Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KSP: Perlu Ada Penguatan Surveilans dalam Pendataan Stunting

        KSP: Perlu Ada Penguatan Surveilans dalam Pendataan Stunting Kredit Foto: KSP
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kantor Staf Presiden (KSP) melihat perlunya penguatan surveilans gizi pada balita sehingga pemerintah dapat secara optimal mencapai target penurunan prevalensi stunting. Sebagai provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) perlu mendapatkan perhatian khusus.

        "Terkait dengan upaya percepatan penurunan stunting di NTT, terdapat beberapa hal strategis yang perlu dilaksanakan di antaranya adalah penguatan surveilans gizi terhadap balita agar pendataan kasus stunting dapat lebih akurat," kata Tenaga Ahli Utama KSP, dr. Brian Sri Prahastuti, Senin (31/10/2022).

        Baca Juga: Kuatkan Sinergi, Wapres Ma'ruf Amin Ajak Bank Dunia Tangani Stunting di Indonesia

        Menurutnya, hal ini diperlukan agar tidak terdapat perbedaan data yang signifikan terhadap prevalensi stunting baik menggunakan instrumen Survei Status Gizi Indonesia atau menggunakan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).

        dr. Brian yang turut hadir dalam agenda Pendampingan Terpadu yang dilaksanakan pada Jumat (28/10) di Kupang, NTT menjelaskan bahwa penguatan surveilans gizi tersebut menjadi penting karena stunting tidak terjadi secara tiba-tiba.

        Stunting adalah akumulasi dari kondisi dari sebelum menikah (anemia, kurang gizi), saat hamil (kurangnya konsultasi dokter, kurangnya suplemen ibu hamil), dan pascakelahiran (rendahnya pengetahuan terkait ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI yang tidak cukup protein).

        "Intervensi dalam penanganan stunting tidak hanya bisa dilakukan oleh sektor kesehatan saja, tetapi harus lintas sektor. Intervensi juga tidak bisa dilakukan hanya ketika sudah ditemukan kasus stunting (hilir), tetapi harus dimulai dari sebelum penemuan kasus (hulu)," jelas dr. Brian.

        Perlu diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengamanatkan perlunya intervensi spesifik dan intervensi sensitif untuk mendorong pencapaian target prevalensi stunting sebesar 14% pada 2024. Terdapat 12 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi dan jumlah kasus stunting tertinggi yang kemudian mendapatkan pendampingan terpadu dari kementerian/lembaga yang tergabung dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting.

        Seperti diketahui, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia, yaitu 37,8% pada 2021 berdasarkan kepada hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI). Pemerintah terus mendorong penurunan stunting di Provinsi NTT, salah satunya melalui kegiatan Pendampingan Terpadu Percepatan Penurunan Stunting di Kupang.

        Kegiatan yang berlangsung pada Jumat lalu ini turut dihadiri oleh Deputi III Kementerian Koordinator Bidang PMK, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Plt. Kepala Bappelitbangda NTT, Kepala Perwakilan BKKBN NTT, Kepala Dinas Kesehatan NTT, dan perwakilan dari Kabupaten yang menjadi fokus: Sumba Barat Daya, Alor, dan Manggarai Timur.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: