Pentagon Siagakan Pasukan Cegat Rusia, Kekuatannya Bikin Ngeri!
Amerika Serikat (AS) memerintahkan 8.500 tentara dalam siaga tinggi untuk kemungkinan dikerahkan ke Eropa Timur, Senin (24/1/2022). Mereka akan menjadi bagian dari pasukan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk menanggapi kemungkinan serangan Rusia di Ukraina.
Juru Bicara Pentagon John Kirby mengatakan, persiapan pasukan ini bergerak di bawah bendera NATO. Tindakan ini menandakan komitmen terpadu untuk mencegah agresi Rusia yang lebih luas. "Ini tentang jaminan bagi sekutu NATO kami," ujar Kirby.
Baca Juga: Milisi Rusia vs Pasukan Ukraina Mulai Perang, Mortir ke Mana-mana, Bikin Tegang!
Kirby mengatakan, tidak ada pasukan yang dimaksudkan untuk ditempatkan ke Ukraina. Ukraina bukan anggota NATO. Namun, AS meyakinkan dukungan politik yang berkelanjutan dan perlengkapan senjata kepada Ukraina.
Kirby menyatakan, jika NATO memutuskan untuk mengaktifkan Pasukan Respons, AS akan menyumbangkan sejumlah unit militer.
"Ini adalah seruan NATO. Bagi kami, kami ingin memastikan bahwa kami siap jika panggilan itu datang. Dan itu berarti memastikan bahwa unit yang akan berkontribusi untuk itu siap secepat mungkin dalam waktu sesingkat mungkin," ujarnya.
Menurut Kirby, beberapa unit akan diperintahkan untuk siap untuk disebarkan hanya dalam waktu lima hari. Di antara 8.500 tentara, belum ditentukan jumlah yang dapat dikirim ke Eropa untuk tujuan selain mendukung Pasukan Respons NATO.
Langkah Pentagon dalam mempersiapkan pasukan dilakukan bersamaan dengan mobilisasi oleh pemerintahan anggota NATO lainnya ke negara-negara Eropa Timur. Denmark mengirimkan kapal fregat dan pesawat tempur F-16 ke Lithuania.
Spanyol mengirim empat jet tempur ke Bulgaria dan tiga kapal ke Laut Hitam untuk bergabung dengan pasukan angkatan laut NATO. Sedangkan Prancis siap mengirim pasukan ke Rumania.
NATO mengatakan, Belanda berencana untuk mengirim dua pesawat tempur F-35 ke Bulgaria pada April. Belanda juga akan menempatkan sebuah kapal dan unit berbasis darat dalam keadaan siaga untuk Pasukan Respons NATO.
NATO belum membuat keputusan untuk mengaktifkan Pasukan Respons yang terdiri dari sekitar 40.000 tentara dari berbagai negara. Kekuatan itu ditingkatkan pada 2014, ketika Rusia merebut Semenanjung Krimea di Ukraina dan mendukung separatis pro-Rusia di Donbass, Ukraina timur.
Selain itu, Presiden AS Joe Biden pun telah berkonsultasi dengan para pemimpin utama Eropa. Ia menggarisbawahi solidaritas AS dengan sekutu di wilayah itu. Biden mengadakan panggilan video 80 menit membahas pembangunan militer Rusia dan tanggapan terhadap kemungkinan invasi.
"Saya mengadakan pertemuan yang sangat, sangat, sangat baik, kebulatan suara total dengan semua pemimpin Eropa. Kita akan membicarakannya nanti," kata Biden kepada wartawan di Gedung Putih.
Gedung Putih mengatakan, para pemimpin menekankan keinginan solusi diplomatik untuk krisis yang terjadi. Namun, mereka juga membahas upaya untuk mencegah agresi Rusia lebih lanjut.
Juru bicara Uni Eropa mengatakan Komisi Eropa melanjutkan kerja dalam menyiapkan langkah tegas bila Rusia melanjutkan ancamannya pada Ukraina. Sebelumnya Uni Eropa menawarkan bantuan senilai 1,2 miliar euro pada Ukraina.
"Kerja untuk menempatkan pencegahan yang kuat telah dilanjutkan dengan sangat baik dan juga langkah yang disiapkan bila dialog tidak berhasil terus didorong," kata juru bicara Uni Eropa, Selasa (25/1).
"Bila di masa depan Rusia melanggar kedaulatan integritas wilayah Ukraina, kami akan meresponnya dengan sangat keras dan terdapat konsekuensi politik keras dan kerugian ekonomi besar diberikan pada agresor," tambahnya.
Ketua Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen mengatakan Uni Eropa menawarkan paket bantuan senilai 1,2 miliar euro ke Ukraina. Bantuan itu untuk memitigasi dampak konflik dengan Rusia yang telah mengerahkan pasukannya dan senjata beratnya ke perbatasan.
"Komisi mengusulkan paket bantuan makro-finansial darurat baru senilai 1,2 miliar euro," kata von der Leyen, Senin (24/1).
Ia menambahkan paket bantuan itu berupa pinjaman darurat dan hibah. Rusia diperkirakan telah menumpuk 100 ribu pasukannya di sepanjang perbatasan Ukraina.
Rusia tunggu jawaban
Rusia menyatakan, masih menanti jawaban dari AS dan NATO tentang jaminan keamanan. Tuntutan ini tetap berlaku, terlepas dari peningkatan rencana mobilisasi kekuatan AS dan NATO ke Eropa Timur.
"Kami memerlukan teks (tanggapan tertulis --Red) sebelum kami mempertimbangkan segala sesuatunya. Semoga pekan ini," kata Juru Bicara Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, yang dikutip TASS, Selasa (25/1).
Pernyataan Peskov mengacu pada permintaan Rusia agar NATO menolak keinginan Ukraina untuk menjadi anggotanya. Rusia juga meminta NATO menarik kekuatannya dari Eropa Timur.
Saat Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menlu Rusia Sergei Lavrov bertemu pekan lalu, AS dan NATO berjanji akan memberikan jawaban tertulis atas permintaan Rusia.
Peskov juga menyatakan, Rusia mengaku khawatir atas langkah AS menyiagakan pasukannya. "Kami memperhatikan tindakan-tindakan AS dengan penuh kekhawatiran," katanya.
Sedangkan Prancis akan menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi untuk mengusulkan peta jalan de-eskalasi terkait ketegangan Rusia-Ukraina. Paris memiliki kekhawatiran mendalam atas ketegangan yang berlangsung di perbatasan kedua negara tersebut.
Kantor kepresidenan Prancis mengungkapkan, Presiden Prancis Emmanuel Macron akan melakukan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
“(Macron) tetap bertekad menggunakan semua sumber daya diplomasi untuk menjaga stabilitas Eropa serta menunjukkan solidaritas dan kesiapannya untuk mendukung negara-negara Uni Eropa yang mengkhawatirkan keamanan mereka,” katanya, Senin (24/1), dilaporkan France24.
Dalam pembicaraan yang hendak disponsori Prancis, Rusia bakal didorong untuk sepenuhnya menerapkan Minsk Agreement 2015. Dalam konteks ini, Moskow diminta menarik dukungannya kepada kelompok pemberontak yang memerangi pasukan pemerintah Ukraina di Donbass.
Prancis, seperti negara Barat lainnya, telah menyatakan dukungannya kepada Ukraina. Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian juga menegaskan bahwa Eropa memiliki tekad untuk mengambil tindakan melawan Rusia.
“Uni Eropa memiliki keinginan untuk menggunakan sanksi sebagai pencegahan sehubungan dengan Rusia untuk mencegah inkursi atau serangan, militer atau lainnya, terhadap Ukraina,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: