Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memproyeksikan harga batu bara akan mengalami tekanan hingga 30 persen secara tahunan atau year on year (yoy) pada 2023.
Menurutnya, hal tersebut terjadi lantaran adanya tren dari transisi energi yang cukup meningkat pada tahun ini.
"Sehingga penggunaan batu bara juga tidak akan tinggi tahun ini, meskipun ada permintaan ekspor," ujar Bhima saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (9/1/2023).
Baca Juga: Digodok Selama Setahun, BLU Batu Bara Terancam Gagal
Bhima mengatakan untuk kebutuhan dalam negeri dengan adanya over supply listrik yang bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan juga ada kesepakatan transisi energi sebesar Rp310 triliun akan membuat outlook batu bara tertekan.
"Ini akan membuat outlook permintaan batu bara di dalam negeri akan lebih rendah dibanding 2022 dan ini akan bisa jadi koreksi harga batu bara yang cukup signifikan. Untuk harga batu bara bisa terkoreksi hingga 30 persen yoy," ujarnya.
Lanjutnya, proses transisi energi yang digalakkan oleh Pemerintah Indonesia ini sangatlah berpengaruh terhadap pergerakan harga batu bara.
Di mana, sebelumnya batu bara digunakan sebagai cadangan pada saat Eropa mengalami krisis energi, tetapi ketika tekanan tersebut berlangsung pulih, Eropa mulai mengembangkan lagi energi terbarukannya.
"Ini perlu diwaspadai dari sisi permintaan batu bara di Indonesia. Di mana kalau di dalam negeri pembiayaan terhadap batu bara semakin sulit karena banyak lembaga keuangan sudah berkomitmen mendukung NZE atau pengurangan emosi karbon secara signifikan," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti