Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BI7DRR Kembali Naik 50 bps, Ekonom: Mutlak Karena Ada Kenaikan Ekspektasi Inflasi

        BI7DRR Kembali Naik 50 bps, Ekonom: Mutlak Karena Ada Kenaikan Ekspektasi Inflasi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social, Economics and Digital/ISED Ryan Kiryanto menilai, keputusan Bank Indonesia (BI) yang melanjutkan kenaikan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25% pada 17 November 2022 kemarin, merupakan keputusan yang tepat, brilian dan forward looking atau antisipatif. Adapun BI juga menaikkan Lending dan Deposit Facility dengan poin persentase yang sama (50 bps).

        "Keputusan ini pada dasarnya mengacu kepada tujuan BI untuk menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi sesuai jangkar BI (2-4%) lebih cepat tercapai pada paruh pertama tahun 2023 nanti, ditambah untuk tetap dapat menjaga momentum pertumbuhan pasca Presidensi G20 yang memberikan tambahan optimisme melalui komunike bersama yang dicapai secara konstruktif dan kolaboratif," ujar Ryan di Jakarta, Jumat (18/11/2022).

        Menurutnya, dengan inflasi tahunan (yoy) per Oktober lalu yang sebesar 5,71% yang berarti masih jauh di atas jangkar inflasi yang 3% serta ekspektasi inflasi sepanjang 2022 sebesar 5%, juga stance kebijakan moneter di AS dan Uni Eropa serta Inggris yang ketat (hawkish) untuk melandaikan inflasi menuju sasaran yang 2%, maka kenaikan BI7DRRR sebesar 50 bps merupakan opsi keputusan yang tepat. Baca Juga: Wow! BI Lanjutkan Kenaikan Suku Bunga Acuan, Sekarang jadi 5,25%

        "Dorongan inflasi November ini dipicu oleh peningkatan konsumsi kelompok transportasi dan makanan minuman dimana efek lanjutan kenaikan harga BBM pada kenaikan tarif angkutan umum dan harga barang-barang kebutuhan pokok masih ada meskipun dengan tekanan yang berkurang. Lebih lanjut hal itu tetap meningkatkan ekspektasi inflasi di 2022 ini yang akan melampaui target yang 2-4% (versi BI) dan yang 3% (versi pemerintah atau asumsi APBN 2022)," jelasnya.

        Ekonom tersebut menilai, pendorong kenaikan BI Rate mutlak karena adanya kenaikan ekspektasi inflasi hingga akhir tahun ini ditambah potensi kenaikan inflasi musiman di Desember karena aktivitas masyarakat terkait perayaan Natal dan tahun baru.

        Memang ada juga faktor eksternal yang menjadi  faktor tambahan, yaitu konsensus perkiraan kenaikan suku bunga oleh The Fed (FFR) yang agresif sebesar 75 bps pada pertemuan FOMC Desember nanti menjadi 4,75%-5,0 untuk mengerem laju inflasi yang tinggi (sekarang sekitar 7% di Oktober lalu). Dengan demikian ruang bagi BI untuk menahan BI Rate tampaknya tipis sekali.

        "Jadi dengan pertimbangan domestik dan eksternal, RDG BI yang menaikkan BI Rate 50 bps merupakan keputusan tepat dan timely. Besaran kenaikan 50 bps ini pun menjadi ukuran atau takaran yang tepat, melanjutkan kenaikan RDG BI sebelumnya dengan besaran kenaikan yang sama. Sekaligus ini memberikan sinyal keputusan tersebut betul-betul hati-hati, preemptive dan cenderung masih pro stabilitas (terkait inflasi dan nilai tukar Rupiah) dan tetap pro pertumbuhan (melalui relaksasi kebijakan makroprudensial)," paparnya.

        Kalau pun sektor perbankan kemudian akan juga menyesuaikan suku bunga simpanan dan kreditnya, hal ini merupakan respon kebijakan yang lumrah atau wajar sesuai dengan mekanisme pasar. Baca Juga: Jaga Momentum Pemulihan Ekonomi, BI Terus Perkuat Bauran Kebijakan

        "Oleh karena itu, dengan menaikkan BI Rate yg terukur dengan besaran hanya 50 bps di tengah momentum pertumbuhan dan indikator utama makroekonomi (leading indicator economic) yang tetap terjaga dengan baik (PDB di Q3-2022 tumbuh tinggi 5,72% dan surplus selama 29 bulan terakhir) diharapkan tidak akan terlalu berdampak kontraktif (menahan atau mengerem) pada pertumbuhan ekonomi. Kenaikan BI Rate kali ini pun sudah diperkirakan banyak analis dan ekonom serta pelaku pasar sehingga sebenarnya sudah price-in di pasar," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: