Simak Baik-baik! Wanita Lebih Setara dengan Kaum Pria, Bukan Berarti Peran Pria Hilang
Ketua Ikatan Alumni Swedia, Dothy mengungkapkan kebangkitan wanita untuk lebih setara, bukan berarti berkurangnya peran pria. Kesetaraan gender justru lebih tentang terbukanya peran semua orang dalam masyarakat. Tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau agama, dan terutama gender.
"Dengan memberikan perempuan edukasi untuk turut dalam upaya penanggulangan perubahan iklim, maka kita akan menciptakan masa depan pembangunan yang berkelanjutan untuk semua orang," tegas Dothy dalam keterangan resminya di Surabaya, Senin (28/3/2022) usai diskusi daring bertajuk 'Female Leaders Today & Sustainability for Tomorrow'.
Baca Juga: Demi Wujudkan Kesetaraan Gender, KemenPPPA Berkolaborasi dengan Organisasi Keagamaan
Menurut Dothy, penanggulangan perubahan iklim bagi kaum hawa tersebut sejalan dengan semangat Hari Perempuan Internasional 2022 (IWD 2022), yang dalam situs resmi UN Women ditujukan untuk mengakui peran perempuan, termasuk remaja putri, dalam memimpin inisiatif adaptasi, mitigasi, dan respons pada perubahan iklim, demi masa depan yang berkelanjutan untuk semua.
Sementara itu, First Secretary Head of Trade, Economics and Promotion Kedutaan Besar Swedia, Nicki Khorram-Manesh menyebutkan, di negaranya (Swedia) isu kesetaraan gender bukan merupakan isu perempuan dan remaja putri. Akan tetapi, merupakan isu bagi perempuan, lelaki, remaja putri, dan putra.
Baca Juga: Membangun Ekosistem Kesetaraan Gender untuk Masa Depan yang Berkelanjutan
Nicki Khorram-Manesh menyebutkan, bahwa pelibatan perempuan dalam pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu kunci keberhasilan. Kesetaraan gender akan memperkuat kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif.
"Kapabilitas perempuan sebagai pekerja dan mampu meningkatkan pendapatannya secara ekonomi, berpotensial untuk mendorong kebangkitan ekonomi akibat pandemi yang lebih berkelanjutan," tegas Nicki Khorram-Manesh juga sebagai pembicara dalam diskusi virtual tersebut.
Sementara itu, salah satu Ikatan Alumni Swedia,Tri Mumpun menekankan tentang pentingnya semua pihak agar selalu sadar untuk bertanggungjawab pada kondisi dunia demi generasi selanjutnya.
"Salah satu yang penting ialah meningkatkan level empati dengan menguatkan kelompok masyarakat dalam kondisi keterbatasan. Kemudian juga pentingnya demokratisasi untuk segala sumber kehidupan (untuk melawan ketidakseimbangan akses), seperti air, pendidikan, dan berbagai kesempatan ekonomi," kata wirausahawati sosial implementator pembangkit listrik untuk daerah terpencil ini.
Baca Juga: Wujudkan Kesetaraan Gender, Schneider Electric Terus Tingkatkan Proporsi Kepemimpinan Perempuan
Hal senada juga diungkapkan, Wakil Ketua Komisi Tetap Pemberdayaan Perempuan Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Mada Ayu Habsari, dalam proyek elektrifikasi perdesaan. Dirinya telah menemukan bahwa ketimpangan pendapatan antara pria dan wanita mempengaruhi akses mereka pada energi listrik, yang kemudian juga menghalangi perempuan untuk bekerja dan meningkatkan harkat kehidupannya.
"Rencana aksi yang bisa digagas dengan tujuan untuk mewujudkan kesetaraan kesempatan, di antaranya yaitu mengadakan pelatihan dan sosialisasi agar masyarakat bisa berperan dalam proyek pembangunan desa yang inklusif dan gender responsive atau berpandangan untuk bersama-sama mengikis ketidaksetaraan gender," pungkas Mada Ayu Habsari yang menceritakan pengalamannya tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: