Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pasar IPO Global Mengalami Perlambatan Signifikan di Q1 2022

        Pasar IPO Global Mengalami Perlambatan Signifikan di Q1 2022 Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Setelah aktivitas IPO global yang mencapai rekor tertinggi pada tahun 2021, kondisi pasar yang bergejolak telah mengakibatkan perlambatan yang signifikan selama kuartal pertama tahun 2022. Tahun ini dimulai dengan pergerakan yang kuat yang merupakan kelanjutan dari momentum Q4 2021, dengan Januari sebagai bulan pembukaan terkuat dalam 21 tahun terkahir berdasarkan pendapatan. Namun, pada paruh kedua kuartal tersebut, penurunan pasar saham di seluruh dunia menggeser pergerakan secara dramatis ke arah yang berlawanan, menghasilkan penurunan yang signifikan dalam aktivitas secara keseluruhan. Untuk Q1 2022, pasar IPO global melihat 321 transaksi sejumlah USD54,4 miliar, di mana masing-masing turun 37% dan 51% YOY.

        Perubahan arah yang mendadak dapat dikaitkan dengan berbagai masalah, baik yang baru muncul maupun yang bersifat residual. Hal ini termasuk meningkatnya ketegangan geopolitik; volatilitas pasar saham; koreksi harga saham yang dinilai terlalu tinggi dari IPO baru-baru ini; meningkatnya kekhawatiran tentang kenaikan harga komoditas dan energi; dampak inflasi dan potensi kenaikan suku bunga; serta risiko pandemi COVID-19 yang terus menghambat pemulihan ekonomi global secara penuh.

        Sejalan dengan penurunan tajam dalam aktivitas IPO global, terjadi penurunan yang cukup besar pada IPO lintas batas, unicorn, mega-IPO (hasil di atas USD1b) dan SPAC. Beberapa peluncuran IPO juga ditunda karena ketidakpastian dan ketidakstabilan pasar. Temuan ini dan lainnya diterbitkan hari ini oleh organisasi EY.

        Baca Juga: Emiten MTMH Setelah IPO Sahamnya Naik 25%

        Performa regional secara keseluruhan Aktivitas IPO di wilayah Amerika mencapai 37 transaksi pada kuartal pertama 2022 menghasilkan USD2,4 miliar, yaitu penurunan 72% dalam jumlah transaksi dan 95% dalam perolehan dana YOY. Wilayah Asia-Pasifik mencatat 188 IPO yang menghasilkan pendapatan sebesar USD42,7 miliar, turun dari tahun ke tahun sebesar 16% untuk volume, tetapi meningkat sebesar 18% dalam pengumpulan dana. Aktivitas IPO pasar EMEIA di Q1 2022 melaporkan 96 transaksi dan menghasilkan USD9,3 miliar, yaitu penurunan YOY masing-masing sebesar 38% dan 68%.

        "Penurunan aktivitas IPO pada Q1 2022 terbilang wajar jika dibandingkan dengan Q1 2021, karena aktivitas pada kuartal sebelumnya merupakan yang paling aktif selama 21 tahun terakhir. Namun, goncangan pasar akibat ketegangan geopolitik dan kekhawatiran ekonomi lainnya pada paruh kedua triwulan tersebut menciptakan volatilitas dan berdampak pada pasar modal. Sementara pasar terus bergejolak, dan ketidakpastian pemulihan ekonomi tetap ada karena berbagai alasan termasuk berlanjutnya kekhawatiran seputar COVID-19, sehingga ada risiko bahwa aktivitas IPO akan terus melambat kedepannnya, dengan kandidat IPO memilih untuk menunda transaksi mereka. Perusahaan perlu dipersiapkan dengan baik untuk mengakses pasar ketika peluang terbuka, kemungkinan untuk jangka waktu yang lebih pendek, dan menyertakan tinjauan yang cermat terhadap model bisnis dan persiapan rencana penggalangan dana alternatif," kata Paul Go, EY Global IPO Leader, dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (1/5/2022).

        IPO Asia-Pasifik naik 18% di kuartal pertama 2022 sebagai keuntungan dari mega-IPO Wilayah Asia-Pasifik menguat di awal tahun dengan kenaikan pendapatan 18% YOY, meskipun ada penurunan 16% berdasarkan angka transaksi pada Q1 2022. Empat dari tujuh mega-IPO di Q1 2022 secara global terdaftar di wilayah ini, termasuk dua dari Q1 IPO terbesar berdasarkan pengumpulan dana. Di kawasan ini terdapat 188 IPO yang menghasilkan pendapatan sebesar USD42,7 miliar, melampaui Q1 2021 yang telah meningkatkan pendapatan Q1 tertinggi dalam 21 tahun. Dalam hal aktivitas sektor, sektor industri memimpin berdasarkan volume (40 IPO, USD3,3 miliar), diikuti oleh sektor material (37 IPO, USD5,3 miliar), sedangkan sektor energi dan telekomunikasi dipimpin oleh pendapatan (masing-masing USD11,2 miliar melalui 8 IPO dan USD8,5 miliar melalui 3 IPO).

        Baca Juga: Catat! DBS Vickers Indonesia Jadi Joint Lead Underwriter IPO Sumber Tani Agung Resources

        Tiongkok Raya mengalami penurunan 28% pada transaksi (97) dan sedikit peningkatan sebesar 2% untuk perolehan (yang menghasilkan USD30,1 miliar) YOY. Hong Kong mengalami aktivitas IPO yang lebih lambat karena volatilitas pasar baru-baru ini, wabah kasus Omicron yang parah, dan penurunan indeks pasar saham lokal yang relatif lebih besar. Sementara Tiongkok Daratan juga mengalami sedikit penurunan dalam jumlah transaksi, sedangkan perolehan dana naik YOY karena menjadi tuan rumah untuk tiga dari tujuh mega-IPO pada Q1 2022.

        Setelah membukukan IPO terbesar pada tahun 2021, aktivitas IPO Jepang melambat pada Q1 2022, dengan sejumlah IPO berkapitalisasi kecil masuk ke pasar. Secara keseluruhan Jepang mendapatkan 15 IPO yang menghasilkan total perolehan sejumlah USD0,2 miliar.

        Korea Selatan mempertahankan momentum IPO mereka di tahun 2021 hingga memasuki Januari 2022, dengan IPO terbesar yang pernah ada di Bursa Korea senilai US$10,7 miliar. Aktivitas IPO melambat pada bulan Februari, sebelum pemilihan presiden Korea Selatan pada bulan berikutnya. Pada Q1 2022, Korea mencatat 19 IPO dengan total hasil USD11.2b, penurunan 21% dalam jumlah transaksi tetapi kenaikan 368% dalam perolehan dana.

        Bursa Asean mengalami peningkatan 32% dalam jumlah transaksi (29 IPO pada Q1 2022, naik dari 22 IPO pada Q1 2021), tetapi penurunan pendapatan sebesar 57% (USD1 miliar pada Q1 2022, turun dari US$2,4 miliar pada Q1 2021). Penurunan pendapatan yang mencolok disebabkan oleh tidak adanya mega-IPO yang di-posting pada Q1 2022, dibandingkan dengan 1 mega IPO tahun lalu. Selama kuartal ini, Bursa Efek Indonesia paling aktif berdasarkan jumlah transaksi (12 IPO menghasilkan USD219 juta), sedangkan bursa Malaysia dipimpin oleh pendapatan (USD362 juta melalui 5 IPO). Di bursa Asean lainnya, bursa Thailand mencatat IPO yang mengumpulkan USD228 juta, Bursa Efek Filipina mencatat 4 IPO sejumlah US$201 juta sementara Catalist Singapura menyambut 3 IPO yang menghasilkan USD17 juta.

        "Ketegangan geopolitik, situasi COVID-19 yang sedang berlangsung, kesulitan rantai pasokan, pengetatan kebijakan moneter, dan peningkatan biaya adalah beberapa faktor saja– tetapi sangat signifikan – yang membebani aktivitas ekonomi dan IPO. Pasar IPO tetap menerima perusahaan dengan pertumbuhan tinggi yang berkualitas, tetapi volatilitas, ketidakpastian, dan ekspektasi valuasi perlu dikurangi sebelum bangkitnya aktivitas IPO dapat terjadi," kata Max Loh, Singapore and Brunei Managing Partner, Ernst & Young LLP and EY Asean IPO Leader.

        Indonesia mempertahankan posisinya sebagai pasar IPO paling aktif di seluruh ASEAN, "Sekali lagi, Indonesia menyaksikan aktivitas IPO paling aktif di Q1 2022 di antara negara-negara ASEAN, meskipun Q1 2022 mencatat kemunduran dibandingkan dengan aktivitas IPO Indonesia di Q4 2021, baik dari segi jumlah perusahaan yang go public maupun hasil IPO. Dari 12 perusahaan baru yang tercatat di BEI, 2/3 di antaranya tercatat di papan pengembangan. Kami percaya ini adalah salah satu alasan bahwa total hasil IPO turun 91% kuartal-ke-kuartal (quarter on quarter)," kata Sahala Situmorang, Lead Strategy and Transactions Partner, PT Ernst & Young Indonesia.

        Baca Juga: Sepekan Jelang Hari Raya Idulfitri, Bursa Diwarnai Pencatatan Saham, Obligasi, Sukuk, dan Waran

        Sektor yang paling populer di pasar IPO Q1 2022 adalah consumer goods, tercatat 58,3% dari pendatang baru di bursa melakukan bisnis di sektor ini. Mengikuti jejak tech giant seperti Bukalapak dan GoTo, beberapa perusahaan teknologi lain juga berencana untuk IPO.

        "Ketegangan geopolitik juga telah memicu kenaikan harga komoditas yang signifikan. Hal ini diperkirakan akan berdampak positif bagi para pendatang baru yang bekerja di bisnis terkait komoditas. Dengan latar belakang ini, kami berharap pasar modal Indonesia akan membaik pada kuartal berikutnya hingga akhir tahun," tambah Sahala.

        Pada kuartal pertama terlihat sedikit perubahan dalam kinerja sektor, sebagian karena perubahan lingkungan ekonomi dan kondisi pasar. Baik sektor teknologi maupun material memimpin dengan jumlah IPO masing-masing 58, menghasilkan masing-masing USD9,9 miliar dan USD5,9 miliar. Lalu diikuti oleh sektor industri (57 IPO meningkatkan USD5 miliar). Sektor teknologi melanjutkan dominasinya berdasarkan jumlah kesepakatan untuk kuartal ke tujuh berturut-turut (sejak Q3 2020), tetapi berada di peringkat kedua berdasarkan pendapatan –memecahkan rekor tujuh kuartal berturut-turut menghasilkan IPO tertinggi sejak Q2 2020.

        Baca Juga: Sri Mulyani Dipuji: Sayang Tidak Masuk Bursa Capres, Parpol Tidak Suka Orang Jujur dan Tegas

        Pada Q1 2022, sektor energi memimpin dalam hal pendapatan (USD12,2 miliar melalui 15 IPO), didorong oleh IPO terbesar Q1 di Korea Exchange, sementara sektor telekomunikasi berada di urutan ketiga (USD8,6 miliar melalui enam IPO) karena IPO terbesar kedua di Q1 pada Bursa Efek Shanghai.

        Prospek Q2 2022: gunakan jeda untuk memeriksa kembali bisnis anda dalam menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

        "Karena masih banyaknya ketidakpastian, pasar akan tetap bergejolak dengan tumpukan kandidat IPO dan pipeline akan terus bertambah. Dengan tantangan yang timbul dari ketegangan dan konflik geopolitik, inflasi dan kenaikan suku bunga, sangat penting bagi perusahaan yang terikat IPO untuk melihat bagaimana tantangan ini akan mempengaruhi pasar, pelanggan, dan pemasok dalam bisnis mereka," kata Paul Go.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: