Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sri Mulyani: Masih Ada Kekhawatiran Baru, Ancaman Resesi dengan Inflasi Tinggi Sangat Nyata

        Sri Mulyani: Masih Ada Kekhawatiran Baru, Ancaman Resesi dengan Inflasi Tinggi Sangat Nyata Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Rancangan Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2023 dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, Selasa (31/5/2022).

        Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani mengatakan bahwa dalam menghadapi pandemi Covid-19, program vaksinasi dan pemberian booster vaksin yang telah dilakukan selama ini akan terus ditingkatkan.

        Baca Juga: Tantangan Mendasar dalam Optimalisasi Pendapatan Negara, Ini Kata Menkeu

        Meskipun demikian, terdapat kekhawatiran berupa gangguan (disruption) baru yang berasal dari faktor global, yaitu berupa kenaikan harga barang, lonjakan tekanan inflasi, serta pengetatan kebijakan moneter baik dalam bentuk likuiditas dan kenaikan suku bunga yang berpotensi menimbulkan volatilitas di pasar keuangan seluruh dunia.

        "Dengan kenaikan suku bunga yang ketat dan tinggi dan pengetatan likuiditas, akan melemahkan pemulihan ekonomi, sehingga ancaman stagflasi yaitu resesi dengan kombinasi inflasi yang tinggi menjadi sangat nyata," ujarnya.

        Baca Juga: Menkeu: Kebijakan Fiskal 2023 Didesain untuk Respons Dinamika dan Capai Target Pembangunan Optimal

        Lebih lanjut lagi, ia menjelaskan bahwa ada kenaikan harga komoditas yang cukup ekstrem yang terjadi di sektor energi (gas, batubara, minyak) dan di sektor pangan (CPO, gandum, jagung, kedelai) secara global.

        Kenaikan harga komoditas ini memicu terjadinya inflasi seperti halnya yang terjadi di Amerika Serikat di mana inflasinya sudah di atas 8 persen, dan Inggris yang menyentuh 9 persen. Sementara itu, emerging country lain seperti Meksiko, Afrika, Afrika Selatan, Korea, dan India juga mengalami lonjakan inflasi yang cukup tajam. 

        Di Amerika Serikat, secara historis kenaikan inflasi ini direspons oleh Federal Reserve dengan menaikkan suku bunga ekstrem pada tahun 1974 hingga menyentuh angka 13 persen. Dan waktu itu, kemudian ekonomi Amerika mengalami resesi dengan minus 0,5 persen pada tahun 1974, serta pada tahun selanjutnya masih mengalami pertumbuhan negatif sebesar minus 0,2 persen. 

        Kemudian, pada Tahun 1980 inflasi di Amerika juga terjadi karena harga minyak yang tinggi yang juga direspons dengan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) suku bunga melonjak 20 persen. Inflasi AS tahun itu memang dapat dikendalikan dalam 1-2 tahun, namun saat itu pertumbuhan ekonomi Amerika juga mengalami resesi minus 2,02 persen di tahun 1980 dan minus 1,9 persen pada tahun 1982.

        Baca Juga: Menkeu Nilai Asumsi Inflasi Tahun 2023 Realistis, pada Kisaran 2,0% hingga 4,0%

        "Melihat histori tersebut, inflasi tidak hanya dapat mengancam kinerja ekonomi, melainkan kenaikan inflasi tinggi dengan resesi itu disebut sebagai stagflasi," ungkap Sri Mulyani.

        Kenaikan suku bunga di Amerika juga menyebabkan Capital outflow di berbagai negara terutama pada investasi jangka pendek seperti stock maupun bonds. Ia menjelaskan, Indonesia juga mengalami capital outflow terutama di dalam bonds hingga April 2022. Hal ini menimbulkan tekanan terhadap yield surat berharga.

        Baca Juga: Menkeu Beri Peringatan, Indonesia Masih Perlu Waspadai Risiko Global yang Sedang Terjadi

        Selain itu, Sri Mulyani juga mengingatkan mengenai perlunya mewaspadai kondisi perekonomian RRT yang saat ini sedang mengalami tekanan. Kenaikan jumlah kasus Covid-19 di RRT mengakibatkan terjadinya restriksi di negara tersebut sehingga berpengaruh juga terhadap perekonomian RRT dan dunia.

        "Jadi resiko global kita adalah pertumbuhan yang harusnya tinggi justru melemah, inflasi yang harusnya rendah justru meningkat. Ini adalah kombinasi yang perlu diwaspadai, karena dampaknya akan sangat kompleks," ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Martyasari Rizky
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: