Keterwakilan Perempuan Masih Rendah, Menteri PPPA Dorong Penguatan Kualitas Hadapi Pemilu 2024
Keterwakilan perempuan di bidang politik masih mengalami peminggiran, diskriminasi, dan praktik subordinasi sehingga perempuan tidak dapat mengembangkan potensi diri secara optimal dalam proses pembangunan. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menekankan dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk mendorong keterlibatan perempuan di bidang politik khususnya pada Pemilu 2024.
Menurut data Kementerian PPPA, angka keterwakilan perempuan sebagai calon legislatif DPR sebesar 40,1% atau 3.195 dari 7.970. Namun, yang lolos melenggang ke senayan hanya 20,52% atau 118 dari 575 caleg DPR RI.
Baca Juga: Peringati Hari Ibu, Menteri PPPA Ungkap Perjuangan Perempuan di Bidang Ekonomi
Padahal, dalam UU Pemilu, keterwakilan perempuan minimal 30%. Menteri PPPA mengungkapkan masih kurangnya keterlibatan perempuan dalam politik salah satunya disebabkan karena masyarakat, dan bahkan perempuan itu sendiri yang belum meyakini kemampuannya dalam berpolitik.
Bahkan, masih ada beberapa daerah pemilihan yang sama sekali tidak bisa mengantarkan wakil perempuan ke kursi parlemen.
"Untuk mendukung hal tersebut, telah diberlakukan kebijakan afirmatif keterwakilan perempuan minimal 30% di parlemen. Dalam perjalanannya, peningkatan keterwakilan perempuan semakin terasa. Bahkan, ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun perempuan. Sayangnya hingga saat ini, peningkatan ini belum mencapai target yang diinginkan," ungkap Bintang dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/12/2022).
Ia menuturkan hal yang penting ketika ingin mendorong keterwakilan perempuan di parlemen tidak berhenti pada tindakan afirmatif saja, peningkatan kapasitas perempuan dalam berpolitik pun perlu difokuskan.
Di sinilah peran partai politik sebagai lembaga paling strategis dengan kewenangan besar untuk menyiapkan para perempuan terlibat di bidang politik, sekaligus menjadi ruang bagi para perempuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, memperluas pemahaman, dan meningkatkan keterampilan politiknya, serta mendapatkan dukungan moral.
Baca Juga: Polemik Relokasi SDN Pondok Cina 1, KemenPPPA: Jangan Mencederai Hak Anak
"Partai politik juga dapat turut membantu mencerahkan masyarakat tentang arti penting partisipasi perempuan di bidang politik. Sehingga, semakin banyak perempuan dapat menduduki kursi-kursi pengambilan keputusan yang dapat melahirkan kebijakan-kebijakan yang responsif, inklusif, dan humanis. Saya kira, kita masih memiliki kesempatan untuk menggali potensi, mendongkrak, dan mendukung kehadiran perempuan berkualitas untuk terlibat dalam politik, khususnya dalam perhelatan pemilu 2024 mendatang," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani mengungkapkan partainya selama ini sangat mendukung upaya pemenuhan kuota dan keterlibatan perempuan dalam parlemen. Namun, Asrul mengatakan bukan hanya perihal kuantitas saja akan tetapi kualitas dari para perempuan ini juga menjadi hal yang sangat dipertimbangkan oleh partainya.
"Oleh karena itu, kami terus melakukan serangkaian pelatihan dalam upaya peningkatan kapasitas dan pengetahuan dari perempuan dalam bidang politik," ucap Arsul.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Komunikasi dan Informasi Golkar, Nurul Arifin mengungkapkan, saat ini keterwakilan perempuan dalam politik memang mengalami peningkatan, namun masih belum mencapai target afirmasi 30%. Banyak pula partai yang sudah melakukan mainstreaming gender dalam kebijakan.
Baca Juga: Kemenkop-UKM: UMKM Milik Perempuan Lebih Dukung Praktik Ramah Lingkungan
"Namun, yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana partai dapat memberikan pendidikan politik bagi perempuan yang saat ini sangat diperlukan. Hal ini nantinya akan mendorong peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik," ujarnya.
Menutup sesi diskusi Kompas Talks, Deputi Kesetaraan Gender KemenPPPA, Lenny N Rosalin, menyampaikan merupakan sebuah keharusan perempuan terlibat aktif dalam berbagai bidang, utamanya politik. Adapun, kondisi keterwakilan perempuan dalam politik saat ini merupakan sebuah bentuk kesetaraan dalam demokrasi.
"Alasan lain ialah mengingat bahwa kepentingan perempuan tidak tunggal dan tidak semua kepentingan perempuan bisa diwakili dengan laki-laki. Selain itu, perlu adanya perubahan pada sistem yang tidak ramah perempuan. Oleh karena itu, untuk mendukung perempuan berani terjun ke dunia politik dengan mengangkat kisah dan cerita perempuan yang menjadi panutan agar bisa memberikan semangat dan inspirasi," kata Lenny.
Baca Juga: Tega! Seorang Gadis di Probolinggo Dirudapaksa Secara Bergilir 7 Pemuda, Kemen-PPPA Buka Suara
Lenny mengungkapkan kesimpulan dari diskusi ini, semuanya menyakini perlu adanya gender mainstreaming dalam politik untuk mendorong proses afirmasi 30% kuota perempuan. Selain itu, memberikan ruang dan memaksimalkan potensi yang dimiliki kader perempuan serta penguatan kapasitas melalui pembekalan caleg perempuan.
Diskusi pada hari ini mengambil momentum yang sangat baik dan relevan, tepatnya tanggal 22 Desember, yang merupakan Peringatan Hari Ibu, sebagai momentum untuk mengenang diselenggarakannya Kongres Perempuan Pertama, yang mana peristiwa ini merupakan wujud kebangkitan pergerakan perempuan Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Ayu Almas