Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kasus Oknum AKBP Diduga Perkosa Anak Berusia 13 Tahun di Gowa, Ini Kata Menteri PPPA!

        Kasus Oknum AKBP Diduga Perkosa Anak Berusia 13 Tahun di Gowa, Ini Kata Menteri PPPA! Kredit Foto: Kementerian PPPA
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Masyarakat Gowa, Sulawesi Selatan digegerkan dengan kasus dugaan okunum perwira polisi berpangkat AKBP tega merudapaksa anak berusia 13 tahun. Kasus dugaan pemerkosaan AKBP terhadap anak berusia 13 tahun tersebut kini ditangani Polda Sulsel dan telah naik ke tahap penyidikan.

        Menanggapi kasus tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) mengecam keras dugaan terjadinya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang yang diduga oknum aparat terhadap seorang anak berusia 13 tahun di Kabupaten Gowa. Kemen-PPPA mendorong aparat  penegak hukum dapat menerapkan UU 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak untuk menuntut terduga pelaku.

        Baca Juga: Sebut Potensi Perempuan sebagai Aktor Penggerak Ekonomi, Menteri PPPA Punya Harapan Ini

        "Kekerasan yang dilakukan oleh terduga pelaku seorang aparat penegak hukum sangat keji, apalagi korban berusia anak dan telah dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Kami mendorong aparat penegak hukum untuk menerapkan hukum yang seadil-adilnya dalam penanganan kasus ini," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga dalam keterangannya, Kamis (4/3/2022).

        Diketahui, korban bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah pelaku sejak pertengahan bulan September 2021 dengan tujuan untuk bisa mendapat penghasilan. Korban diduga dirudapaksa oleh pelaku beberapa kali sejak Oktober 2021 hingga Februari 2022.

        Menteri PPPA Bintang Puspayoga meminta Kapolri melalui Kepala Polda Sulsel untuk mendalami dan menindaklanjuti kasus ini jika terbukti memenuhi unsur pidana dari kekerasan seksual pada anak, dan memperkerjakan anak di bawah umur atau eksploitasi anak dapat diproses sesuai dengan aturan disiplin dan kode etik yang berlaku.

        "Masa anak–anak adalah masa yang paling membahagiakan karena pada masa itu yang mereka lakukan hanyalah bermain dan belajar. Namun, hal itu tidak terjadi pada anak–anak yang masih harus bekerja. Banyak anak–anak yang bekerja di luar ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Anak-anak dalam kategori tersebut secara umum sangat rentan mengalami putus sekolah dan hidup terlantar, dan kehilangan hak dasar mereka untuk bermain dan belajar secara bebas, serta rentan mengalami kekerasan baik fisik, psikis, maupun seksual seperti yang diduga terjadi pada korban," kata Menteri Bintang.

        Lebih lanjut, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen-PPPA, Nahar mengatakan bahwa perbuatan pelaku jika terbukti dapat dituntut sesuai dengan ketentuan Pasal 81 UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak terkait adanya pemaksaan persetubuhan pada anak. Begitu juga pelaku dapat diberikan pemberatan sesuai dengan Pasal 81 Ayat (3) karena pelaku merupakan aparat yang seharusnya melindungi anak.

        Saat ini, korban telah membuat LP di Polda Sulawesi Selatan didampingi kuasa hukum korban, yaitu salah satu LBH di Sulawesi Selatan. UPTD PPA Provinsi Sulawesi Selatan juga turut mendampingi korban dalam BAP bersama LBH, dan akan memberikan pendampingan psikologis setelah proses BAP selesai.

        Nahar juga meminta kepada Pemerintah Provinsi Sulsel dan Kabupaten Gowa untuk dapat melihat juga kasus ini dari sudut pandang anak yang bekerja atau dieksploitasi dan dapat mencegah serta menanggulangi kasus ini sesuai dengan ketentuan Pasal 75 Ayat (1) UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

        Kemen-PPPA juga mendorong Pemerintah Daerah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta UPTD PPA Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Gowa dan Kota Makassar untuk dapat memberikan pendampingan penuh untuk pemulihan korban seutuhnya, termasuk pendampingan psikologis, kesehatan reproduksi, pemenuhan hak–hak anak akan pendidikan tanpa diskriminasi dan stigmatisasi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: