Jadi Presidensi G-20 2022 untuk Pertama Kalinya, Indonesia jadi Sorotan Dunia
Di saat semua negara tengah memulihkan diri dari dampak ekonomi yang disebabkan oleh Pandemi Covid-19, Indonesia dipercaya memegang posisi keketuaan (presidensi) di G-20 tahun 20228, yang rencananya akan digelar di Bali. Tema yang akan diusung adalah "Recover Together, Recover Stronger," atau bahasa Indonesianya adalah "Pulih Bersama, Pulih dan Menjadi Lebih Kuat."
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Suminto, dalam siaran persnya, mengatakan kepercayaan untuk memegang presidensi G20, juga berarti kepercayaan terhadap kemampuan Indonesia dalam memulihkan diri dari pandemi, oleh forum yang beranggotakan 19 negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar dan Uni Eropa.
"Di saat yang bersamaan, dunia akan memantau bagaimana Indonesia melanjutkan program-program pemulihan. Ini adalah kesempatan, sekaligus tantangan," ujar Suminto.
Kepercayaan yang diberikan kepada Indonesia, tentunya akan mempengaruhi persepsi para pelaku ekonomi di tingkat internasional terhadap perekonomian dalam negeri. Kepercayaan tersebut diharapkan akan mempermudah upaya pemerintah untuk mengundang investasi dari luar negeri, yang akan berdampak pada percepatan pemulihan perekonomian Indonesia.
"Perhelatan yang rencananya akan digelar di Bali pada tahun depan itu, terdiri dari sejumlah pertemuan dari berbagai macam tingkatan, termasuk di tingkatan menteri dan di tingkatan kepala negara. Tentunya pertemuan-pertemuan itu, akan berdampak positif terhadap perekonomian di Bali, dan akan membuka banyak lapangan pekerjaan," jelasnya.
G20 adalah forum yang beranggotakan sembilan belas negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia plus Uni Eropa. Forum tersebut merepresentasikan 85% perekonomian global, 80% investasi global, 75% perdagangan internasional, dan 66% penduduk dunia. Dari Asia Tenggara, hanya Indonesia yang berstatus sebagai anggota tetap.
G20 dibentuk tahun 1999 untuk merespons krisis keuangan Asia yang berdampak pada pasar keuangan di negara-negara maju. Inisiator forum percaya, krisis keuangan Asia menunjukkan bahwa emerging economies memiliki pengaruh sistemik yang signifikan dalam perekonomian global. Hal ini memunculkan kesadaran perlunya melibatkan emerging economies dalam forum tata kelola global.
G20 sempat merespons shock non-ekonomi serangan teroris 11 September 2001, melalui kacamata kerja sama keuangan. Krisis finansial global pada tahun 2008, juga tidak luput dari pembahasan. Sifat responsif G20 masih dipertahankan hingga saat ini. Oleh karena itu, G20 fokus membahas pemulihan dampak ekonomi yang diakibatkan pandemi.
"Tema "Recover Together, Recover Stronger," yang diusung untuk pertemuan tahun depan, juga merupakan respon dari kondisi saat ini, di mana negara-negara di dunia masih berusaha memulihkan diri dari dampak ekonomi yang disebabkan pandemi, yang diyakini masih akan terasa hingga tahun 2022 mendatang," katanya.
G20 juga dikenal sebagai forum yang lebih luwes dibandingkan forum seperti Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Ke-luwes-an yang dimiliki G-20 berbeda dengan lembaga formal seperti PBB yang sangat terikat dengan formal treaty. Oleh sebab itu, G-20 menjadi sangat adaptif dalam menyediakan kerangka pembahasan agenda tata kelola ekonomi global yang solutif dan akomodatif berbasis konsensus. Selain itu, G20 juga dikenal dengan kepatuhan para anggotanya melaksanakan kesepakatan.
Lanjutnya, bisa dikatakan, posisi presidensi G20 adalah kesempatan emas bagi Indonesia untuk berkontribusi dalam pemulihan ekonomi global dari dampak pandemi Covid-19. Jika amanah tersebut dapat diemban dengan baik, maka kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia akan kembali meningkat, dan banyak dampak positif yang bisa dirasakan.
"Oleh karena itu, amanah yang diberikan kepada Indonesia sebagai presidensi G20, tidak boleh disia-siakan," pungkad Suminto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi
Tag Terkait: