Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hukuman Tindak Pidana Korupsi di KUHP Penuh Kontroversi, Wamenkumham: Kita Punya Alasan....

        Hukuman Tindak Pidana Korupsi di KUHP Penuh Kontroversi, Wamenkumham: Kita Punya Alasan.... Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah melalui Rapat Paripurna yang digelar pada Selasa (7/12/22) lalu menyisakan paradigma kontroversi dalam pasal-pasal yang terkandung di dalamnya.

        Contohnya adalah perihal minimal hukum pidana korupsi yang dinilai tidak memberikan efek jera bagi para terdakwa. Pasalnya, dalam KUHP disebutkanbahwa hukuman penjara bagi para narapidana korupsi dikurangi masa tahanannya dalam KUHP yang baru.

        Baca Juga: Wamenkumham: Pasal Penghinaan Instansi Pemerintah Hanya Bisa Dilaporkan oleh Ketua!

        Hukuman tersebut diatur dalam Pasal 603, di mana pelaku korupsi dijerat hukuman paling singkat dua tahun penjara, paling lama 20 tahun penjara. Pasal ini dianggap kontroversi sebab dalam aturan hukum sebelumnya, minimal hukuman bagi pelaku korupsi paling singkat empat tahun penjara.

        "Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI," bunyi pasal tersebut.

        Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, menegaskan bahwa hukuman penjara bagi narapidana korupsi tidak semuanya diturunkan. Dia menegaskan, ada beberapa pasal yang minimal masa pindananya dinaikan.

        Dia menuturkan, perumusan Pasal 603 telah disesuaikan dengan Undang-undang Korupsi. Selain itu, pria yang akrab disapa Eddy ini juga menilai memiliki alasan yang rasional mengenai hal tersebut.

        "Jadi kita ada alasan rasional, mengapa ini (minimal hukuman) diturunkan, mengapa ini ditinggikan. Jadi tidak semua diturunkan," tegas Eddy saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12/22).

        Berdasarkan Undang-undang No. 31 junto Undang-undang No. 20 Tahun 2001, Eddy menuturkan bahwa terdapat 30 perbuatan yang merujuk pada tindak pidana korupsi. Dari 30 perbuatan tersebut, lanjut Eddy, hanya lima yang diadopsi ke dalam KUHP yang baru.

        "Korupsi itu kan ada 30 perbuatan dalam undang-undang no 31 junto undang-undang no 20 tahun 2001, yang diatur dalam KUHP itu hanya lima pasal. Yang 25 lainnya mengikuti Undang-undang Korupsi," paparnya.

        Lebih lanjut, Eddy menegaskan lima pasal KUHP tindak pidana korupsi telah dicabut dari Undang-undang Korupsi. Selain itu, dia juga menegaskan bahwa hukum acara akan tetap mengikuti undang-undang sebelumnya.

        "Yang sudah diatur dalam KUHP pasti dicabut dalam Undang-undang Korupsi, yang belum ada 25 perbuatan itu mengikuti Undang-undang Korupsi. Hukum acara tetap mengikuti Undang-undang Tindak Pidana Korupsi," jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Andi Hidayat
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: