Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Haris Azhar Jadi Tersangka Gegara 'Senggol' Luhut, Aktivis HAM: Pemerintah Beri Pesan 'Ancaman'

        Haris Azhar Jadi Tersangka Gegara 'Senggol' Luhut, Aktivis HAM: Pemerintah Beri Pesan 'Ancaman' Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Aktivis HAM Surya Anta Ginting menilai penetapan tersangka terhadap Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti harus dibaca dari dua sisi. Diketahui Haris dan Fatia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

        Pertama, Surya mengatakan penetapan tersangka kepada Haris dan Fatia karena pemerintah ingin memberi pesan agar jangan berani-berani untuk mengangkat isu Papua dari soal ketimpangan sosial, bisnis hingga pelanggaran ham.

        Jika ada yang berani, konsekuensinya kata Surya yakni dipidanakan. Hal tersebut kata Surya melihat kasus Haris dan Fatia.

        Baca Juga: Anak Buah Surya Paloh Menggelegar, Minta Luhut Cabut Laporan Terhadap Haris Azhar, Alasannya...

        "Pemerintah mau memberi pesan bahwa jangan berani berani untuk angkat isu Papua, soal, ketimpangan sosial soal bisnis dan pelanggaran ham seperti yang dilakukan oleh Haris Azhar dan Fatia. Dia (pemerintah) memberi kesan bahwa masalah Papau kalau diungkap ke publik dan ditunjukkan aktor aktornya maka pidanalah konsekusinya," ujar Surya dilansir dari Suara.com, Jumat (25/3/2022).

        Kemudian kedua kata Surya, penetapan tersangka terhadap Haris dan Fatia menunjukkan pemerintah tidak terbuka terhadap fakta-fakta yang terjadi Papua.

        Bahkan Surya menyebut janji pemerintah untuk memanusiakan Papua, mensejahterakan Papua dan membuka ruang demokrasi hanya Lip Service.

        "Ini bermakna juga bahwa pemerintah masih tidak terbuka terhadap fakta fakta yang terjadi di lapangan, Papua pemerintah masih Lips service terhadap janji untuk memanusiakan Papua janji untuk mensejahterakan Papua janji untuk membuka ruang demokrasi di Papua masih lip service," ucap Surya.

        Lip service yang dimaksud Surya yakni bahwa setiap ada yang membuka persoalan -persoalan di Papua, konsekuensinya akan berhadapan dengan hukum.

        "Kenapa? karena setiap yang membuka persoalan persoalan di Papua, ada konsekuiensi apakah konsekuensinya itu , UU ITE, atau serangan politik terhadap teman teman yang mengangkat masalah Papua dari berbagai lini berbagai sektor," tutur Surya.

        Di sisi lain, Surya mengatakan jika berbicara soal pemerintahan yang baik, terbuka, bersih, semua persoalan-persoalan baik di Papua atau di luar Papua, dalam soal bisnis dan kaitannya antara aktor pemerintah dengan korporasi, harusnya diungkap.

        "Ini harus diungkap kalau nggak kita hanya melihat korporasi, oligarki mendapatkan keuntungan dan aktor aktor pemerintah mendapatkan rente terhadap bisnis ini dan sisi lain rakyat menjadi korban ulah korban dari ketimpangan sosialnya, korban dari lingkungan yang hancur segala macam," papar Surya.

        Lebih lanjut dengan penetapan tersangka Fatia dan Hari, Surya mempertanyakan apakah reformasi masih terus berjalan atau sudah berhenti.

        Pasalnya kata Surya, pejabat negara sudah tak bisa dikritik.

        "Kita harus memulai berpikir ulang aapakah reformasi kita ini masih terus berjalan dan kita perdalam atau reformasi kita sudah berhenti, ketika pejabat saja tidak mudah dikritik. Pejabat saja ketika dikritik ketika diungkap boroknya ke publik justru melakukan kriminlisasi," ungkap Surya.

        "Konsekuensi seseorang menjadi pejabat adalah mau dikritik bahkan harus terima dengan hinaan publik, kalau tidak ngapain jadi pejabat itu yang membedakan pejabat dan raktat biasa," sambungnya.

        Baca Juga: Dorong Restorative Justice, Orang Gerindra Minta Haris Azhar Lakukan Ini ke Luhut

        Sebelumnya, Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti mengaku dikenakan pasal berlapis akibat mengungkap data riset keterlibatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam rencana tambang emas di Blok Wabu, Papua.

        Fatia membeberkan semua pasal tersebut berada di Undang-Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

        "Yang disangkakan ada Undang-undang ITE Pasal 27 ayat 3, Pasal 14 ayat 2, Pasal 15, lalu Pasal 310 dan 311 KUHP dan Pasal 55. Kurang lebih segitu dan itu terkait pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong," kata Fatia dalam jumpa pers, Rabu (23/3/2022).

        Fatia menegaskan, hal yang diungkapkannya bersama Direktur Lokataru Haris Azhar di YouTube itu adalah data riset yang bisa dipertanggungjawabkan, bukan menyerang personal Luhut.

        "Yang saya ucapkan dalam Youtube itu tidak ada sama sekali upaya untuk mencemarkan nama baik seseorang secara pribadi," ucapnya.

        "Kalau pasal yang disangkakan adalah pasal berita bohong, berarti sebetulnya mencerminkan negara tidak bisa dikritik walaupun dengan upaya riset dan lain-lain," tegas Fatia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: