Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        RKUHP Jamin Kebebasan Berpendapat dan Demokrasi

        RKUHP Jamin Kebebasan Berpendapat dan Demokrasi Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Saat ini beredar narasi seolah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ini jika mengkritik Presiden, Wakil Presiden, Pemerintah atau Lembaga Negara maka langsung dipenjara, Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries dalam keterangannya di Jakarta memberikan penjelasan soal isu tersebut yang menurutnya tidak tepat dan perlu diluruskan, Minggu (27/11/2022).

        Menurut Albert, Pasal 218 RKUHP tentang penyerangan harkat dan martabat diri Presiden/Wapres dan juga Pasal 240 RKUHP tentang Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara, semuanya sudah diberikan uraian penjelasan yang lengkap untuk dapat membedakan mana yang termasuk kritik dan mana yang merupakan penghinaan (tindak pidana). Konstitusi kita telah menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat, tetapi sama sekali tidak memperbolehkan menghina orang lain. 

        Baca Juga: Meski Akui Ada Kekurangan, Mahfud MD Sebut RKUHP Akan Disahkan Bulan Depan

        Lebih lanjut, uraian penjelasan dari Pasal 218 dan Pasal 240 RKUHP juga diadopsi dari Pasal 6 huruf d UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yaitu kritik dalam Pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

         “Jadi kedua pasal ini sama sekali tidak membatasi kebebasan berekspresi dan berdemokrasi, karena kritik yang disampaikan, termasuk dalam unjuk rasa/demonstrasi bukan merupakan tindak pidana, itulah wujud Demokratisasi dan Dekolonisasi yang diusung oleh RKUHP.“  tegas Albert.

        Albert menjelaskan Pasal 218 RKUHP bukan untuk menghidupkan kembali Pasal 134 KUHP tentang Penghinaan Presiden yang dianulir MK yang merupakan Delik Biasa, tetapi mengacu pada Pertimbangan Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 mengenai Pengujian Pasal 134 KUHP tentang Penghinaan Presiden (Hal. 60), dimana MK berpendapat Pasal 207 KUHPidana tentang Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum dapat digunakan Presiden/Wapres sebagai Delik Aduan, yaitu dalam hal penghinaan itu ditujukan ke Presiden/Wapres selaku pejabat (als ambtsdrager), sehingga tidak ada proses hukum tanpa pengaduan dari Presiden/Wapres, sekaligus menutup ruang bagi simpatisan untuk melapor.

        Bahkan kata Albert, pengaturan ini juga selaras dengan pengaturan penghinaan terhadap kepala negara sahabat, merupakan pemberatan sanksi dari penghinaan terhadap warga negara biasa dan penghinaan terhadap Pejabat (semuanya Delik Aduan) yang keduanya merupakan pasal lama yang tidak pernah dibatalkan oleh MK, serta memiliki sanksi alternatif berupa Pidana Denda, sehingga tidak serta merta dipidana penjara.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: