Mafia Tambang Bikin Resah, Indonesia Police Watch Desak Jokowi Bentuk Satgasus
Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus memberikan perhatian serius terhadap mafia tambang dengan membentuk satuan tugas khusus (satgasus), kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.
Sugeng menjelaskan, satgasus, yang idealnya dikepalai oleh Menko Polhukam, bertugas untuk menertibkan mafia yang banyak dibekingi oleh aparat penegak hukum.
Baca Juga: PKS Desak Gibran bin Jokowi dan Ganjar Pranowo Ungkap Sosok 'Beking' Tambang Ilegal
"Yang meresahkan para pengusaha dan investor tambang saat ini adalah praktik mafia yang menggunakan pola 'hostile take over'. Yakni, upaya paksa mengambil alih saham perseroan tambang dengan proses hukum yang terlihat legal," kata Sugeng dalam diskusi media bertajuk ”Beking Aparat di Balik Mafia Tambang” yang digelar Sorogan Journalist Forum di Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Ia menambahkan, satgasus pemberantasan mafia tambang harus sama seperti ketika Jokowi memberi penugasan kepada Menko Polhukam dalam penanganan kasus Ferdy Sambo.
Hostile take over biasanya diawali dengan perjanjian kerja sama atau pembelian saham perseroan resmi yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun, melalui jaringan/network yang kuat, utamanya di lembaga-lembaga hukum, mereka kemudian mengambil alih paksa saham perusahaan secara murah.
"Jadi, mereka sebenarnya tidak berniat berinvestasi, tapi memang hendak mencaplok perusahaan resmi dengan proses hukum yang terlihat legal," urai Sugeng.
Misalnya yang terjadi pada PT Citra Lampia Mandiri (CLM), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kec. Malili, Kab. Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Mula-mula, CLM diajak kerja sama PT Aserra Mineralindo Investama (AMI), dengan kesepakatan AMI setor modal sebesar 28,5 juta dolar AS. Namun, baru setor 2 juta dolar AS, pihak AMI sudah mengklaim kepemilikan, dilanjutkan dengan melakukan penyerobotan lahan tambang.
AMI yang dipimpin Zainal Abidinsyah Siregar tercatat sebagai anak perusahaan PT Apexindo Pratama Duta, Tbk. Sebuah perusahaan terbuka.
"Dalam kasus ini, oknum bahkan pejabat polisi memang nyata ikut menjadi bagian dari mafia itu," lanjut Sugeng.
Khusus terhadap Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, IPW mengingatkan bahwa tugas polisi adalah melakukan penegakan hukum secara adil. Artinya, tidak berpihak kepada yang sedang berperkara.
Mengutip paparan Helmut Hermawan, praktisi tambang yang juga pemilik sah PT CLM, mafia yang menzalimi dirinya memang bertindak sangat sistematis. Setelah mentransfer dana, meski angkanya jauh di bawah kewajiban, mereka bisa memaksakan menggelar RUPS --yang notabene ilegal-- hingga melakukan penyerobotan lahan.
Helmut menuturkan, mafia tambang itu antara lain memanfaatkan celah dari Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kementerian Hukum dan HAM, yang memberi kepercayaan kepada pejabat notaris untuk melakukan eksekusi yang tidak dibenarkan secara hukum. Itu sebabnya, lanjut Helmut, pihaknya meminta perlindungan hukum.
”Dasarnya, perusahaan kami (CLM) di Malili telah diambil secara ekstra yudisial dengan cara kekerasan. Kasus ini semakin membuat miris karena mereka mendapatkan perlindungan dari oknum aparat penegak hukum,” paparnya.
Baca Juga: Tim Satgasus Puser Bumi Bentukan Ganjar untuk Berantas Tambang Ilegal Dinilai Kurang Efektif
Terkait keterlibatan oknum polisi sebagai beking kasus hukum ini, CLM sudah mengadukan lima anggota Polri dari jajaran Polda Sulawesi Selatan ke Divisi Propam Mabes Polri. Disusul kemudian dengan melaporkan kasus ini ke Kantor Menko Polhukam.
”Buat kami, mafia tambang dan beking aparat bukan cuma masalah CLM. Ia sudah menjadi PR besar bagi pemerintah dalam upaya menjaga iklim investasi, baik untuk investor dalam maupun luar negeri,” kata Helmut, yang juga hadir dalam diskusi.
Helmut Hermawan memastikan, industri penambangan nikel di Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah. Apalagi, selain padat modal, industri ini juga padat karya.
Hal ini terkait dengan kemampuan industri ini dalam menyerap banyak tenaga kerja di lingkungan sekitar area penambangan. CLM sendiri sejauh ini telah menyerap lebih dari 2.000 kepala keluarga sebagai karyawan, kontraktor, dan subkontraktor di pertambangan mereka.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto