Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Waspada! Masih Banyak Fintech Abal-abal Berkedok Koperasi Simpan Pinjam

        Waspada! Masih Banyak Fintech Abal-abal Berkedok Koperasi Simpan Pinjam Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Indonesia sebagai negara terbanyak yang memiliki koperasi sangat dominan jenis koperasi simpan pinjam dibandingkan  koperasi produksi. Karena demand/permintaan dari masyarakat yang membutuhkan pinjaman kepada lembaga non bank sangat tinggi. Namun persoalan muncul ketika banyak dari koperasi-koperasi yang disalah gunakan dengan berbagai modus.

        Demikian diungkapkan Penulis Buku Waspada Fintech Berkedok Koperasi Simpan Pinjam, Dewi, dalam acara yang digelar Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) di Bandung, Minggu (3/10/2022).

        Dewi menyebutkan hal ini terjadi karena masyarakat yang hendak mendirikan BPR tidak mudah, syaratnya sangat ketat, dari mulai perijinan, dokumen, dan persyaratan keuangan. Demikian juga ketika mendirikan fintech juga tidak mudah. 

        Baca Juga: Ternyata ini yang Bikin Masyarakat Kerap Terjerat Pinjol Ilegal

        "Nah yang paling mudah adalah mendirikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dengan modal Rp15 juta pun sudah berdiri, dengan anggota minimal 15 orang," ujarnya.

        Pengamat Koperasi dan bisnis UMKM ini melihat banyak kemudian rentenir-renternir berkumpul membuat KSP. 

        "Nah itu yang kemudian menjadi embrio dari fintech abal-abal berkedok Koperasi Simpan Pinjam," katanya.

        Menurutnya, pembuatan dan pengawasannya tidak diawasi oleh OJK dan modal juga minim. Kemudian karena pandemi, masyarakat didorong melakukan digitalisasi dalam segala aspek, termasuk dalam soal pinjam-meminjam uang. Fintech dengan layanan digital berkedok KSP berkembang bak jamur di musim hujan.

        "Ini yang salah kaprah, kalau Fintech harus terdaftar di OJK, tapi koperasi dengan layanan digital hanya terdaftar di Kominfo," ujarnya.

        Dampak dari adanya fintech berkedok koperasi sangat merusak, masyarakat yang tidak paham mencari pinjaman instan dengan nilai misalnya Rp2,5 juta, namun kemudian menjadi bengkak hingga sampi Rp100 juta. Bahkan ada yang juga sampai menjual rumah demi membayar bunga pinjaman yang berlpat-lipat. 

        "Kalau koperasi tidak bisa karena tidak bisa memberikan bunga ugal-ugalan, dan selalu ada dual system, peminjam adalah anggota yang juga pemilik koperasi, jadi harus bertanggung jawab terhadap pinjamannya," ungkapnya.

        Untuk mengetahui sebuah koperasi benar dalam mengelola usahanya, sebenarnya mudah dengan melihat berapa jumlah aset dan berapa jumlah anggotanya. Kalau asetnya besar, namun anggotanya sedikit maka harus waspada, kalau asetnya besar misalnya Rp1 triliun, namun anggotanya sampai ribuan, itu hal yang wajar. 

        Baca Juga: Pinjol UangMe Optimistis Bakal Terus Bertahan di 5 Besar, Ini Keunggulan yang Dijagokan

        Koperasi yang benar juga melakukan edukasi dan pelatihan terhadap anggotanya, sebelum melakukan pinjaman. 

        "Itu koperasi yang benar, melakukan pelatihan dan membedakan dengan fintech-fintech ilegal," tegasnya.

        Dewi juga memberi saran sebelum bisa meminjam uang, daftar dulu, ikut pelatihan sehingga anggota benar-benar paham prinsip dan cara kerja koperasi. 

        Dia juga sangat prihatin dengan banyaknya masyarakat yang menjadi korban dari adanya pinjaman online (pinjol) ilegal, bahkan ada yang sampai bunuh diri. Hal itulah yang juga menggerakan dia untuk membuat buku terkait dengan fintech ilegal yang berkedok KSP. 

        "Buku ini untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat, kenali koperasi simpan pinjam, dan untuk membedakan dengan fintech illegal," katanya. 

        Adapun, Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Prof. Dr. Atip Latipul Hayat, mengatakan penggunaan teknologi yang memunculkan financial technology (fintech),  teknologi sebenarnya adalah alat untuk mempermudah kehidupan, namun semaju-majunya teknologi yang lebih canggih adalah otak manusia. Dia berharap agar teknologi finansial ini berkembang dan mampu menjadi solusi ke depannya. 

        Baca Juga: Masyarakat Jangan Mudah Tergiur Tawaran Pinjol Ilegal

        "Kata kunci dari fintech untuk menghilangkan kewaspadaan ada dua, pada teknologinya sendiri, jadi ketika fintech masuk dalam denyut nadi kehidupan dan sekarang muncul anomal-anomali, berarti belum selesai teknologinya," ungkapnya.

        Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum PBA, Ary Zulfikar, yang juga menjadi Direktur Eksekutif Hukum LPS menyampaikan literasi keuangan yang membicarakan mana lembaga keuangan yang pruden dan tidak memang masih belum sepenuhnya dipahami masyarakat. 

        Kalau meminjam kepada lembaga keuangan non bank, pasti bunganya lebih tinggi dibandingkan dengan bank. Termasuk koperasi pasti bunganya lebih tinggi, persoalannya banyak masyarakat yang menjadi anggota koperasi hanya butuh pinjam uang. Mereka menikmati pinjaman uang di koperasi karena lebih mudah dibandingkan dengan perbankan. 

        "Di sinilah dibutuhkan peran pemerintah, agar masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan akses ke perbankan. Masyarakat yang memiliki literasi rendah ini, mendapatkan akses meminjam uang ke lembaga perbankan, sehingga mereka tidak mencari pinjaman ke pinjol ataupun fintech ilegal," jelasnya. 

        Praktik yang terjadi di masyarakat yang memerlukan pinjaman sangat mudah, terutama ke Pinjol, mereka tidak menghitung jumlah bunganya, namun lebih kepada kemampuan membayarnya. 

        "Menjadi masalah ketika tidak mampu membayar cicilan, tiba-tiba menjadi berlipat utangnya karena bunganya yang sangat tinggi," ungkapnya.

        Sementara itu, sebagai organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan UMKM, Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) meresmikan kantor Pusat Studi Bumi Alumni & Legal Center, yang bertempat di Surapati Core, Bandung. 

        Hadir dalam acara tersebut, Ketua Dewan Pengawas PBA, Ketua Umum dan jajaran dewan pengurus PBA serta dihadiri oleh Dr. Idris, SH, MH, Dekan Fakultas Hukum Unpad. Selain itu hadir juga Ketua Umum Pusat Studi Bumi Alumni (PSBA), Arief Budiman dan Ketua Dewan Pengawas PSBA, Ary Zulfikar.

        Baca Juga: Berantas Pinjol Ilegal, OJK Perkuat Sinergi dengan Kemkominfo

        Ketua Umum PBA, Ary Zulfikar, menyampaikan dalam perkembangannya, Perkumpulan Bumi Alumni tidak hanya menggerakan para pelaku bisnis UMKM, namun juga memerlukan adanya lembaga yang melakukan kajian-kajian dalam bidang bisnis UMKM, mengkaji permasalahan yang terjadi terkait dengan regulasi dan sebagainya.

        Selain menjadi pusat kajian, PSBA juga menjadi legal center yang akan memberikan bantuan hukum kepada para pelaku bisnis UMKM. Baik terkait dengan perijinan maupun hal lain misalnya terjerat pinjaman online dan sebagainya.

        "Hal itulah yang melatarbelakangi kenapa kami membuat lembaga kajian, kita harapkan pusat studi ini bisa memberikan masukan buat para pengambil kebijakan dalam menyusun regulasi, sebagai salah satu usulan dari masyarakat," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: