Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (Sustainable Forest Management Policy) 2.0. APRIL mampu memproduksi 2,8 juta ton pulp dan 1,15 juta kertas di setiap tahunnya dimana salah satu produk unggulannya ‘PaperOne’telah dipasarkan ke lebih dari 70 negara di seluruh dunia.
“Jadi kami optimistis industri pulp tetap kondusif dan kunci untuk menjawab permintaan pasar bagi perusahaan pulp dan kertas adalah dengan menerapkan pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan,” ujarnya.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan bersama dengan kebutuhan negara untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, maka, keterlibatan multi-stakeholder menjadi prioritas.
Saat ini, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan sekaligus mengoptimalkan perlindungan terhadap lingkungan. Salah satunya dengan memberlakukan moratorium izin baru di hutan alam primer dan lahan gambut. Pemerintah juga berkomitmen untuk merehabilitasi 600.000 hektar hutan bakau pada tahun 2024.
“Pemerintah juga telah mengesahkan Omnibus Law penciptaan lapangan kerja yang merupakan terobosan yang akan meningkatkan investasi dan meningkatkan kegiatan usaha, dengan tetap menjaga prinsip berwawasan lingkungan dan berkelanjutan,” kata Alue.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: