Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Begini Reaksi Ubedilah Badrun soal Ditolaknya Laporan Dugaan Gratifikasi Kaesang dan Gibran

        Begini Reaksi Ubedilah Badrun soal Ditolaknya Laporan Dugaan Gratifikasi Kaesang dan Gibran Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun angkat bicara terkait pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron terkait dugaan klik bisnis anak Presiden Jokowi.

        "Laporan yang saya sampaikan kepada KPK tentang Dugaan Tindak Pidana Korupsi dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Berkaitan Dugaan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) Relasi Bisnis Anak Presiden Dengan Grup Bisnis Yang Diduga Terlibat Pembakaran Hutan dinyatakan sejauh ini masih sumir karenanya kasus diarsipkan," kata Ubed dalam keterangan tertulisnya.

        Argumen KPK karena Gibran dan Kaesang bukan pejabat publik dan belum mempunyai informasi uraian fakta dugaan atau data dukung terkait dengan penyalahgunaan wewenang dari penyelenggara negara.

        "Terhadap jawaban KPK tersebut saya menyayangkan argumen komisioner tersebut yang menyatakan bahwa tidak ada kaitanya dengan pejabat negara karena dinilai bukan penyelenggara negara. Padahal secara nyata-nyata Gibran dan Kaesang adalah putra dari penyelenggara negara (Presiden)," tandasnya.

        "Selain itu Gibran adalah penyelenggara negara karena saat dilantik sebagai Wali Kota ternyata Gibran masih menjabat sebagai komisaris utama perusahaan yang saya sebut dalam laporan. Lebih jelasnya, pada tanggal 26 Februari 2021 Gibran dilantik menjadi wali kota Solo.

        Pada saat yang sama Gibran juga masih terdaftar (belum mundur) sebagai komisaris di PT. Siap Selalu Mas (memiliki 47 % saham PT.Harapan Bangsa Kita), dan Komisaris utama PT. Wadah Masa Depan (memegang 19,7 % saham).

        Menurut Ubed, korupsi itu bukan hanya mengambil uang negara (APBN/APBD) yang bukan haknya, tetapi menurut buku Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi, definisi korupsi telah gamblang dijelaskan di dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

        Berdasarkan pasal-pasal tersebut, tindak pidana korupsi dirumuskan ke dalam 30 jenis, salah satunya memberi hadiah atau gratifikasi.

        "Perlu diingat juga bahwa dalam kasus yang saya laporkan juga ada pengangkatan penyelenggara negara yaitu pengangkatan Duta Besar yang sebelumnya ia sebagai Managing Director di PT. SM. Ia bukan diplomat karir. Di mana putra dari Duta Besar yang diangkat pada tanggal 17 November 2021 tersebut diketahui menjalin kerjasama bisnis yang sangat inten dengan Gibran dan Kaesang, ada peralihan kepemilikan saham, hingga bisnis putra Presiden tersebut mendapat kucuran dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura.

        Suntikan penyertaan modal ini hingga kini terjadi sebanyak tiga kali ( 17-8-2019, 23-11-2020, 6-6-2022). Terkait dugaan 'transaksi yang mencurigakan' dan terkait dugaan gratifikasi jabatan, dugaan gratifikasi kepemilikan saham, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah tugas KPK untuk mengusut secara tuntas agar menjadi terang demi tegaknya kepastian hukum yang adil. KPK dapat meminta kepada PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk menelusuri transaksi yang diduga mencurigakan tersebut,"

        "Selain itu KPK juga memiliki kewajiban hukum untuk mencegah dan memberantas KKN dengan menelusuri seluruh perusahaan lainnya milik putra Presiden itu yang jumlahnya kurang lebih 20 perusahaan yang didirikan oleh putra Presiden tersebut. Termasuk misalnya pembelian saham 40 % PT Persis Solo Saestu oleh Kaesang bersama Erick Thohir.

        "Apakah benar pembelian saham itu berasal dari uang pribadi atau perusahaan milik Kaesang? Tugas mulia KPK merupakan Amanat Reformasi 1998 yang tertuang dalam Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

        "Terkait dengan pernyataan Nurul Ghufron yang menyatakan belum adanya data dukung, sebenarnya telah dijawab pada tanggal 26 Januari 2022 saat saya dipanggil KPK selama dua jam dengan menyampaikan data-data awal dan penjelasan hukum yang lebih detail kepada KPK pada saat itu.

        "KPK semestinya bisa menelusuri data-data awal tersebut hingga menemukan peluang untuk mengusut tuntas dugaan Tindak Pidana Korupsi dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) berkaitan dugaan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan tersebut.

        Jadi urusan penelusuran itu urusan KPK yang memeiliki wewenang atas nama Undang-undang, bukan saya, itu tugas KPK," terangnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: