Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ditanya Tentang Keadaan Perekonomian Indonesia Rezim Jokowi, Ichsanuddin Noorsy: Ini yang Terburuk...

        Ditanya Tentang Keadaan Perekonomian Indonesia Rezim Jokowi, Ichsanuddin Noorsy: Ini yang Terburuk... Kredit Foto: Rakyat Merdeka
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ekonom sekaligus pengamat politik Ichsanuddin Noorsy membeberkan keadaan ekonomi Indonesia ditengah kepemimpinan rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

        “Kita ambil dulu indikator kerentanan eksternalitas karena eksternalitas itu diukur dari beberapa hutang dibanding PDB, lalu diukur lagi berapa cadangan devisa, lalu diukur lagi bagaimana defisit transaksi berjalan,” kata dia saat ditanya Refly Harun dalam channel youtubenya yang dikutip Senin (19/12/22). 

        “Itu ukuran kerentanan eksternal, angkanya termasuk di dalamnya nilai tukar. Sekarang ini periode paling buruk dari cadangan devisa, periode paling buruk selama masa Joko Widodo,” kata dia. 

        Baca Juga: Grant Thornton Kupas Tuntas Outlook Ekonomi Indonesia 2023: Resesi Tahun Depan Fakta atau Hoax?

        “Karena menurun ya dari 144 miliar sekian menjadi 130,8 menurun 14 miliar ya dan itu Dollar,” ungkapnya.

        Jadi ia bilang, ini soal kerentanan eksternalitas cara pandang adalah ketika kita berjarak cadangan devisa itu berarti kemampuan membayar hutang dan kemampuan melunasi pembayaran.

        “Pembayaran impor 130,8 miliar itu sama dengan kemampuan bayar hutang 5 bulan kedepan plus import juga 50 dan kedepan itu menurun. Sebelumnya bisa 6 bulan,” katanya. 

        “Jadi kalau tidak ada hal-hal lain kita cuma tahan 5 bulan, itu ukurannya jadi bukan bandingkan dengan Kemampuan memenuhi kewajiban-kewajiban. Makanya karena eksternalitas karena menyangkut soal kemampuan membayar kewajiban-kewajiban keluarga,” tambahnya. 

        “Ukuran kedua adalah tadi nilai tukar juga menurun. Dia terdepresiasi atau menurun sebesar 8,6% menurunnya dan ini cukup besar. Kalau dibilang menurunnya sampai 8,6% nah apresiasi terbesar dalam sejarah,” jelasnya.

        Baca Juga: Papan Utama Ekonomi Baru Dinilai Mengakomodir Perkembangan Sektor New Economy

        Ia juga menekankan, sesungguhnya Rupiah tidak pernah menguat, selalu turun-turun terus nilai rupiah. Ia juga menyebut, ini artinya ada kesalahan sistem perekonomian. 

        “Itu menunjukkan bahwa sesungguhnya perekonomian Indonesia tidak pernah menguat inilah jawaban kenapa mereka ingin redenominasi karena pada hakikatnya nilai tukar Rupiah selalu jatuh terhadap US Dollar,” katanya. 

        “Ini kenapa tahu kenapa kayak gitu kebijakan ya karena segala sesuatunya Indonesia di invasi oleh kekuatan modal teknologi dan barang,” ungkapnya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: