'Tsunami' Dukungan ke Anies Baswedan Bikin Puyeng Kubu Istana, Refly Harun Nggak Main-main: Dihadang Tambah Besar, Apalagi Kalau Dibiarkan!
Beberapa waktu terakhir dikabarkan Anies Baswedan mengalami “penjegalan” dengan dicabutnya izin penggunaan ruang publik secara mendadak. Hal ini pun telah dikonfirmasi oleh NasDem selaku partai pertama yang mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Capres.
Mengenai fenomena penghadangan laju Anies yang disebut sebagai kandidat terkuat di luar lingkar kekuasaan Jokowi, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun angkat suara. Menurut Refly, fenomena dukungan yang mengalir deras ke Anies pada dasarnya membuat “puyeng” kubu istana terkait kelanjutan rezim mereka di 2024 nanti.
“Anies ini memunculkan dilema bagi kekuasaan hari ini menurut saya,” jelas Refly melalui kanal Youtube miliknya dikutip Kamis (1/12/22).
Sebagaimana diketahui, kunjungan Anies ke beberapa daerah telah mengundang antusiasme yang besar dari masyarakat yang memberikan dukungan. Bahkan, kader partai koalisi pemerintahan sudah terang-terangan mengambil sikap untuk mendukung Anies.
Karenanya, Refly menganggap Anies memunculkan dilema bagi penguasa terkait sikap agar laju Anies tak sekuat sekarang ini. Sayangnya, menurut Refly hal itu belum terlalu berhasil.
“Dilemanya adalah dilarang tambah besar, tidak dilarang tambah besar juga,” ungkap Refly.
Refly pun mengingatkan agar penguasa tidak menggunakan kekuatan yan dimiliki demi menjegal sosok anak bangsa yang ingin mengikuti kontestasi Pilpres.
Terkait anggapan Anies curi start kampanye, Refly menganggap eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut tidaklah melakukan hal tersebut. Refly berdasar pada status Anies yang kini bukan lagi pejabat publik bahkan status Capres pun belum didapatkan olehnya.
“Dia tidak curi start kampanye, karena masa kampanye belum dimulai. Lagi pula daia belum menjadi calon presiden, dia bakal calon pun juga tidak,” jelasnya.
“Jadi tahapannya dia barulah calon yang dielus-elus, nanti ketika didaftarkan KPU dia baru jadi bakal calon, ketika ditetapkan KPU baru dia jadi capres, kalau sudah terpilih maka dia calon terpilih, setelah dilantik barulah dia jadi Presiden Republik Indonesia,” tegas Refly.
Refly justru menyoroti kandidat lain jika melakukan hal serupa dengan Anies mengingat mereka masih menduduki jabatan penting di pemerintahan.
Hal ini tentu jelas terlarang ketika pejabat berkampanye tetapi status jabatan masih diemban.
“Justru lawan-lawan Anies yang diperkiarakan akan menantang dia sedang dala jabatan publik, dia bisa menunggangi jabatan publiknya untuk kemana-mana dibiayai oleh biaya negara,’
“Kalau Anies ketika dia bukan lagi pejabat publik ya dia bebas mau kemanapun, dia tidak mengguakan fasilitas publik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto