Biodiversity loss minyak sawit paling rendah dibandingkan minyak nabati lain. Hasil riset ini ditemukan oleh Beyer et.al., (2020) serta Beyer and Rademacher (2021) dalam laporan PASPI mengenai komparasi biodiversity loss global antarminyak nabati dengan membandingkan biodiversitas tutupan lahan antara sesudah dan sebelum dikonversi menjadi tanaman minyak nabati. Studi tersebut mengukur indikator jejak Species Richness Loss (SRL) per liter minyak yang dihasilkan sebagai ukuran biodiversity loss.
Melansir laporan PASPI pada Kamis (28/7), hasil studi tersebut mengungkapkan bahwa SRL minyak kedelai 284 persen di atas SRL minyak sawit; SRL minyak rapeseed 79 persen di atas SRL minyak sawit; dan SRL minyak biji bunga matahari 44 persen di atas SRL minyak sawit.
Baca Juga: Hampir 4 Dekade, Segini Jumlah Varietas Legal Kelapa Sawit yang Sudah Dilepas
"Artinya dengan SRL sebagai indikator biodiversity loss menunjukkan bahwa minyak sawit adalah minyak nabati yang paling rendah biodiversity loss-nya. Sementara itu, minyak nabati yang paling besar biodiversity loss-nya adalah minyak kedelai," catat laporan PASPI.
Hal yang menarik dari studi tersebut juga menunjukkan bahwa SRL masing-masing negara produsen minyak nabati utama dunia juga berbeda-beda (Beyer dan Rademacher, 2021). Untuk produsen minyak sawit, SRL di Indonesia, Malaysia, dan Thailand lebih rendah dibandingkan SRL minyak sawit di Nigeria.
Untuk minyak kedelai, SRL Brazil dan Argentina jauh lebih tinggi dibandingkan SRL minyak kedelai Amerika Serikat dan India. Sementara untuk minyak rapeseed, SRL yang paling rendah ada di Kanada dan Jerman, sedangkan SRL minyak rapeseed tertinggi di India dan Australia. Untuk minyak biji bunga matahari, SRL terendah di Perancis dan Amerika Serikat, kemudian disusul Rusia, Ukrania, dan China.
"Oleh karena itu, dunia tanpa sawit berarti juga menyebabkan biodiversity loss dunia yang lebih tinggi," catat laporan PASPI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: