Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gaduh Usulan Penundaan Pemilu 2024, Masinton PDIP Curiga Ada Sosok Ini Dibaliknya

        Gaduh Usulan Penundaan Pemilu 2024, Masinton PDIP Curiga Ada Sosok Ini Dibaliknya Kredit Foto: Instagram/Masinton Pasaribu
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Komisi Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu, berharap saat ini tidak ada lagi orang seperti mantan Ketua MPR RI Harmoko. Hal itu ia sampaikan menyoal isu penundaan pemilu 2024.  

        Menurut Masinton, dalam demokrasi seharusnya dialog yang dikedepankan. Bukan menggunakan demokrasi dengan model top down seperti Harmoko, mengklaim atas nama keinginan rakyat.

        "Sejatinya demokrasi itu adalah dialog, bukan top down, bukan gaya ngatur-ngatur, bukan hanya omong kosong. Semoga saya singgung lagi, tidak terjebak dengan menteri ala Harmoko jilid dua," kata Masinton dalam diskusi bertajuk “Penundaan Pemilu Dalam Koridor Konstitusi” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Maret 2022.

        Baca Juga: Luhut Ditantang Buka Big Data Soal Mayoritas Warga Ingin Pemilu Ditunda, Berani?

        Masinton lebih jauh mencurigai terdapat pihak yang berperan laiknya Harmoko dalam wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Dan pihak tersebut, lanjut Masinton, mengklaim nama rakyat yang menghendaki Presiden Jokowi untuk maju periode ketiga. 

        "Jangan-jangan ada Harmoko kedua, big mouth juga dari omong kosong. Jangan-jangan ini ada Harmoko kedua ini, yang gak perlu saya sebut, diraba-raba aja kayaknya," ujarnya. 

        Untuk itu, Masinton mengatakan, seharusnya ruang dialog terus dibuka. Itu perlu dilakukan agar diketahui adanya usulan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden datang dari masyarakat atau keinginian segelintir elit sasa.

        "Dengan tadi datang sebagai aspirasi rakyat secara luas atau hanya datang dari kemauan elite. Agar apa? Agar kita tidak selalu dalam keadaan darurat terus, situasi yang transisional terus. Nah ketika penundaan pemilu dari tahun 68 ke tahun 71, situasinya kan satu transisional dan kedua situasi khusus. Publik juga perlu tahu dan berharap," imbuhnya.

        Diketahui, Harmoko saat 1997 pernah menyampaikan laporan kepada Presiden Soeharto yang isinya mengeklaim bahwa rakyat masih menghendaki Soeharto untuk dipilih oleh MPR menjadi Presiden RI untuk periode ketujuhnya. Padahal faktanya sangat terbalik.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Adrial Akbar

        Bagikan Artikel: