Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pilpres 2024 Ternyata Lebih Untung Kalau Sajikan Lebih dari 2 Paslon, Pengamat: Bisa Cegah Politik Identitas

        Pilpres 2024 Ternyata Lebih Untung Kalau Sajikan Lebih dari 2 Paslon, Pengamat: Bisa Cegah Politik Identitas Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Polemik jumlah pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden di pemilihan presiden (pilpres) 2024 mendatang kembali menjadi perdebatan. Melihat hal itu, Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago memberikan pandangannya.

        Ia menyarankan Pemilu 2024 diikuti oleh lebih dari dua paslon capres dan cawapres. Pasalnya, hal ini bisa membuat masyarakat lebih punya banyak alternatif.

        Baca Juga: Anies Ungguli Capres Lain dalam Survei 2 Paslon di Pilpres 2024, Pengamat Singgung Omongan SBY: Menarik untuk Dicermati

        "Masyarakat pada tahap election untuk memilih, mereka punya banyak alternatif, punya banyak menu varian yang disajikan," ujarnya di Jakarta, Kamis (29/9/2022).

        Dia menegaskan dua pasang calon presiden (capres) dapat merusak tenun dan politik kebangsaan.

        "Saya merasakan kerusakan pada dua periode pilpres sebelumnya sehingga minimal harus ada tiga sampai empat poros untuk mencegah politik identitas, polarisasi dan keterbelahan. Itu kan niat baik," paparnya.

        Selain itu, hasil survei Voxpol terbaru juga menyebutkan sekitar 40,6 persen responden menginginkan harus ada lebih dari dua calon presiden pada Pemilu 2024. Alasan responden adalah untuk mendapatkan pemimpin alternatif. Alasan lainnya terdapat 31 persen responden yang beralasan agar tidak terjadi konflik sosial dan perpecahan di masyarakat.

        Baca Juga: Tak Masalah dengan Dua Paslon di Pilpres, Desmond Gerindra: Kalau Kita Mau Jujur...

        Pangi menjelaskan makin banyak pasangan calon presiden maka alternatif dan varian pemimpin yang ditawarkan kepada masyarakat makin banyak.

        "Wajar kemudian pemilih milenial, yang anak muda, mereka bosan dan jenuh, apalagi calon presiden wajah lama. Partisipasi mereka bisa turun," tuturnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: