Ancaman ISEA Bikin Menag Yaqut Bergidik: Dia Sudah Menjadi Target Pedang Kami!
Pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing berbuntut panjang, selain menuai berbagai kritik pedas, kini Yaqut mendapat ancaman pembunuhan.
Ancaman itu sekarang ini tengah beredar luas di media sosial setelah akun facebook Jenggo Dilawan mengubah sebuah poster dari kelompok yang menamakan diri Islamic State East Asia (ISEA), Munashirin Indonesia. Tidak main-main kelompok ini mengaku Menag Yaqut sudah masuk dalam daftar target mereka.
Dilihat dalam poster tersebut tampak gambar seseorang yang wajahnya diedit menjadi Yaqut tengah duduk bersimpuh dengan kedua tangan terikat di belakang.
Baca Juga: Menag Yaqut Diancam Bakal Didemo, Petinggi 212 Digas Habis: Saya Lawan!
Seorang algojo yang mengenakan pakaian serba hitam dan penutup kepala tampak hendak mengayunkan pedang di tangan ke orang tersebut. Poster itu juga berisi tulisan penghinaan dengan kata-kata kasar kepada Menag Yaqut.
“Si Yaqult Anj*** Murtadin ini Telah Resmi Menjadi Target Pedang-Pedang Kami,” demikian narasi tertulis dalam isi poster itu sebagimana di lihat Populis.id Selasa (1/3/2022)
Pada bagian bahwa poster tersebut, tertulis pihak diduga oknum yang membuat poster ancaman terhadap Yaqut itu yakni Islamic State East Asia (ISEA), Munashirin Indonesia.
“ISEA (Islamic State East Asia). Munashirin Indonesia,” demikian bunyi narasi tersebut.
Dihubungi terpisah, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel mendesak pihak kepolisian segera turun tangan menindaklanjuti pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan suara azan dan gonggongan anjing.
Reza mengatakan polisi tidak perlu tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum. Dia menilai pernyataan Menag Yaqut sama seperti ucapan kontroversial Edy Mulyadi yang menyebut Kalimantan tempat jin buang anak. Keduanya lanjut Reza menggunakan metafora yang merendahkan.
“Cepat dan ajeg (tidak tebang pilih) merupakan sifat yang harus terpenuhi agar kerja penegakan hukum bisa memunculkan efek gentar sekaligus efek jera. Agar individu yang menjadi sasaran penegakan hukum tidak mengulangi perbuatannya, sekaligus agar orang lain tidak meniru perbuatan tersebut," kata Reza ketika dikonfirmasi Populis.id Selasa (1/3/2022).
Reza menilai ada perubahan sikap polisi dalam menangani kasus Menag Yaqut dan Edy Mulyadi, dimana polisi bergerak cukup cepat mengusut kasus ‘jin buang anak’ dan langsung menjebloskan Edy ke penjara pada pemeriksaan perdana, di sisi lain polisi justru menolak laporan masyarakat yang mengadukan Menag Yaqut.
Reza meminta polisi menjelaskan secara terbuka terkait perbedaan sikap dalam penanganan kedua kasus yang dinilai punya kemiripan itu.
"Karena tanpa penjelasan yang objektif, pertaruhannya adalah equity polisi. Equity merupakan salah satu unsur yang diacu masyarakat saat menilai kerja kepolisian, di samping efektivitas dan efisiensi," tegasya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: