Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Soal Mafia Tanah di Kasus Cakung, DPR Bakal Panggil BPN

        Soal Mafia Tanah di Kasus Cakung, DPR Bakal Panggil BPN Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        DPR memastikan akan mengecek dan mempelajari duduk perkara kasus dugaan mafia tanah Cakung, Jakarta Timur. Bahkan, menurut Anggota Panja Mafia Tanah DPR, Yanuar Prihatin, pihaknya bisa memanggil pihak BPN, lantaran kasus tanah Cakung ini terasa janggal. Penersangkaan belasan orang oleh Polri dan tidak jelasnya kabar buron DPO Benny Tabalujan serta keluarnya SK kepemilikan tanah menjadi pertanyaan besar.

        “Perlu kita panggil teman-teman BPN untuk memberikan informasi terkait duduk perkaranya. Kasus ini aneh juga. Masa pelapornya kabur, tetapi terlapor dijadikan tersangka,” kata Yanuar Prihatin, anggota Komisi II DPR ini kepada wartawan, Rabu (22/12/2021).

        Seperti diketahui, Tim Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri belakangan menetapkan sepuluh orang tersangka kasus mafia tanah Cakung, Jakarta Timur. Kasus ini dilaporkan oleh Direktur PT Salve Veritate. Dari sepuluh tersangka itu, delapan orang adalah Pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN), satu orang mantan Pegawai BPN dan satu orang sopir taksi online.

        Baca Juga: Mafia Tanah Menggurita, Kementerian ATR BPN Dinilai Tak Laksanakan Perintah Jokowi

        Padahal, Direktur Utama PT Salve Veritate yakni Benny Tabalujan sudah dijadikan sebagai tersangka kasus mafia tanah Cakung di Polda Metro Jaya. Bahkan, Benny Tabalujan statusnya masuk daftar pencarian orang (DPO). Namun, sampai sekarang belum juga ditangkap untuk menjalani proses hukum. Status hukum terhadap Benny juga belum diumumkan berubah dari status tersangka, oleh Kepolisian.

        Yanuar mengatakan mafia tanah itu harus diberantas karena mengacaukan proses peralihan tanah yang normal jadi kacau. Untuk persoalan ini Komisi II sudah memberikan peringatan kepada BPN. 

        “Kan kita tahu soal mafia ini bukan pihak yang berdiri sendiri. Dia punya network, punya jaringan, punya orang dalam, makanya kita warning temen-temen di BPN agar menjadi perhatian,” tegas dia.

        Baca Juga: Komisi Yudisial Bakal Awasi Proses Peradilan Kasus Mafia Tanah

        Terhadap hal sama, Ketua Harian Kompolnas RI, Irjen (Purn) Benny Mamoto mengatakan pihaknya bakal mengawasi dan memonitor kembali penanganan perkara dugaan mafia tanah di Cakung, Jakarta Timur antara PT Salve Veritate dengan Abdul Halim.

        “Betul sekali. Kami akan melalukan supervisi penanganan kasus mafia tanah, khususnya yang diadukan ke Kompolnas,” kata Benny di kesempatan berbeda.

        Sepengakuan Benny, pihaknya sudah rapat bersama membahas penanganan mafia tanah sekaligus meneruskan aduan yang masuk ke Kompolnas soal mafia tanah. Selama ini, Kompolnas banyak menerima aduan dari masyarakat korban mafia tanah. 

        “Untuk membasmi mafia tanah perlu langkah tegas, keras, konsisten dan berkelanjutan. Tanpa bantuan oknum terkait, maka mafia tanah akan terkendala dalam beroperasi, apalagi menyangkut penggunaan dokumen palsu,” jelas dia.

        Tak Bisa Ada SK Kepemilikan

        Pakar Hukum Universitas Tarumanegara, Gunawan Widjaja meminta Kepolisian transparan dan profesional dalam menangani kasus dugaan mafia tanah di Cakung, Jakarta Timur. Karena, Benny Tabalujan sudah jadi tersangka di Polda Metro Jaya, tapi ada penetapan tersangka lain di Bareskrim Polri.

        “Itulah pentingnya keterbukaan data kepemilikan tanah, sehingga hal-hal yang terbuka ke publik tidak lagi menghebohkan,” katanya.

        Selain itu, kata Gunawan, BPN juga harus tunduk dan patuh terhadap putusan Mahkamah Agung (MA). Menurut dia, putusan PTUN tidak menentukan siapa pemilik sebidang tanah. Hal ini harus diputuskan secara keperdataan.

        Dalam praktik saat ini, ia mengakui memang sering timbul kerancuan terhadap putusan PTUN yang sering dipakai sebagai dasar kepemilikan. Padahal, konsep kepemilikan adalah konsep keperdataan bukan administrasi negara.

        “Dengan demikian selama proses perdata masih berlangsung dan belum diputus kepemilikannya, maka BPN tidak boleh melakukan tindakan apapun juga, apalagi menetapkan kepemilikan bidang tanah atas nama pihak tertentu. BPN tidak memiliki kewenangan untuk menentukan pemilik suatu bidang tanah tertentu,” tandasnya.

        Baca Juga: Warning Serius! Jaksa Agung Sikat Mafia Tanah dan Mafia Pelabuhan

        Hal senada disampaikan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Profesor Amad Sudiro. Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, kata dia, seharusnya tidak mengeluarkan suatu kebijakan atau surat keputusan terhadap kepemilikan status tanah yang masih bersengketa.

        “Menurut saya, Menteri ATR/BPN terlalu prematur ya. Kalau tanah itu masih sengketa, harusnya statusnya tunda dulu sampai ada putusan pengadilan yang jelas siapa pemilik yang sahnya, agar tidak beralih ke pemegang yang tidak hak,” jelas Sudiro.

        Ia juga meminta KY untuk mengambil peran mengawasi proses peradilan. Sebab, oknum lembaga peradilan bisa saja potensial terlibat dalam bagian dari mafia peradilan, khususnya kasus-kasus yang terkait dengan sengketa pertanahan.

        “KY harus menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim,” tandasnya.

        Baca Juga: Soal Mafia Tanah Masih, DPR Sebaiknya MInta Penjelasan Langsung ke Kementerian ATR

        Diketahui, Tim Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menetapkan delapan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN), satu orang pensiunan pegawai BPN dan satu orang sipil sebagai tersangka kasus keterangan palsu ke dalam akta otentik dan/atau pemalsuan akta otentik dan/atau pemalsuan surat. Sehingga, total tersangka ada sepuluh orang dalam perkara tersebut.

        Adapun, sepuluh orang yang dijadikan tersangka adalah Yuniarto, Eko Budi Setiawan, Marpungah, Tri Pambudi Harta, Siti Lestari, Taryati, Kanti Wilujeng, dan Warsono yang merupakan Pegawai BPN. Lalu, satu orang pensiunan Pegawai BPN bernama Marwan dan satu warga sipil, Maman Suherman.

        Mereka dijadikan tersangka berdasarkan hasil penyelidikan dan gelar perkara atas laporan dari Direktur PT. Salve Veritate, RA pada 28 Oktober 2020, dengan nomor laporan polisi: LP/B/0613/X/2020/Bareskrim.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: