Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pemerintah Diminta Stop Kenaikan Cukai Rokok

        Pemerintah Diminta Stop Kenaikan Cukai Rokok Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Rencana pemerintah menaikan cukai rokok dinilai tidak adil. Saat pendemik Covid 19 sedang menggila tahun 2020-2021, industri lainnya di tanah air mendapat insentif, industri rokok justru dibebani dengan kenaikan cukai rokok yang besar dan memberatkan. 

        Tahun 2022 pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berdampak negatif ke berbagai sektor kehidupan masyarakat termasuk industri. Untuk itu, agar  industri rokok tidak semakin menderita dan tumbang, pemerintah diminta bijaksana dengan tidak menaikan cukai rokok di tahun 2023 mendatang.

        “Kami sangat menolak kenaikan cukai rokok di tahun 2023. Kami sudah sampaikan hal ini ke Menteri (Keuangan) dengan alasan tentunya, bukan hanya sekedar menolak karena selama ini Formasi realistis saja.  Tahun depan dengan baru pulihnya ekonomi seusai pandemic kita memohon pemerintah untuk tidak menaikkan cukai di tahun depan,” pinta ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto.

        Baca Juga: Pedagang Pasar Minta Cukai Rokok Tidak Naik di Tahun 2023

        Lebih lanjut Heri menjelaskan, apabila pemerintah ngotot menaikan cukai rokok banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Pertama, akan terjadi pengurangan pegawai  atau buruh yang berarti menghasilkan pengangguran yang sangat banyak. Padahal saat ini ekonomi sedang sangat sulit. Yang kedua akan semakin banyak rokok illegal. Dan yang ketiga, industri rokok terutama pabrikan rokok menengah dan kecil  semakin banyak yang gulung tikar alias bangkrut. Itu berarti menimbulkan efek negatif juga bagi pemerintah. Akan semakin mempersulit ekonomi.

        Hal yang sama disampaikan Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi,. Menurutnya, usulan kenaikan cukai rokok setiap tahun selain karena pemerintah membutuhkan dana juga karena adanya tekanan dari dunia luar  terutama kalangan lembaga swadaya masayrakat, agar menaikan cukai rokok. Benny berharap pemerintah berani melawannya dengan tidak menaikan cukai rokok. Sekiranya karena terpaksa harus menaikan, kenaikannya tidak lebih dari angka pertumbuhan ekonomi nasional. 

        “Pemerintah harusnya mempertimbangkan  kepentingan industri nasional, kepentingan ekonomi nasional, kepentingan petani, dan kepentingan buruh. Di sini harusnya ada keseimbangan. Apalagi kita baru saja menghadapi Covid-19 yang memporak porandakan sektor ekonomi secara keseluruhan. Industri rokok sebagai bagian dari industri dan bagian dari ekonomi harusnya dapat pulih dulu, terlepas dari adanya gerakan anti tembakau tadi,” tegas Ketua umum Gaprindo, Benny Wahyudi.

        Penolakan yang sama juga disampaikanm kalangan petani tembakau. Penasehat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) willayah Jawa Tengah Tryono dengan tegas menolak rencana atau  usulan kenaikan cukai rokok di tahun 2023 mendatang.

        “Tidak perlu adanya kenaikan Cukai Rokok, Sebesar apapun tidak perlu dinaikan, Karena selama ini cukai rokok sudah sangat tinggi. Karena itu pemerintah tidak perlu manaikannya lagi,” tegas Penasehat APTI Jawa Tengah, Tryono.

        Baca Juga: Duh! Cukai SKT Mau Dinaikan, Bagaimana Nasib Pelinting Rokok?

         Mrenurut Tryono, kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah setiap tahun, bukan hanya merugikan kalangan industri rokok beserta para buruhnya. Petani tembakau pun terkena imbasnya. Sebab pembelian tembakau produksi petani menjadi semakin berkurang. Hal ini merugikan dan menyengsarakan nasib dan perekonomian petani tembakau yang sedang susah karena terkena dampak kenaikan BBM.

        “Kalau pemerintah masih juga menaikan cukai rokok, akan semakin memperburuk kondisi kesejahteraan petani tembakau. Akan banyak dari para petani tembakau yang berhenti menanam tembakau karena terus merugi. Dan itu menyengsarakan nasib petani tembakau,”tegas Pryono.

        Penolakan yang sama disampaikan ketua umum Koalisi masyarakat tembakau Indonesia, Bambang Elf. Menurutnya, kenaikan cukai rokok akan berdampak pada pengurangan pegawai di sektor industri tembakau. Setiap kali ada kenaikan cukai rokok, akan ada pengurangan buruh dan pegawai di sektor IHT.

        “kenaikan cukai ini berpotensi  dan punya pengaruh negative terhadap sektor ketenagakerjaan di sektor industri hasil tembakau. Tahun 2022 dan tahun 2023 ini pemerintah harus memberikan kompensasi dengan tidak menaikkan cukai agar IHT tetap bertahan,” tegas Bambang Elf.

        Secara terpisah, Peneliti yang juga dosen Fakulktas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Imaninar kembali menyampaikan pandanganya, kenaikan cukai rokok jika ditujukan untuk mengurangi konsumsi rokok di masyarakat, hal ini tidak tepat sasaran. Kenaikan cukai rokok justru berpengaruh terhadap pengurangan tenaga kerja di sektor IHT. Selain itu juga akan semakin memperbanyak beredarnya rokok rokok illegal yang justru merugikan pemerintah.

        “Hasil survey kami menunjukkan bahwa sebanyak 67,3% responden menyatakan bahwa rokok merupakan sajian penting yang harus tersedia dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Artinya, kenaikan harga rokok tidak akan serta merta menurunkan angka konsumsinya. Para perokok akan mencari alternatif jenis rokok lain yang harganya terjangkau. Hal itulah yang menyebabkan munculnya peluang peredaran rokok ilegal. Meskipun volume produksi legal turun, namun jumlah konsumsi belum tentu turun.”papar Peneliti yang juga dosen FEB Universitas Brawijaya, Imaninar. 

        Lebih lanjut, Imaninar menjelaskan,  sejumlah penelitian menunjukkan, kenaikan tarif cukai dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peredaran rokok ilegal. Salah satu penyebab tingginya peredaran rokok ilegal adalah untuk memenuhi permintaan dari masyarakat. Perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung untuk membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai. 

        “Kenaikan tarif cukai tembakau yang terus menerus terjadi menyebabkan daya beli masyarakat Indonesia terhadap rokok legal semakin menurun. Sehingga para perokok tersebut akan beralih pada rokok ilegal untuk dapat tetap megkonsumsi rokok dengan harga terjangkau. Data menunjukkan bahwa kenaikan jumlah rokok ilegal bersamaan dengan semakin menurunnya jumlah volume produksi penjualan rokok segmen low. Para konsumen rokok di segmen low tersebut akan berpindah kepada rokok ilegal ketika harga rokok segmen low terus mengalami kenaikan harga,” tegas Imaninar.

        Baca Juga: Pekerja IHT Makin Tertekan, Serikat Pekerja Minta Pemerintah Tak Naikkan Cukai Rokok 2023

        Sementara itu, Ketua Harian Formasi Heri Susianto, Ketua Umum Gaprindo Beny Wahyudi, Ketua Umum Koalisi Masyarakat Tembaka Indonesia Bambang Elf  maupun Pengurus APTI, Tryono sepakat agar pemerintah segera membuat road map industri tembakau Indonesia. Namun pembuatan road map terebut harus melibatkan semua pihak, bukan hanya perwakilan masyarakat dan professional bidang Kesehatan, tapi juga pelaku IHT termasuk di dalamnya perwakilan petani tembakau dan  perewakilan buruh IHT.

        “Dengan adanya road map, rencana pemerintah ke depan terhadap  masa depan IHT jelas. Berapa kenaikan cukainya, kapan perlu dinaikannya juga semakin jelas, Sehingga masyarakat industri rokok maupun industri hasil tembakau tidak kaget,” papar Heri Susianto.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: