Buka Suara Soal Pemakzulan Presiden, DPR: Tak Mungkin, Koalisinya Terlalu Gemuk!
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bidang Hukum Fraksi Demokrat, Santoso, menilai pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mustahil dilakukan. Pasalnya, koalisi kabinet pemerintahan saat ini dinilai terlalu gemuk.
Sebelumnya, beredar isu pemakzulan presiden yang bermuara pada penerbitan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang ditandatangani Jokowi pada Jumat (30/12/2022) lalu.
Baca Juga: Tak Rela Ada Perppu Cipta Kerja, Anggota DPD Usulkan Pemakzulan Jokowi: Peringatkan Presiden!
"Pemakzulan lebih bersifat politik dibandingkan dengan dugaan pelanggaran konstitusional yang objektif, yang dilakukan oleh presiden. Maka untuk pemakzulan itu Jokowi membuat koalisi yang super gemuk agar pemakzulan tidak ada terwujud," kata Santoso saat dihubungi, Senin (2/1/2023).
Dia mengatakan, Jokowi tidak akan dimakzulkan mengingat kabinnya mendapat tambahan partai koalisi, yakni PAN dan Gerindra. Santoso menilai, politik adalah ruang abu-abu di mana semua kemungkinan menjadi mungkin.
Oleh sebab itu, dia menilai buntut Perppu Cipta Kerja tidak akan menjurus pada pemakzulan. UU tersebut, kata Santoso, hanya menimbulkan pertentangan dalam partai politik koalisi.
Baca Juga: Terbitkan Perppu Cipta Kerja, DPR Tuding Pemerintah Arogan: Ini Akal-akalan!
"Penentangan itu akan menjadi himne wajib bagi parpol untuk mendapatkan dukungan rakyat jelang pemilu 2024. Apalagi rakyat saat ini ingin adanya perubahan pemerintahan yang dirasakan tidak pro kepada rakyat," jelasnya.
"Semua parpol sudah membaca itu. Maka untuk tidak ditinggal rakyat, parpol koalisi pun untuk urusan Perppu Cipta Kerja ini akan bersebrangan dengan pemerintah Jokowi, karena ingin suara rakyat di 14 Februari 2024," tambahnya.
DPD Usul Pemakzulan Presiden
Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Abdul Rachman Thaha, menilai Perppu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Jumat (30/12/22) lalu, merupakan tanda dari keotoriteran pemerintah.
Dia menyebut kepemimpinan Jokowi periode kedua menampakkan kinerja yang kurang efektif, terlebih dari berbagai produk undang-undang yang dinilai membahayakan kehidupan bernegara.
"Sebuah peraturan perundang-undangan bernama Perppu Ciptaker telah disusun dengan mengabaikan prinsip kehati-hatian, kegentingan yang objektif, perlibatan rakyat lewat lembaga perwakilan, rasional yang bertanggung jawab akan putusan MK, dan didahului diskusi publik di forum-forum terbuka," kata Abdul dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/1/2023).
"Saya pikir, rakyat dan Mahkamah Konsitusi patut tersinggung," tegasnya.
Berdasarkan hal tersebut, dia meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengakhiri masa resesnya untuk melakukan pemakzulan Presiden Jokowi. Kendati demikian, dia tidak yakin DPR akan melakukan hal tersebut.
Baca Juga: Tak Rela Ada Perppu Cipta Kerja, Anggota DPD Usulkan Pemakzulan Jokowi: Peringatkan Presiden!
Pasalnya, Abdul menilai DPR hanya entitas perwakilan partai politik yang ada di dalam parlemen. Menurutnya, hanya DPD yang relatif lebih bersih sebab terhindar dari politik transaksional.
"Mana mungkin DPR melakukan itu. Cuma DPD yang relatif lebih bersih dari peluang politik transaksional, karena DPD lebih merepresentasikan rakyat dalam pengertian yang sesungguhnya, bukan DPR selaku entitas yang lebih sebagai perwakilan partai politik," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas