Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gonjang-Ganjing Resesi Tahun 2023 dalam Kacamata Gita Wirjawan: Haruskah Khawatir?

        Gonjang-Ganjing Resesi Tahun 2023 dalam Kacamata Gita Wirjawan: Haruskah Khawatir? Kredit Foto: Instagram/Gita Wirjawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Mantan Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu II tahun 2011-2014, Gita Wirjawan, dalam sebuah video berjudul "2023 Resesi? Apakah Kita Harus Khawatir ~ Gita Wirjawan #endgame" yang diunggah di akun YouTube Berbagi Ilmu pada 25 Desember 2022 menyampaikan pandangan dan prediksinya terkait terhadap kekhawatiran ekonomi pada tahun 2023.

        "Saya tidak terlalu khawatir mengenai 2023. Bukan berarti kita tidak perlu hati-hati ya, kita tetap perlu hati-hati. Jadi prinsip kehati-hatian itu tetap [ada]. Tapi gembar-gembor mengenai inflasi di dunia itu saya tidak terlalu sependapat," tutur Gita seperti dikutip dalam video pada Rabu (28/12/2022).

        Baca Juga: IFSOC: Masih Ada Tantangan Ekonomi Digital dan Fintech Indonesia pada Tahun 2023, Apa Saja?

        Dengan melihat pada alasan bahwa inflasi didorong atau dipengaruhi oleh pertumbuhan peredaran uang, di mana semakin banyak uang yang beredar maka inflasi dan juga ekspektasi inflasi semakin tinggi, Gita melihat bahwa saat ini pertumbuhan peredaran uang tidak lagi setinggi seperti yang terjadi pada awal tahun 2021.

        Jika dulu kenaikan pertumbuhan peredaran uang di Amerika Serikat mencapai 27% setiap bulannya pada awal 2021, di dua bulan terakhi ini, pertumbuhan kenaikan telah turun mencapai 4%. Ini bisa menjadi patokan yang penting karena kekhawatiran inflasi global berasal dari negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat.

        Alasan kedua adalah terkait dengan inventory. Dalam hal ini Gita menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan besar global yang mengumpulkan barang persediaan di gudang dengan jumlah besar seperti Walmart, Costco, Target, dan lainnya masih memiliki persediaan yang tidak terkikis oleh daya beli masyarakat, disebabkan oleh daya beli masyarakat negara maju yang tidak setinggi saat tahun pracovid. Akibatnya, keterbatas kemampuan daya beli ini akan menjadikan persedian konsumsi memiliki harga yang lebih rendah guna menyesuaikan dengan kondisi daya beli masyarakat.

        Inilah yang menjadikan Gita tidak khawatir terhadap kondisi di masa mendatang, apalagi ia mengatakan bahwa Gubernur Bank Sentral di Amerika Serikat telah memutuskan kenaikan suku bunga secara signifikan menjadi lebih dari 425 Bps atau 4,25% dalam kurun waktu hanya delapan sampai sembilan bulan saja.

        "Saya berani memberikan prediksi bahwa inflasi di tahun 2023 di negara-negara maju ini tidak setinggi seperti apa yang mereka perkirakan. Kalau di Amerika mereka memperkirakan 4,5%, kalau menurut saya itu tidak akan lebih dari 3,5% dan suku bunga itu tidak akan dilakukan kenaikan lagi setelah pertengahan tahun depan," ujar Gita.

        Dengan berpatokan pada Amerika Serikat dan negara maju lainnya, Gita mengingatkan untuk Indonesia tidak perlu khawatir terhadap dampak ekonomi yang akan terjadi jika secara global terjadi krisis. Karena selain saat ini negara-negara maju mulai mengalami normalisasi, Gita mengingatkan bahwa Indonesia memiliki tingkat keterkaitan ekonomi dengan ekonomi global dalam tingkat yang relatif rendah, yaitu tidak lebih dari 35%. Artinya tingkat ini mencerminkan bahwa keterkaitan ekonomi Indonesia dengan ekonomi global tidaklah sejauh atau sedalam yang dipikirkan.

        "Jadi kalaupun ada gonjang-ganjing di luar, kita tuh tidak terlalu terdampak dan tentunya kita diberkahi akhir-akhir ini, karena harga komoditas naik itu dikarenakan anggaplah pertikaian yang kita saksikan di Ukraina terus juga disrupsi rantai pasok di beberapa negara termasuk di Tiongkok, jadi kebutuhan untuk komoditas itu naik, Indonesia diberkahi," terang Gita.

        Ia menambahkan, "Tapi nanti kalau inflasi dan ekspektasi inflasi itu merendah atau menurun di akhir semester pertama 2023, suku bunga akan diturunkan atau tidak dinaikkan, itu akan membuahkan kalau menurut saya oksigen untuk ekonomi Indonesia agar seluruh pilar-pilar ekonomi itu bisa bangkit."

        Saat ini pemulihan ekonomi Indonesia dan beberapa negara lain mewujud pada huruf K, artinya ada pertumbuhan ke atas untuk beberapa sektor disertai dengan perlambatan penurunan di sektor lain. Di Indonesia sendiri, pertumbuhan positif telah dicapai oleh sektor komoditas dan ekonomi digital, sementara pertumbuhan negatif lebih banyak mengarah pada sektor properti, FMCG, jasa, dan lainnya. Tetapi, Gita mengingatkan ini bukanlah hal yang terlalu mengkhawatirkan.

        "Ini [pertumbuhan] nanti [disertai] dengan penurunan ekspektasi inflasi, penurunan inflasi, penurunan suku bunga secara global dan kawasan ini akan lebih merata pertumbuhan[berbagai sektornya]. Komoditas akan turun tapi yang lainnya akan naik, nah ini akan bagus untuk Indonesia. Karena Indonesia ini kan porsi konsumsinya itu gede banget terhadap PDB, 55%," pungkas Gita.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tri Nurdianti
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: