Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tekor Mulu Selama 13 Tahun, Dengan Modal Rp2 Triliun Hary Tanoe Sulap IATA Jadi Perusahaan Batu Bara

        Tekor Mulu Selama 13 Tahun, Dengan Modal Rp2 Triliun Hary Tanoe Sulap IATA Jadi Perusahaan Batu Bara Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Setelah bergelut dengan rugi selama 13 tahun lebih tepatnya sejak tahun 2008 hingga 2021, PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk (IATA) memutuskan untuk banting setir dari perusahaan transportasi menjadi perusahaan pertambangan batu bara end to end. Untuk itu, perseroan pun berubah nama menjadi PT MNC Energy Investments Tbk.

        Tercatat, IATA mencatatkan pendapatan usaha sebesar USD 7,2 juta di bulan September 2021, naik 15% dibanding USD 6,3 juta pada bulan September 2020. Akan tetapi, kenaikan tersebut diikuti dengan kenaikan berbagai beban usaha yang menghasilkan rugi bersih sebesar USD 4,7 juta untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 September 2021, naik 118% dibanding rugi bersih pada periode yang sama tahun sebelumya sebesar USD 2,1 juta.

        Demi memuluskan langkahnya, perusahaan pun melakukan akuisisi 99,33% saham PT Bhakti Coal Resources (BCR) dari PT MNC Investama Tbk (BHIT).

        Executive Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo mengatakan bahwa tahun 2022 ini momen bagi IATA untuk melakukan perubahan yangg sangat besar dari yang tadi hanya perusahaan transportasi penerbangan menjadi perusahan energi khususnya tambang batubara dengan cadangan yang sangat besar.

        “IATA ini rugi sejak tahun 2008, dan ruginya itu konsisten sampai tahun 2021. Dengan berubahnya perseroan yang sekarang bisnis utamanya energi, nanti akan dikembangkan ke kontraktor, trading batubara, bisa masuk port, jalan, hauling akan dikembangkan. Arahnya sudah bulat, IATA akan dikembangkan jadi perusahaan batu bara yang end to end,” kata pria yang akrab disapa HT tersebut, usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa IATA, di Jakarta, Kamis (10/2/2022).

        Baca Juga: Manuver Perusahaan Milik Hary Tanoesoedibjo Sikapi Kerugian: Banting Setir ke Bisnis....

        Ia menjelaskan bahwa IATA pun akan melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue untuk menyelesaikan proses pengambilalihan BCR dari BHIT. Di mana, nilai akuisisi BCR mencapai sebesar US$140 miliar atau sekiitar Rp2 triliun.

        “Jadi IATA akan rights issue, transaksinya ini mencapai 140 juta dolar yang dinilai hanya 2 perusahaan yaitu PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal (BSPC) dan PT Putra Muba Coal (PMC) karena keduanya sudah beroperasi,” terang HT.

        Baca Juga: MNC dan Emtek Bakal Besanan, Segini Harta Kekayaan Konglomerat Hary Tanoe dan Keluarga Sariaatmadja!

        Akuisisi BCR dianggap menarik karena sembilan IUP milik BCR akan diakuisisi dengan nilai US$140 juta, 23% lebih rendah dari valuasi BSPC dan PMC.

        Sebagai informasi BCR merupakan perusahaan induk dari sembilan perusahaan batubara dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

        Dimana, didalamnya terdapat PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal (BSPC) dan PT Putra Muba Coal (PMC), keduanya sudah beroperasi dan aktif menghasilkan batubara dengan kisaran GAR 2.800 – 3.600 kkal/kg. Dengan total area seluas 9.813 ha, BSPC memiliki perkiraan total sumber daya 130,7 juta MT, sementara PMC memiliki 76,9 juta MT, dengan perkiraan total cadangan masing-masing sebesar 83,3 juta MT dan 54,8 juta MT.

        Selain itu adapula PT Indonesia Batu Prima Energi (IBPE) dan PT Arthaco Prima Energi (APE), keduanya ditargetkan untuk memulai produksi batubara dalam tahun ini.

        Ditambah lagi, PT Energi Inti Bara Pratama (EIBP), PT Sriwijaya Energi Persada (SEP), PT Titan Prawira Sriwijaya (TPS), PT Primaraya Energi (PE), dan PT Putra Mandiri Coal (PUMCO) yang sedang disiapkan untuk beroperasi dalam satu atau dua tahun dari sekarang. Tujuh IUP dengan luas 64.191 ha ini memiliki estimasi total sumber daya sebesar lebih dari 1,4 miliar MT.

        “Jadi nama perusahan berubah jadi MNC Energy Investments dan jadi investment holding dari yang paling besar adalah yang diakusisi yaitu BCR merupakan 9 IUP dengan total sumber daya 1,6 miliar metrik ton. Ini akan menjadi bisnis penting untuk mnc grup jadi akan dibesarkan sehingga akan dikembangkan bisnis batu bara end to end,” ungkap Hary.

        Hary menyebut jika produksi BSPC dan PMC pada tahun 2021 mencapai 2,5 juta metrik ton, menghasilkan pendapatan sekitar USD 74,8 juta dengan EBITDA US$33 juta.

        Baca Juga: Dorong Pertumbuhan Pendapatan, MNC Studio Ambil Alih Platform Digital Milik MNCN

        Pada periode sembilan bulan hingga September 2021, BCR berhasil mencatatkan pendapatan sebesar US$44,1 juta dengan EBITDA senilai US$20,4 juta.

        Dengan asumsi akuisisi BCR oleh IATA terlaksana pada Januari 2021, laporan IATA untuk September 2021 akan menghasilkan pendapatan US$51,4 juta dengan EBITDA sebesar US$20,4 juta, daripada pendapatan sebesar US$7,2 juta dengan kerugian EBITDA USD 54,8 ribu.

        Laporan asumsi laba rugi tersebut akan jauh lebih baik lagi untuk periode tahunan 2021 dan pastinya akuisisi BCR dinilai sangat bermanfaat bagi IATA.

        “Diharapkan dengan kapasitas produksi 8 juta di 2022, di mana itu 3 kali lipat dari 2021 batu bara tidak berubah seperti saat ini yang jadi tahun terbaik bagi batu bara, mudah-mudahan kinerja pendapatan perserroan bisa meningkat 3 kali lipat lebih karena 8 juta itu 3 kali lipat lebih dari 2,5 juta metrik ton produksi tahun 2021.

        Sementara itu terkait bisnis transportasi, Hary menegaskan IATA tetap akan menjalankan bisnis tersebut. Pasalnya perseroan melakukan pengalihan aset transportasi udara kepada salah satu anak usaha IATA yang dimiliki 99,99% yakni PT Indonesia Air Transport (IAT), yang juga telah mengantongi Sertifikat Operator Pesawat Udara dari Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

        Baca Juga: Akhir Tahun, MNC Vision Networks Siapkan Kejutan Semarak Akhir Tahun

        “Bisnis pernerbangan yang dimiliki IATA tetap dipertahankan tapi tidak dibesarkan dulu. karena penerbangan lagi sulit karena bukan penerbangan reguler komersial tapi carter dan jet termasuk ATR,” jelasnya.

        Adapun, seluruh rencana IATA tersbut telah memperoleh restu dari para pemegang saham yang diperoleh melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: