World Uighur Congress Ajukan Pidana Resmi ke Pengadilan di Buenos Aires
Upaya untuk menegakkan keadilan sekaligus cara menyelamatkan jutaan etnis muslim Uighur yang diduga mengalami berbagai jenis tindakan kekerasan hingga pembunuhan oleh China, kembali di suarakan oleh masyarakat dunia.
Salah satunya firma hukum Justice Abroad, yang mengatas namakan World Uighur Congress (WUC) berbasis di Jerman dan Proyek Hak Asasi Manusia Uyghur (UHRP) yang berbasis di Washington, DC, mengajukan pengaduan pidana resmi ke pengadilan Buenos Aires di bawah ketentuan yurisdiksi universal yang ditetapkan dalam Konstitusi Argentina.
Para pengacara yang bertindak atas nama dua kelompok hak asasi Uighur tersebut, mengajukan kasus pidana di pengadilan Argentina, dengan tuduhan bahwa China melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan melalui kebijakan represif yang menargetkan Muslim di wilayah barat laut Xinjiang negara itu.
Pengaduan pidana resmi tersebut, memungkinkan pengadilan pidana negara untuk menyelidiki dan mengadili kejahatan internasional, seperti genosida, penyiksaan dan kejahatan terhadap kemanusiaan di mana pun mereka terjadi di dunia, termasuk memberikan penilaian.
Presiden WUC, Dolkun Isa menyebut pengaduan pidana memiliki makna nyata dan simbolis, bagi perjuangan kemanusiaan menyelamatkan nyawa sekaligus masa depan etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya.
Kelompok hak asasi manusia, media massa internasional, saksi serta penyintas, juga telah mengajukan kesaksian berikut bukti yang kredibel, yang menunjukkan dugaan pihak berwenang Tiongkok telah melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap orang-orang Uighur dan minoritas Turki lainnya di Xinjiang sejak 2017.
Dugaan pelanggaran berat HAM ini, dimulai Beijing secara sewenang-wenang dengan menahan orang-orang Uighur pada kamp yang disebut mereka sebagai tempat pendidikan ulang bahkan di penjara, meskipun tidak ada bukti kuat etnis minoritas tersebut telah melakukan kejahatan.
China mengklaim fasilitas itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang dimaksudkan untuk mencegah ekstremisme dan radikalisme agama, dan Tiongkok mengatakan bahwa fasilitas itu telah ditutup.
Diyakini bahwa pihak berwenang telah menahan hingga 1,8 juta orang Uighur dan lainnya yang dituduh menyembunyikan pandangan agama yang kuat terhadap ekstrimisme.
Ada juga bukti bahwa beberapa tahanan menjadi sasaran kerja paksa, penyiksaan, kekerasan seksual, dan sterilisasi paksa dan aborsi.
Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta negara-negara dunia khususnya Indonesia, untuk mendukung langkah firma hukum yang melaporkan dugaan kejahatan kemanusiaan China terhadap etnis Uighur di Xingjiang.
“Ini adalah momentum bagi negara-negara dunia termasuk Indonesia, untuk menyelamatkan orang-orang Uighur dari kejahatan kemanusiaan yang diduga kuat masih terjadi hingga saat ini,” kata Peneliti Senior CENTRIS, AB Solissa kepada wartawan, Rabu, (7/9/2022).
Apalagi, lanjut Solissa, Amerika Serikat dan badan legislatif dari beberapa negara Barat telah menganggap perlakuan buruk China terhadap sebagian besar muslim Uighur dan minoritas Turki lainnya di Xinjiang sebagai genosida serta kejahatan terhadap kemanusiaan, dimana penindasan tersebut terus berlanjut.
Kongres Uighur Dunia dalam keterangannya mengatakan bahwa pengajuan pengaduan pidana di Argentina adalah langkah penting menuju keadilan yang telah lama tertunda bagi rakyat Uighur, sekaligus meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Xingjian.
Apalagi, pada bulan Desember 2021 sebelumnya, Pengadilan Uighur yang dipimpin ahli hukum Inggris, Geoffrey Nice, mengeluarkan putusan tidak mengikat yangvmenyatakan bahwa China telah melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap muslim Uighur, setelah mendengar bukti dari para penyintas kamp interniran dan para ahli di wilayah tersebut.
Beberapa hari setelah keputusanini, WUC dan UHRP mengatakan mereka sedang bersiap untuk mengajukan pengaduan pidana ke pengadilan Argentina dengan yurisdiksi internasional, dan aduan tersebut benar-benar telah mereka layangkan.
“Dari pernyataan tersebut, terdapat fakta jika telah bertahun-tahun orang-orang Uighur mencari mekanisme keadilan hukum internasional untuk menyelamatkan mereka dari tragedi kemanusian,” tutur AB Solissa.
“Pengaduan pidana ini akan menjadi kesempatan bersejarah bagi muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya di Xingjian, agar suara mereka didengar dan hak hidup dalam kehidupan diberikan oleh pengadilan domestik formal, pungkas AB Solissa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: