Para mahasiswa penerima Dana Abadi Pendidikan yang dikelola LPDP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengapresiasi langkah kerja sama bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI).
Kisah itu datang dari Lanita Bernadetta Munthe yang mengucapkan rasa syukurnya menerima manfaat terselenggaranya BPI jenjang S-2. Menurutnya, program ini sangat bagus karena berfokus pada penggiat budayawan dan guru.
“Saya sangat berterima kasih pada Kemendikbudristek atas program ini. Program ini sangat bagus karena persaingannya lebih fokus pada semua guru,” ucap Lanita kepada Warta Ekonomi, Sabtu (30/4).
Baca Juga: Kemendikbudristek dan LPDP Tingkatkan Peluang Masyarakat Melanjutkan Pendidikan Tinggi
Lanita bersyukur atas penerimaan BPI tersebut karena meringankan bebannya dalam biaya pendidikannya. Lanita adalah nama dari jajaran yang beruntung dalam menerima manfaat BPI jenjang S-2.
Ia mengungkapkan bahwa seiring kemajuan pendidikan di Indonesia, dirinya terdorong meningkatkan ilmu pengetahuan agar dapat memberi pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa. Khususnya, pelajaran kimia yang dianggap sulit oleh murid-muridnya.
Besar harapan Lanita, melalui BPI, kemampuannya dalam mengembangkan metode ajar berbasis teknologi semakin meningkat.
“Saya percaya bahwa guru harus belajar setiap hari dan perlu meningkatkan ilmu supaya mengikuti perkembangan zaman. Untuk rekan guru, mari kita berjuang sebagai tenaga pendidik yang akan mendidik menjadi generasi maju. Jangan gampang menyerah, kalau gagal coba lagi," ujarnya.
Lebih lanjut, ada kisah penerima manfaat BPI lainnya sekaligus mahasiswa Universitas Brawijaya yang sedang menempuh studi Teknik Informatika, Nova Aurora Bawono, yang mengaku amat senang mendapatkan BPI.
“Saya akan memanfaatkan beasiswa ini dengan sebaik-baiknya. Terima kasih banyak kepada BPI karena saya telah diterima di beasiswa ini,” tutur Nova yang merupakan penyandang disabiltas.
Diakui Nova, banyak tantangan yang ia alami dalam mencapai mimpinya, namun ia pantang menyerah. Selain itu, yang mendorong dirinya untuk berjuang mendapatkan pendidikan tinggi adalah orang tua, terutama sang ibu yang harus mengantarkannya mengendarai sepeda motor demi melanjutkan pendidikan magister manajemen selepas lulus sarjana.
“Ibu saya bolak-balik mengantarkan saya ke sekolah dengan sepeda motor,” jelasnya.
Nova mengatakan dirinya sudah lama memiliki cita-cita sebagai seorang programmer dan pemimpin sebuah perusahaan. Dibalik cita-citanya tersebut ia tidak pantang menyerah dengan terus belajar.
Di samping itu, diketahui Nova adalah siswa berprestasi yang telah memenangkan kompetisi yang digelar Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kemendikbudristek, yaitu juara tiga pada lomba karya ilmiah tingkat nasional.
“Terus saya menang lomba penampil terbaik dari Top Ten Asia yaitu sebuah lomba untuk anak disabilitas. Saya harus percaya diri dengan kemampuan yang saya miliki,” terangnya.
Nova menceritakan ketika anak sebayanya masih ada yang senang menghabiskan waktunya untuk senang-senang. Dirinya sibuk menata diri untuk masa depannya.
Pria yang memiliki hobi di bidang sastra dan telah berhasil menerbitkan sebuah buku berjudul Ceritanya tentang Perjuangan Anak Disabilitas ini berpesan kepada sesama peserta didik untuk pantang berputus asa dalam berjuang meraih mimpi.
“Teman-teman yang di luar sana harus tetap semangat dan jangan pernah menyerah. Walaupun ada banyak cobaan, kita harus mampu,” kata dia.
Berikutnya datang cerita dari penerima Beasiswa BPI Program S3 pelaku budaya untuk Jurusan Antropologi, University of Amsterdam, Saur Marlina Manurung menyampaikan manfaat dari keikutsertaannya beasiswa ini.
“BPI ini sangat baru, namun harusnya sudah ada dari dulu,” ungkap Saur yang akrab disapa Butet ini.
“Saya bersama 25 teman-teman penerima beasiswa terus berinteraksi. Saya merasa berada di habitat saya, yaitu habitat pelaku budaya, dan banyak mendapat pengetahuan baru dan cepat belajar karena bertemu teman-teman sesama penerima beasiswa pelaku budaya ini,” tuturnya.
Butet menambahkan, dirinya berharap agar para tokoh budaya dari beragam daerah berpotensi mendapat beasiswa.
“Jangan karena bahasa Inggrisnya tertinggal (akhirnya melewatkan kesempatan), padahal potensinya besar untuk mengembangkan budaya di daerahnya,” ungkap Butet.
Dia mengatakan untuk para calon beasiswa tidak usah khawatir jika tidak bisa berbahasa asing atau kesulitan bahasa asing sebab ada program diberi fasilitas pelatihan Bahasa Inggris.
“Ini masih banyak para pelaku budaya kesulitan untuk mengakses tempat kursus bahasa Inggris," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Widihastuti Ayu
Editor: Rosmayanti