Desk Anti Islamphobia Minta Habib Rizieq, Munarman dan Aktivis Islam Lainnya Diberi Grasi
Surat bertanggal 21 Juni 2022 telah dikirim oleh Gugus Tugas (Desk) Anti Islamophobia Pimpinan Pusat Syarikat Islam (PP SI) kepada Presiden Joko Widodo. Isinya terkait pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti atau abolisi kepada aktivis Islam yang saat ini berada dalam tahanan yang dirasa sebagai tahanan politik.
Nama Habib Rizieq Shihab (HRS) dan Munarman terdapat di dalamnya. Desk Anti Islamophobia menyinggung soal Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang telah menyetujui resolusi yang menctapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Anti Islamophobia Internasional.
Baca Juga: Tegas! Anies Baswedan Disebut Sebagai Dalang Politik Identitas
"Oleh karena itu, segala perilaku Islamophobia harus dihapuskan karena selain bertentangan dengan komitmen masyarakat Internasional juga bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban modern," demikian tertulis dalam keterangan yang diterima.
Sebagai negara mayoritas muslim, perilaku lslamophobia tentu tak dapat dibenarkan. Sebab, keamanan dan kerukunan nasional pastilah terganggu.
"Setelah kami mencermati dan mengkaji secara seksama, persoalan Islamophobia di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai bersama sudah memaski tahap yang sangat mengkhawatirkan dan dapat mengganggu sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa," tulis Dr. Ferry Juliantono, SE.Ak., M.Si Ketua Gugus Tugas (Desk) Anti Islamophobia Pimpinan Pusat Syarikat Islam (PP SI), Rabu (22/6).
Menurutnya, Kasus yang dihadapi Habib Rizieq Shihab, Munarman dan aktivis Islam lainnya dianggap mengandung unsur Islamophobia.
Baca Juga: Jakpro Buka-Bukaan! Ternyata Sisa Biaya Komitmen Rp90 Miliar Formula E Bagian dari...
Ferry melanjutkan, meski kasus diatas telah lalui proses peradilan, tetap saja masih sarat unsur Islamophobia dan diskriminatif. Ia pun melontarkan beberapa poin terkait kasus ini.
"Pertama, terhadap kasus hukum yang menimpa Habib Rizieq Shihab yang telah berkekuatan hukum tetap, bukanlah sebagai kasus yang dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan, melainkan scbagai tindak pidana pelanggaran terhadap protokol kesehatan COVID-19. Padahal kasus-kasus pelanggaran kesehatan COVID-19 juga banyak dilakukan oleh pihak-pihak lain," katanya.
Ia pun menyayangkan dari banyaknya kasus pelanggaran COVID-19, hanya Habib Rizieq yang diproses secara tegas.
"Kedua, begitu juga terhadap kasus yang menimpa Munarman yang divonis bersalah karena melanggar ketentuan Pasal 13C Perppu Nomor I Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ketentuan yang dijadikan dasar oleh hakim dalam menjatuhkan vonis tersebut mengatur tindak pidana menyembunyikan informasi terkait terorisme," lanjutnya.
Menurut Ferry, yang juga Sekretaris Jenderal PP Syarikat Islam, fakta hukum yang ada, bahwa Munarman dalam kegiatan yang dijadikan dasar oleh hakim dalam menjatuhkan vonis tidak terbukti ikut berbaiat maupun juga melakukan tindak terorisme lainnya.
"Dari sejak awal proses hukum terhadap Munarman sangat kental rekayasa penuh dengan tekanan publik yang didasarkan pada kebencian yang dikarenakan sosok Munarman sebagai tokoh Islam yang gigih memperjuangkan amar ma 'ruf nahi munkar serta melakukan pembelaan terhadap isu-isu yang berkaitan dengan Islam dan umat Islam. Terakhir terhadap aktivis Islam lainnya yang tersangkut masalah hukum terkait UU ITE. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Internasional terikat", tegas Ferry.
Dengan resolusi PBB yang ada, ia berharap Islamophobia dapat dihapuskan. Terutama kepada Habib Rizieq Shihab dan Munarman yang sekarang sedang menjalankan hukumannya.
"Namun untuk menghapuskan sikap Anti Islamophobia di Indonesia dalam kasus konkret yang menimpa Habib Rizieq Shihab, Munarman dan aktivis Islam lainnya, menurut pandangan dan keyakinan kami Bapak Presiden dapat menggunakan hak ekslusif sebagai Kepala Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 untuk memberikan grasi, rehabilitasi, amnesti maupun abolisi kepada mereka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi tegaknya hukum dan keadilan serta demi terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa sebagai modal dasar utama dalam menjalankan pembangunan nasional", pungkas Ferry.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Adrial Akbar
Editor: Adrial Akbar