Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut stock exchange (Bursa Efek Indonesia/BEI) di Jakarta saat ini didominasi oleh perusahaan keuangan, yakni perbankan telekomunikasi dan e-commerce.
"Market capitalization yang terbesar di Jakarta didominasi perusahaan keuangan, yaitu perbankan telekomunikasi dan e-commerce," kata Sri Mulyani di acara Pembukaan Profesi Keuangan Expo 2022, dipantau secara daring, Senin (10/10/2022).
Baca Juga: Upaya Pemberdayaan UMKM, dari Menkeu hingga Bos BI Nyatakan Digitalisasi Pegang Peran Penting
Adapun, lima terbaik, ucap Sri Mulyani, dari perusahaan-perusahaan tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teknologi dan dunia digital. Ekonomi digital tak hanya identik dengan perusahaan rintisan alias startup dan e-commerce. Ekonomi digital juga mencakup berbagai entitas yang sebelumnya sudah well established dengan cara kerja konvensional dan kini beralih ke digital.
"Perbankan misalnya, meskipun sudah lama memberikan layanan berbasis internet, saat ini perusahaan keuangan tersebut tetap harus melakukan inovasi dalam memberikan pelayanan melalui platform digital," ujarnya.
Baca Juga: Diskusi Indonesia Economic Outlook 2023 Forum Dihadiri Kemenkeu, Ini yang Dibahas
Sri Mulyani menjelaskan saat ini ekonomi digital merupakan salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, nilai ekonomi industri digital di Indonesia pada 2021 bisa mencapai US$70 miliar.
"Angka ini bahkan akan diperkirakan meningkat mencapai US$145 miliar pada 2025," imbuh wanita yang kerap disapa Ani.
Bendahara negara tersebut mengakui, meskipun digitalisasi memberikan banyak dampak positif yang membantu meningkatkan efisiensi serta kualitas sektor keuangan, namun digitalisasi dan teknologi juga berpotensi menimbulkan risiko besar, distorsi, serta disrupsi.
Baca Juga: Kemenkeu Ungkap E-Commerce dan OTA Jadi Kekuatan Ekonomi Digital Indonesia
"Kami memahami teknologi potensi timbulkan risiko besar, distorsi, disrupsi. Sebagai contoh risiko penggunaan big data mensyaratkan perlindungan memadai dan kuat terkait privasi," ujar Ani.
"Contoh lain mesin learning ciptakan potensi overheating komputer ambil keanehan dalam data yang tidak mewakili pola didunia nyata. Atau bisa juga underheating model nggak cukup kompleks untuk menangkap pola yang ada dalam data dan realita," lanjutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Ayu Almas