Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Potensi Besar Kurangi Karbon, KLHK dan KKP Optimalkan Kawasan Pesisir untuk Blue Economy

        Potensi Besar Kurangi Karbon, KLHK dan KKP Optimalkan Kawasan Pesisir untuk Blue Economy Kredit Foto: Kementerian LHK
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan, pengelolaan ekosistem di kawasan pesisir pantai memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan menyimpan karbon atau yang lebih dikenal dengan Blue Carbon. 

        Menurutnya, pelestarian ekosistem seperti bakau mampu menyerap karbon secara signifikan, bahkan melebihi hutan pada umumnya. 

        Baca Juga: Menteri LHK & Trenggono Sebut Blue Carbon Jadi Strategi Penurunan Emisi Penuhi target NDC di 2030

        "Kita mengetahui bahwa NDC (Nationally Determined Contribution) dikaitkan dengan hutan-hutan, di mana hutan memiliki fungsi menyerap karbon di udara. Tapi kita juga perlu melihat potensi emiten karbon lain yang mampu menyerap karbon setara atau bahkan lebih besar dari hutan di daratan, yaitu ekosistem di pesisir yang mampu mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan," kata Siti Nurbaya dalam acara Workshop Blue Carbon Dalam Pembangunan Blue Economy dan Pencapaian Target NDC, Senin (18/4/2022). 

        Menurutnya, potensi pengurangan emisi tahunan dari karbon biru memberikan kesempatan untuk Indonesia melakukan akselerasi mitigasi perubahan iklim dan meningkatkan capaian pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang telah ditetapkan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).

        Baca Juga: Menteri LHK Ajak Seluruh Jajaran Program Prioritas Nasional

        Target pengurangan emisi GRK Indonesia saat ini adalah 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.

        "Kita melihat bahwa ada potensi pesisir yang sangat besar yang kemudian kita bisa orientasikan sebagai blue economy dan blue carbon. Sekaligus mungkin kita pikirkan bersama-sama bahwa dalam pengelolaan blue carbon ini juga ada identitas atau kualitas karbon yang lebih baik," ujar Siti.

        Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Hartono Prawiraatmadja menjelaskan kandungan karbon yang terdapat di pohon mangrove tergolong tinggi sehingga bagus untuk dibudidayakan. 

        Misal dari sisi ekonomi sebetulnya juga memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi sumber pemasukan baru.

        Baca Juga: Karena Sawit, Riau Bertransformasi Jadi Penyerap Karbon

        "Selama ini itu kan lingkungan itu tidak ada nilainya, maka orang cenderung hanya nge-push produksinya, tidak memikirkan aspek lingkungan," sambungnya. 

        Hartono menjelaskan setidaknya terdapat 3 core dalam hal pengembangan blue carbon dan blue economy, seperti mangrove, Padang lamun, terumbu karang, dan rawa payau. 

        Baca Juga: Arifin Tasrif: Transisi Energi Menuju Carbon Netral Dapat Lebih Cepat, Jika...

        Ketiga hal tersebut ke depan akan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menjadi sumber pendapatan baru. Mengukur berapa berapa banyak karbon yang bisa diserap, lalu industri yang mengeluarkan karbon dengan melebihi kapasitas akan diwajibkan membayar karbon yang terserap. 

        "Sumber penghasilan alternatif adalah dari perdagangan karbon, mangrove itu kandungan karbonnya rata-rata 500 sampai 950 ton per hektar," kata Hartono.

        "Misalnya ke depan ada perusahaan pembangkit listrik menggunakan batu bara mengeluarkan emisi, dan emisinya melebihi, dia ada kewajiban untuk membayar, membayarnya itu ke mangrove," sambungnya. 

        Meski demikian, saat ini dikatakan Hatono masih dalam tahap diskusi dengan berbagai pihak. 

        "Targetnya tahun ini bisa diimplementasikan, berat pekerjaan ini," pungkasnya. 

        Baca Juga: Buntut Laporan Laman VERRA, KLHK Minta Validasi Proyek Karbon Hutan Harus sesuai Regulasi RI

        Hal senada juga disampaikan Menteri KKP Trenggono. Ia menyebut pihak berkomiten untuk berkontribusi dalam menjaga ekosistem alam dengan memanfaatkan Blue Carbon. 

        "Kita memang harus saling support bersama, untuk menjaga ekosistem alam, jadi kita dihadapkan pada suatu keadaan yang mana ekologi harus dijaga tapi di sisi lain ekonomi harus tumbuh dan berkembang. Karena pertumbuhan manusia juga terus meningkat, khusus Indonesia akan semakin meningkat, jadi di laut kami yakini itu lebih besar dari pada di darat (dalam menyerap karbon)," ungkap Trenggono.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: