Bambang Trihatmodjo, Pangeran Cendana Jadi Pangeran Merana Setelah Keok Lawan Sri Mulyani
Nasib Bambang Trihatmodjo yang dulu tersohor dengan panggilan Pangeran Cendana, berubah seratus delapan puluh derajat jadi seperti "Pangeran Merana" di zaman ini.
Perubahan nasib ini bisa dilihat dari yang dialami Bambang Tri yang kembali keok melawan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Permohonan kasasi putra ketiga Soeharto terkait utang Konsorsium SEA Games XIX 1997, ditolak Mahkamah Agung (MA).
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Bukan yang Terakhir, Sri Mulyani: Makanya Perlu Adanya...
Putusan MA tersebut diketok Selasa (15/2). Majelis hakim yang memutus perkaranya adalah Ketua Irfan Fachruddin dengan Anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono, dengan panitera pengganti Dewi Asimah.
"Tolak," demikian bunyi Putusan MA, seperti dikutip dari laman resmi MA, kemarin. Dengan putusan ini, Bambang harus membayar utang ke negara yang mencapai Rp 68 miliar.
Kasus ini bermula saat penyelenggaraan SEA Games 1997 di Jakarta. Saat itu, Bambang menjadi Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP). Teknis pelaksanaannya dilakukan oleh PT Tata Insani Mukti.
Saat itu, Presiden Soeharto menggelontorkan duit Rp 35 miliar untuk konsorsium tersebut lewat jalur Bantuan Presiden (Banpres). Duit tersebut adalah dana non-APBN dari dana reboisasi Departemen Kehutanan yang dipakai Kementerian Sekretariat Negara.
Baca Juga: Sri Mulyani Dorong Penggunaan LCS untuk Kelola Volatilitas
Setelah hajatan SEA Games selesai dan Soeharto tumbang, Bambang diminta mengembalikan dana tersebut ke negara, ditambah bunga 5 persen per tahun. Tagihan membengkak menjadi Rp 50 miliar. Pada akhir 2019, Sri Mulyani menagih Bambang untuk melunasi utang itu. Namun, Bambang mengelak dengan berbagai alasan.
Karena Bambang tak mau bayar, pada 27 Mei 2020, Sri Mulyani mencekalnya untuk bepergian ke luar negeri. Bambang tidak terima. Dia lalu menggugat cekal dari Sri Mulyani itu ke PTUN Jakarta pada 15 September 2020.
Dalam gugatannya, Bambang meminta majelis hakim PTUN agar membatalkan surat cekal yang diminta Sri Mulyani itu. Namun, Bambang malah kalah. Majelis hakim menolak gugatan Bambang. Perkara dengan register nomor 179/G/2020/PTUN.JKT tersebut dibacakan Kamis, 4 Maret 2021, dengan majelis hakim yang terdiri dari Dyah Widiastuti, Indah Mayasari, dan Elfiany.
Pada Agustus 2021, Bambang kembali menggugat Sri Mulyani ke PTUN Jakarta. Dalam sistem informasi penelusuran perkara PTUN, status perkaranya adalah penunjukan jurusita. Dia meminta PTUN membatalkan surat penyelesaian piutang Negara untuk KMP Sea Games XIX 1997. Namun, dalam putusan yang diketok 27 Januari 2022, Bambang kalah.
Baca Juga: Ini Tiga Langkah Konkret Penguatan Arsitektur Kesehatan Global Menurut Sri Mulyani, Apa Saja?
Tak lama setelah putusan PTUN itu, Bambang mengajukan kasasi ke MA. MA kemudian memutus perkara itu, 15 Februari 2022, dan lagi-lagi Bambang kalah.
Membaca berbagai kekalahan Bambang ini, Direktur Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul menilai Bambang sudah tidak "bertaring" lagi. "Pangeran Cendana itu, saya lihat sudah ompong. Pangeran Cendana di era Jokowi sudah tidak bertaring seperti beberapa tahun lalu," ulas Adib, kemarin.
Baca Juga: Pemulihan Ekonomi Global Tidak Merata, Sri Mulyani Ingatkan Risiko Ekonomi Kian Meningkat
Adib menyebutkan, Pangeran Cendana yang merana saat ini bukan hanya Bambang. Tommy Soeharto juga. Beberapa aset Tommy sudah disita Pemerintah, akibat dia tidak mau membayar tagihan utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Bagaimana tanggapan Bambang? Rakyat Merdeka telah berusaha menghubungi tim kuasa hukumnya untuk menanggapi putusan ini. Namun, baik Busyro Muqoddas ataupun Prisma Wardhana, sebagai kuasa hukum Bambang, tidak merespons. [UMM]
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar