Asosiasi Industri Depot Air Dukung Rencana Pelabelan Risiko BPA di Galon Air Minum
Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdamindo), organisasi induk yang mewakili kepentingan 60.000 unit depot air minum di Indonesia, mengecam kampanye hitam pihak-pihak tertentu dalam menjegal rancangan kebijakan pelabelan risiko senyawa kimia Bisphenol-A (BPA) pada air minum kemasan.
Ketua Apdamino, Budi Dharmawan, merujuk pada sebuah pemberitaan media online yang menurunkan berita palsu seolah-olah asosiasi mengekor langkah lobi industri galon isi ulang dalam menolak rencana pelabelan risiko BPA yang digulirkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Padahal Apdamindo adalah pihak netral sehubungan rencana pemerintah mewajibkan label risiko BPA pada semua air minum kemasan bermerek," katanya.
BPA adalah bahan baku utama yang menjadikan Polikarbonat -- jenis plastik kemasan galon isi ulang -- mudah dibentuk, tahan panas dan awet. Riset di sejumlah negara menunjukkan BPA dapat bermigrasi pada air dalam kemasan plastik dan, pada level tertentu, dapat memicu risiko kesehatan yang serius.
Baca Juga: Menteri PUPR Jelaskan Pentingnya Air Minum dan Sanitasi untuk Kesejahteraan Masyarakat
Lantaran itu lah, banyak negara sejak jauh-jauh hari telah mengadopsi batas migrasi BPA yang dianggap aman. Di Indonesia, BPOM mematok batas migrasi maksimal BPA 0,6 bagian per juta (mg/kg) dan secara rutin mengecek kepatuhan industri atas pemenuhan ambang itu demi menjaga keamanan dan mutu produk konsumsi masyarakat.
Menurut Budi, bila pun harus memilih, asosiasi mendukung rencana kebijakan pelabelanrisiko BPA sepanjang dalam kerangka perlindungan kesehatan konsumen. BPOM punya orang-orang yang ahli di bidangnya dan tidak sembarangan dalam memutuskan sesuatu, katanya.
Pencatutan nama dan organisasi Apdamindo terjadi setelah asosiasi menolak dikait-kaitkan dalam perseteruan antara lobi industri galon isi ulang dan BPOM terkait rancangan kebijakan pelabelan risiko BPA pada galon isi ulang.
"Kami hanya penonton dalam perseteruan ini," kata Budi, menekankan inti bisnis depot air isi ulang adalah penjualan air bersih ke konsumen dan bukan soal wadah penampungan air.
"Bagi kami, andai konsumen datang untuk isi ulang ke depot dengan membawa ember tetap akan kami layani," katanya.
Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan, organisasi lobi industri galon isi ulang, belakangan kencang menyuarakan penolakan atas rancangan pelabelan BPA dengan dalih, salah satunya, rencana itu bakal mematikan industri air minum kecil menengah.
Namun, menurut Budi, penolakan yang membawa-bawa industri depot isi ulang itu tidak tepat. Toh, katanya, tidak pernah ada penelitian bersama asosiasi dan Aspadin terkait dampak pelabelan risiko BPA pada industri air minum secara keseluruhan.
Pada Oktober, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, menyampaikan perkembangan rancangan kebijakan (policy brief) penyelarasan label air minum kemasan. Menurut Rita, arah dari policy brief yang telah digulirkan sejak awal 2021 itu adalah kewajiban pencantuman label risiko BPA pada semua produk air minum dalam kemasan.
"Redaksinya nanti bisa berupa kalimat 'mungkin/dapat mengandung BPA' untuk galon yang menggunakan plastik polikarbonat," katanya merujuk pada insiatif pelabelan BPA yang telah diadopsi sejumlah negara, termasuk di Amerika Serikat dan Perancis.
Sekaitan itu pula, BPOM bakal mempersilakan industri air minum yang kemasannya terbuat dari plastik jenis Polyethylene terephthalate (PET), jenis plastik kualitas tinggi dan bebas BPA, mencantumkan keterangan "Bebas BPA" pada label kemasan.
Baca Juga: Komnas Perlindungan Anak Dukung Penuh Aksi BPOM Soal Galon Guna Ulang
BPOM juga bakal memberi masa tenggang tiga tahun bagi industri AMDK untuk mengadopsi penuh kebijakan pelabelan risiko BPA. Bagi Budi, polemik rencana pelabelan risiko BPA muncul karena sengitnya pertarungan memperebutkan pasar air minum bermerek, yakni antara perusahaan galon isi ulang yang kemasannya menggunakan plastik Polikarbonat versus sejumlah perusahaan yang kemasannya menggunakan jenis plastik bebas BPA.
"Ini sebenarnya hanya pertarungan di level dewa," katanya.
Lebih jauh, Budi berpendapat industri besar air minum kemasan dan depot kecil air minum kemasan punya pangsa pasar masing-masing. Pangsa pasar industri air minum kemasan adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas dengan volume penjualan 35 miliar liter per tahun sementara pangsa pasar depot air minum kemasan adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah dengan volume penjualan 30 miliar liter per tahun.
“Masing-masing industri punya pasar tersendiri. Kelompok ekonomi menengah atas mungkin tidak mempergunakan layanan depot air minum kemasan. Demikian pula sebaliknya,” katanya menekankan komitmen Apdamindo membina hubungan baik dengan semua pihak dalam bisnis penyediaan air minum.
Lebih jauh, Budi mengungkapkan upaya asosiasi meningkatkan kualitas dengan memperkenalkan aplikasi digital pemantauan kualitas dan layanan depot air.
Baca Juga: Sampai Tumpah-Tumpah! Bisnis Air Minum Hasilkan Cuan Ratusan Miliar Rupiah!
“Dengan aplikasi seperti itu, konsumen bisa membantu pengusaha depot meningkatkan layanan,” katanya.
Budi menjelaskan, dengan bantuan aplikasi, konsumen aktif menilai kepatuhan depot air pada prasyarat kebersihan dan kualitas air.
"Depot yang kualitasnya jelek bakal dapat penelaian bintang 1, sebaliknya bila pelayanan dan kualitas produknya bagus bisa memperoleh penilaian bintang 5,” katanya.
Data Kementerian Kesehatan mencatat total depot pengisian ulang air minum di Indonesia mencapai 60.000 unit. Sebanyak 2.000 perusahaan di antaranya adalah anggota resmi Apdamindo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait: