Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Apindo Jabar Harap Pemerintah Lindungi Industri Padat Karya

        Apindo Jabar Harap Pemerintah Lindungi Industri Padat Karya Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat meminta agar pemerintah melindungi dan menyelamatkan industri padat karya di Jawa Barat. 

        Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik, mengatakan Pemerintah juga harus memiliki inovasi untuk melindungi padat karya, misalnya memberlakukan upah khusus padat karya dengan klasifikasi tertentu. 

        Baca Juga: Giliran Apindo Jabar Salurkan Bantuan bagi Korban Gempa Cianjur

        "Saya harap juga Pemerintah memberikan subsidi atau keringanan pajak untuk melindungi padat karya ini," kata Ning saat menjadi narasumber dalam bincang Bisnis Kadin Jabar dengan tema "Pengupahan dan Masa Depan Bisnis Jawa Barat Tahun 2023" di kanal YouTube Kadin Jabar, Selasa (13/12/2022).

        Ning juga menyayangkan terjadinya perpindahan beberapa perusahaan ke luar Provinsi Jawa Barat. Sebab, Jabar memiliki populasi penduduk yang tinggi dengan jumlah pengangguran sekitar 25 persen secara nasional. Artinya, Jabar masih membutuhkan padat karya yang harus dilindungi. 

        "Jangan sampai nanti makin banyak pengangguran karena saya tahu banyak investor yang masuk tapi kalau tidak bisa menjaga yang sudah ada, itu kan menjadi masalah," tegasnya.

        Berkenaan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat tentang rencana kenaikan upah hingga 7 persen, ia menuturkan Apindo Jabar tidak hanya sebatas menyikapi SK-nya melainkan lebih kepada kebijakan Permenaker No 18/2022.

        "Seharusnya yang berlaku adalah PP No 36. Sebelumnya, Ahli Hukum Apindo menilai bahwa Permenaker tidak boleh terjadi. Sebab, peraturan yang hierarki lebih tinggi tidak bisa dipatahkan oleh peraturan yang lebih rendah dan itu terjadi pada saat penetapan Permenaker No 18/2022," jelasnya.

        Apindo Jabar akan melakukan uji materi atas penetapan UMK 2023 tersebut yang rencananya akan selesai pada Desember 2022. Menurutnya, dengan penetapan UMK 2023, para pengusaha di Jawa Barat berharap dengan uji materi yang rencananya selesai pada Desember 2022.

        Kalangan pengusaha bisa memprediksi perkembangan perekonomian yang akan datang. Bahkan, para pelaku usaha selalu memperhitungkan secara matang. Misalnya sebelum melakukan investasi biasanya memilih area yang diperkirakan bisa mendukung keberlanjutan usahanya ketika terjadi masa sulit.  

        "Logikanya kita (pengusaha) yang membayar upah, wajar kalau merasa keberatan dengan perhitungan seperti itu dan kita siapnya membayar sesuai dengan PP No 36. Kita pastikan melakukan yang terbaik untuk pengupahan ini," ungkapnya.

        Baca Juga: Tolak Permenaker No 18/2022, Apindo Jabar: Formula Penghitungan Upah Buruh Tidak Ideal

        Dia menilai selama ini buruh selalu menggaungkan disparitas (perbedaan) upah yang terlalu tinggi di antara kota/kabupaten lain. Jika diterapkan PP No 36 maka akan mengurangi disparitas tersebut. 

        Dengan adanya kebijakan baru ini maka disparitas akan semakin tinggi karena kenaikan akan seragam lagi seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Maka, dampaknya adalah saya saing semakin menurun. Bahkan, saat ini disparitas upah terjadi di beberapa area industri seperti Karawang, Bekasi, Purwakarta, dan Bogor.

        Terlebih, dihadapkan dengan situasi global yang mana order semakin menurun, maka terjadilah pengurangan karyawan terutama di empat area tadi.

        Oleh karena itu, standar upah tetap mengacunpada PP No.36 sehingga terjadi variatif di setiap Kabupaten/Kota. Tujuannya untuk mengurangi disparitas upah di setiap daerah. 

        Baca Juga: Soal Upah Buruh 2023, Apindo Jabar Sesalkan Permenaker No 18/2022

        "Bisa kita bayangkan daerah industri padat karya naiknya terlalu tinggi. Mereka sebelumnya tidak mengantisipasi jika terjadi kenaikan upah," katanya.

        Apindo Jabar menilai kenaikan upah 7,8 persen pada 2023 mendatang hanya menguntungkan untuk para pekerja dalam waktu jangka pendek. Sebab, dalam jangka panjang tidak akan kompetitif. "Upah ini bagus untuk buruh tapi hanya berlaku sementara (saat ini saja)," imbuhnya.

        Disinggung soal pengurangan tenaga kerja jika terjadi kenaikan upah buruh 2023 mendatang, ia menyebutkan dua tahun yang lalu sudah terjadi gelombang PHK sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Kemudian terjadi kenaikan harga BBM ditambah perang Rusia-Ukraina yang berpengaruh terhadap pasar dunia dan dunia usaha tanah air.

        Dia mengakui tidak mudah menghitung jumlah PHK yang terjadi sebagai dampak dari kenaikan upah ini karena gelombang PHK sudah terjadi secara berurutan. 

        Selain itu, terjadi perbedaan data PHK antara Disnaker, Apindo, dan ILo. Perbedaan data PHK ini disebabkan karena tidak semua perusahaan menjadi anggota Apindo. 

        "PHK seperti gunung es. Jadi jumlah pekerja yang terkena PHK bisa lebih banyak dari prediksi yang kita tahu," ungkapnya.

        Ning menjelaskan pengurangan karyawan bisa terjadi jika kontrak kerja tidak diperpanjang sehingga mengurangi jumlah karyawan. Misalnya, karyawan keluar kerja karena menikah, rerata perusahaan tidak mencari gantinya. Selain itu, perusahaan menawarkan untuk mengundurkan diri dengan catatan jika perusahaan tumbuh kembali maka para pekerja ini akan direkrut kembali untuk bekerja.

        Baca Juga: Terima Audensi APINDO, Moeldoko Tegaskan Substansi UU Ciptaker Tak Berubah

        Makanya, kata Ning, Pemerintah terkadang mengeklaim bahwa angka PHK kecil karena yang melalui proses tersebut tidak banyak. 

        "Biasanya melakukan PHK itu tidak mudah. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: