Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Duh... Ingat! Perut yang Sakit Belum Tentu Maag, Jangan Diobati Sendiri karena...

        Duh... Ingat! Perut yang Sakit Belum Tentu Maag, Jangan Diobati Sendiri karena... Kredit Foto: Pexels/Andrea Piacquadio
        Warta Ekonomi -

        Sakit maag merupakan masalah yang banyak dialami masyarakat. Permasalahannya, orang terkadang mengobati dirinya sendiri hingga malah membuat kondisi lebih parah.

        "Akhirnya penyakitnya berlanjut, pas diperiksa sudah macam-macam yang ditemukan, bahayanya kalau itu kanker lambung," kata Prof Ari Fahrial Syam dalam acara seminar awam "Kenali Apa Itu Gastristis dan Bahayanya Bagi Kesehatan", dikutip Sabtu (30/10).

        Baca Juga: Apa Benar Jambu Biji Bermanfaat untuk Penderita Diabetes? Ternyata…

        Ari mengatakan, sakit perut tidak selalu menjadi tanda maag. Pasien dengan sakit maag atau dispepsia akan merasa tak nyaman di sekitar ulu hati, kembung, sering sendawa, mual, cepat kenyang, dan tak nafsu makan.

        Menurut Ari, dispepsia ada dua jenisnya, yaitu fungsional dan organik. Dispepsia fungsional, organ terlihat normal, bahkan saat dilakukan endoskopi. Dispepsia organik menunjukkan peradangan, misalnya di kerongkongan, tukak lambung, tumor, hingga kanker.

        "Sakit perut itu tak selalu sakit maag. Nyeri ulu hati tak selalu gastritis. Jangan mengobati diri sendiri. Pernah ada pasien ada batu di kantong empedu mengalami gejala mirip maag," ujar guru besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini.

        Dispepsia fungsional memiliki keluhan terasa kembung setelah makan, cepat kenyang, dan gasnya banyak. Permasalahan maag berhubungan dengan otak, misalnya saat stres maka lambung bisa terasa kembung dan begah. Jika pasien sering kambuh merasa sakit maag, Ari menyarankan untuk melakukan endoskopi.

        Baca Juga: Waduh… Nggak Nyangka Banget! Merokok Ternyata Dapat Meningkatkan Risiko Diabetes, Kok Bisa?

        "Perlu endoskopi karena kita bisa melihat struktur saluran atas, bisa kelihatan ada luka, kanker, atau tumor. Kalau mencurigakan, dokter bisa biopsi, apakah ada tanda-tanda terjadi kanker," kata dokter spesialis penyakit dalam ini.

        Berdasarkan hasil penelitian beberapa waktu lalu, Ari mengatakan, kondisi sakit maag di Indonesia juga bergantung pada etnis. Sekitar satu dari lima orang memiliki bakteri di usus, bahkan juga sering menemukan ulkus hasil dari kuman Helicobacter pylori, khususnya dari suku Batak, Papua, Bugis.

        "Setelah diobati, pasien akan sembuh total," ujar Ari.

        Ari menyarankan untuk berhati-hati mengobati nyeri ulu hati. Beberapa obat yang beredar di pasaran bisa menipiskan dinding lambung.

        Masyarakat juga disarankan untuk mewaspadai penggunaan obat herbal. Sebab, banyak obat herbal yang ternyata mengandung bahan kimia berbahaya.

        Ari mengatakan, ada beberapa kriteria sakit maag yang perlu diwaspadai masyarakat. Pertama, mempunyai sakit maag ketika berumur di atas 45 tahun. Kedua, berat badan turun dan pucat. Ketiga, muntah darah atau muntah terus-menerus.

        Baca Juga: Catat! Ini Tips Ampuh Mencegah dan Mengatasi ‘Duet’ Diabetes dan Asam Urat

        "Inti pengobatan maag adalah makan teratur, hindari juga makanan berlemak, rokok, kopi, soda, kol, sawi, alkohol, cabai rawit, ketan, mi, bihun, ketan, dodol, gulai kambing, dan pengendalian diri agar tak stres," jelas Ari yang merupakan konsultan gastroenterologi dan hepatologi ini.

        Prinsipnya, sakit maag bisa diobati. Akan tetapi, ketahui terlebih dahulu penyebabnya.

        "Yang agak susah dispepsia fungsional karena berhubungan dengan pikiran dan makanan," ujar Ari yang menjabat sebagai dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

        Baca Juga: Duh Waduh… Ini Alasan Mengapa Mi Instan Tidak Baik untuk Penderita Diabetes

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: