Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Miliarder Dunia Tercipta Setiap 26 Jam Selama Pandemi Covid-19, Tapi Kemiskinan Semakin Nyata

        Miliarder Dunia Tercipta Setiap 26 Jam Selama Pandemi Covid-19, Tapi Kemiskinan Semakin Nyata Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Di tengah bergejolaknya pandemi Covid-19, banyak orang di seluruh dunia jatuh ke lingkaran kemiskinan. Sementara orang-orang terkaya dan miliarder di dunia semakin kaya raya.

        Dalam sebuah laporan yang dirilis hari Minggu, Oxfam merinci bagaimana kekayaan miliarder meningkat lebih dari sebelumnya selama dua tahun terakhir. Sebanyak sepuluh orang terkaya di dunia merasakan kekayaan mereka lebih dari dua kali lipat. Jumlah kekayaan mereka pun meningkat dari USD700 miliar menjadi USD1,5 triliun .

        Mengutip Huffpost di Jakarta, Senin (17/1/22) dari Maret 2020 hingga November 2021, miliarder baru diciptakan setiap 26 jam, menurut laporan itu.

        Baca Juga: Hindari Pajak, Miliarder Kripto Ini Boyong Perusahaan dan Keluarga Tinggal di Pulau Eksotis!

        Sementara itu, organisasi tersebut memperkirakan bahwa lebih dari 160 juta orang telah didorong ke dalam kemiskinan pada waktu itu.

        “Salah satu alat paling kuat yang kita miliki untuk mengatasi tingkat ketidaksetaraan yang mengerikan dan mematikan ini adalah dengan mengenakan pajak pada orang kaya,” ujar Abby Maxman, presiden Oxfam America dalam rilis berita.

        “Alih-alih melapisi kantong orang yang sangat kaya, kita harus menginvestasikan miliaran dolar ke dalam ekonomi kita, anak-anak kita, dan planet kita, membuka jalan bagi masa depan yang lebih setara dan berkelanjutan.” lanjutnya.

        Laporan Oxfam memperkirakan bahwa 252 pria terkaya sekarang memiliki kekayaan lebih dari 1 miliar wanita dan anak perempuan yang tinggal di Afrika, Amerika Latin dan Karibia jika digabungkan.

        Selama pandemi, perempuan sangat terpukul secara ekonomi karena banyak yang bekerja di industri dengan kehilangan pekerjaan yang tidak proporsional. Sementara yang lain terpaksa meninggalkan pekerjaan untuk merawat anak-anak dan orang tua.

        Wanita secara kolektif kehilangan pendapatan USD800 miliar pada tahun 2020, dan jumlah wanita di angkatan kerja sekarang 13 juta lebih sedikit daripada tahun 2019.

        Pandemi COVID-19 telah memukul orang kulit berwarna secara tidak proporsional. Hingga November 2021, di AS, orang kulit hitam dan Latin sekitar dua kali lebih mungkin meninggal karena virus daripada orang kulit putih.

        Demikian pula, selama gelombang kedua pandemi Inggris, orang Bangladesh lima kali lebih mungkin meninggal karena COVID-19 daripada orang kulit putih Inggris. Di Brasil, orang kulit hitam 1,5 kali lebih mungkin meninggal daripada orang kulit putih.

        Di AS, orang kulit hitam dan Latin juga bekerja secara tidak proporsional di industri seperti sektor jasa atau domestik, yang menghadapi kehilangan pekerjaan yang signifikan. Selain itu, mereka yang bekerja dalam perawatan kesehatan atau pertanian, di mana pekerja yang dianggap "penting" terus bekerja di garis depan, tak seperti orang lain yang tinggal dengan aman di rumah.

        Jutaan orang Amerika menerima peningkatan bantuan pengangguran dan tiga cek stimulus dari pemerintah federal selama pandemi, tetapi imigran tidak berdokumen dilarang dari dukungan ini.

        "Tidak ada kekurangan uang... Hanya ada kekurangan keberanian dan imajinasi yang diperlukan untuk membebaskan diri dari pengekangan neoliberalisme ekstrem yang gagal dan mematikan," kata direktur eksekutif Oxfam International Gabriela Bucher dalam rilis berita.

        “Pemerintah akan bijaksana untuk mendengarkan gerakan pemogok iklim muda, aktivis Black Lives Matter, feminis #NiUnaMenos, petani India dan lainnya, yang menuntut keadilan dan kesetaraan.” lanjutnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: