Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Aneh, Jelang Panen Tembakau Kok Ada Kenaikan CHT, Ada Apa?

        Aneh, Jelang Panen Tembakau Kok Ada Kenaikan CHT, Ada Apa? Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
        Warta Ekonomi, Surabaya -

        Pemerintah memberikan sinyal kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun depan menargetkan pertumbuhan 9.5 persen dan proyeksi raihan Rp245,45 triliun. Melihat rencana tersebut, petani tembakau di wilayah Indonesia menjadi khawatir. Selain, itu petani tembakau dibayangi kegagalan panen karena kondisi iklim, pekerja yang sedang berupaya memulihkan ekonomi keluarga pascapandemi. 

        Ketua Pakta Konsumen Andi Kartala, menegaskan pemerintah selama ini memosisikan tembakau sebagai komditas yang bisa diperah untuk menambah anggaran belanja negara. Namun, dalam setiap perancangan regulasi hingga pengambilan kebijakan terkait pertembakauan, elemen-elemen di dalam ekosistem pertembakauan tidak pernah dilibatkan, termasuk konsumen. 

        Baca Juga: Rencana Kenaikan Cukai Rokok Jangan Korbankan Petani Tembakau

        "Kenyataannya, produk tembakau seolah produk yang ilegal dan haram, padahal Pemerintah tiap tahunnya menerima lebih dari Rp190 triliun dari cukai hasil tembakau yang merupakan kontribusi konsumen. Konsumen sebagai end-user seringkali tidak dianggap, atau dipandang sebelah mata. Pelibatan konsumen dalam perumusan kebijakan sebagai pembayar pajak cukai minim, bahkan hampir tidak ada. Termasuk tidak adanya hak partisipatif konsumen dalam penghitungan besaran nilai cukai," tegas Andi Kartala dalam Focus Group Discussion Konsumen & Dampak Efek Domino Kenaikan Cukai Hasil Tembakau, yang digelar di Surabaya, Selasa, (23/8/2022).

        Lebih lanjut, Andi Kartala mengungkapkan, banyak konsumen yang mispersepsi terhadap kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau. Tak sedikit konsumen yang salah paham bahwa kenaikan cukai adalah upaya pabrikan. 

        "Untuk itulah Pakta Konsumen hadir sejak 2012 untuk mengadvokasi dan mengawal kekuatan kolektif 90 juta suara konsumen produk tembakau agar punya bargaining position dalam setiap pengambilan dan implementasi regulasi pertembakauan," tegasnya. 

        Sementara itu, Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno menuturkan, pemerintah sedari awal tidak memikirkan masa depan petani tembakau dan cengkeh yang akan terpukul berat dengan opsi kenaikan CHT 2023.

        Baca Juga: Kadin Jatim Minta Pemerintah Jangan Terburu-Buru Menaikkan Cukai: Justru Menghambat Ekonomi

        "Petani yang akan merasakan dampak langsung dari rencana kenaikan cukai tembakau. Untuk diketahui, pemerintah lah yang merasakan 70 persen dari manfaat kenaikan CHT. Pengembalian manfaat ke petani melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tidak sebanding dengan dampak dari kenaikan CHT itu sendiri," kata Soeseno. 

        Soeseno menambahkan, di sentra-sentra tembakau, seperti kawasan Jatim, panen banyak yang tidak maksimal. Utamanya karena perubahan kondisi cuaca, ditambah lagi subsidi pupuk ZA yang telah dicabut. Belum lagi petani akan berhadapan dengan kuota serapan oleh gudang/pabrikan, pemerintah justru ingin membunuh petani dengan sinyal kenaikan cukai. 

        "Kondisi ini justru akan meningkatkan spekulasi ketidakpastian harga dan jumlah serapan tembakau petani. Pemerintah tidak hadir untuk melindungi petani," ujar Soeseno. 

        Selain itu, lanjut Soeseno, ada 2.5 juta petani tembakau dan 1.5 juta petani cengkeh yang sedang berada dalam ketidakpastian akibat sinyalemen opsi kenaikan CHT 2023. Ironisnya, kata dia, rencana pengumuman kenaikan CHT selalu berdekatan dengan momentum panen tembakau sehingga pada akhirnya akan membuat spekulasi harga di market tembakau. 

        "Target kenaikan CHT 2023 jelas akan memukul industri. Pada akhirnya, petani akan terkena efek domino. Opsi kenaikan cukai ini tidak adil. Saat petani bersiap menjual tembakaunya, spekulan akan memainkan harga begitu ada rencana kenaikan cukai. Sehingga petani dipaksa untuk menjual tembakau dengan harga murah," sebut Soeseno. 

        Baca Juga: Petani Tembakau Minta Pemerintah Tidak Naikkan Cukai Tahun Depan

        Sebagai komitmen mengawal Jatim yang merupakan penyumbang 60 persen produksi tembakau nasional, Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jatim, Agus Dono Wibawanto, memandang penting bahwa sudah saatnya konsumen melegalisasi gerakan kolektif yang telah berjalan selama ini. Ia menegaskan pihaknya siap memperjuangkan hak partisipatif dan suara elemen ekosistem pertembakauan. 

        "Tembakau itu bukan sekedar komoditas atau produk. Tembakau itu adalah histori, warisan sejarah, dan budaya yang telah mendarah daging. Tembakau pun punya manfaat luar biasa yang banyak tidak diketahui masyarakat. Oleh karena itu, mari kita perjuangkan keberlangsungan tembakau dan tolak kenaikan cukai hasil tembakau," kata legislator, anggota fraksi Partai Demokrat ini.

        Akademisi Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo mengatakan hak partisipatif konsumen selama ini masih minim dalam pembentukan hingga implementasi regulasi ekosistem pertembakauan. Sebagai negara demokrasi, Suko Widodo menegaskan sangat penting untuk merangkul dan mengajak elemen ekosistem pertembakauan dari hulu hingga hilir dalam proses pembentukan kebijakan. Karena pada akhirnya, petani, pekerja, pabrikan, dan konsumenlah yang menjadi sasaran dan korban akhir dari opsi rencana kenaikan CHT. 

        "Pada dasarnya, sebuah regulasi dibentuk harus dapat mewujudkan rasa keadilan, ketertiban, kedamaian dan kesejahteraan. Dengan minimnya pelibatan konsumen, maka tidak ada unsur keterbukaan dan keadilan dalam regulasi ekosistem pertembakauan. Makanya, dampak regulasi pertembakauan ini semrawut dan memakan banyak korban," beber Suko Widodo. 

        Baca Juga: Masih Relevan Kendalikan Konsumsi Tembakau, Pakar Nilai Perubahan PP 109/2012 Tidak Ada Urgensinya

        Di sisi lain, Sekjen Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Iskohar menuturkan upaya pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau tidak serta merta menurunkan jumlah konsumsi tembakau. Justru sebaliknya, rencana kenaikan cukai hasil tembakau membuat konsumen cepat beralih ke produk dengan kualitas di bawahnya (downgrade). 

        "Bahkan sebenarnya, dengan menaikkan cukai, pemerintah justru memuluskan menjamurnya rokok ilegal. Sehingga kerugiannya semakin besar," pungkas Iskohar.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Mochamad Ali Topan
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: