Uang panas adalah dana yang dikelola dalam spekulatif dan mendapatkan hasil yang tinggi dalam waktu singkat. Uang panas menandakan mata uang yang bergerak cepat dan teratur di antara pasar keuangan, yang memastikan investor mengunci suku bunga jangka pendek tertinggi yang tersedia.
Uang panas terus berpindah dari negara-negara dengan suku bunga rendah ke negara-negara dengan suku bunga lebih tinggi.
Transfer keuangan ini mempengaruhi nilai tukar dan berpotensi berdampak pada neraca pembayaran suatu negara. Dalam lingkungan penegakan hukum dan regulasi perbankan, istilah "uang panas" juga dapat merujuk pada uang curian yang telah ditandai secara khusus, sehingga dapat dilacak dan diidentifikasi.
Baca Juga: Apa Itu Uang Muka?
Uang panas tidak hanya berkaitan dengan mata uang dari berbagai negara, tetapi juga dapat merujuk pada modal yang diinvestasikan dalam bisnis yang bersaing.
Bank berusaha mendatangkan uang panas dengan menawarkan sertifikat deposito (CD) jangka pendek dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dari rata-rata. Jika bank menurunkan suku bunganya, atau jika lembaga keuangan saingan menawarkan suku bunga yang lebih tinggi, investor cenderung memindahkan uang panas ke bank yang menawarkan kesepakatan yang lebih baik.
Mengutip Investopedia di Jakarta, Selasa (25/1/22) perekonomian China adalah contoh nyata tentang pasang surut uang panas. Sejak pergantian abad, ekonomi negara yang berkembang pesat, disertai dengan kenaikan harga saham China yang melesat, menjadikan China sebagai salah satu pasar uang terpanas dalam sejarah.
Dari 2006 hingga 2014, cadangan mata uang asing negara itu berlipat ganda, menciptakan saldo USD4 triliun. Sebagian di antaranya diperoleh dari investasi asing jangka panjang dalam bisnis China.
Tetapi sebagian besar datang dari uang panas. Selanjutnya, investor meminjam banyak uang di China, dengan harga murah untuk membeli obligasi dengan suku bunga lebih tinggi dari negara lain.
Meskipun pasar China menjadi tujuan menarik untuk uang panas, berkat pasar saham yang booming dan mata uang yang kuat, arus masuk uang tunai melambat hingga menetes di tahun 2016, karena harga saham mencapai puncaknya sehingga hanya ada sedikit keuntungan yang bisa didapat.
Selain itu, sejak 2013, fluktuasi yuan juga menyebabkan divestasi yang luas. Selama periode sembilan bulan antara Juni 2014 dan Maret 2015, cadangan devisa negara anjlok lebih dari USD250 miliar.
Peristiwa serupa terjadi pada 2019, ketika menurut perkiraan Institute of International Finance, lebih dari USD60 miliar modal dikeluarkan dari ekonomi China antara Mei dan Juni tahun itu karena peningkatan kontrol modal, ditambah devaluasi yuan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: